Salah satu tantangan besar dalam kebijakan perlindungan sosial adalah ketidakmerataan distribusi anggaran, terutama antara daerah perkotaan dan daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).Â
Di banyak daerah, khususnya di luar Pulau Jawa, distribusi dana bantuan sosial sering kali tidak optimal. Hal ini menyebabkan ketidakadilan dalam pemanfaatan anggaran, di mana kelompok rentan di daerah-daerah terpencil seringkali tidak memperoleh dukungan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.Â
Misalnya, dalam Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), sebagian besar dana lebih banyak terkonsentrasi di daerah yang lebih mudah dijangkau, sementara daerah 3T masih terhambat oleh keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia untuk mendistribusikan dana secara merata. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan pemborosan anggaran karena dana yang tersedia tidak digunakan dengan efisien di daerah-daerah yang paling membutuhkan.
- Â Birokrasi yang Kompleks
Proses administratif yang rumit dan tidak terkoordinasi antar lembaga menjadi faktor utama dalam memperlambat pencairan dan distribusi anggaran. Pengelolaan bantuan sosial ini melibatkan banyak kementerian, lembaga negara, dan pemerintah daerah, yang seringkali tidak memiliki sistem yang terintegrasi. Akibatnya, proses verifikasi dan validasi data, pencairan anggaran, serta distribusi bantuan sosial menjadi lebih lama.Â
Birokrasi yang tumpang tindih ini memperlambat respons terhadap kebutuhan mendesak di lapangan, mempengaruhi kecepatan dan ketepatan waktu alokasi dana. Penelitian oleh Mulyadi dan Rini (2022) mengungkapkan bahwa hambatan birokrasi ini kerap menjadi penghalang utama dalam efisiensi pengelolaan anggaran perlindungan sosial, terutama di daerah-daerah terpencil yang membutuhkan penanganan cepat dan tepat.
- Â Pengawasan yang Lemah
Pengawasan yang tidak memadai juga menjadi salah satu faktor yang menghambat efisiensi penggunaan anggaran. Tanpa pengawasan yang ketat, dana yang dialokasikan untuk perlindungan sosial dapat disalahgunakan atau tidak digunakan sesuai dengan tujuannya. Ketidaktepatan sasaran dalam distribusi bantuan sosial kerap terjadi karena lemahnya pengawasan di tingkat daerah.Â
Hal ini mengarah pada pemborosan anggaran yang seharusnya bisa lebih efektif digunakan untuk menjangkau kelompok rentan.Â
Kajian oleh Iskandar (2023) menunjukkan bahwa meskipun anggaran untuk perlindungan sosial meningkat setiap tahun, penerima manfaat di beberapa daerah masih belum merasakan dampaknya secara signifikan. Keterbatasan kapasitas pengawasan, baik di tingkat pusat maupun daerah, seringkali membuat kontrol terhadap aliran dana menjadi lemah, sehingga berdampak pada ketidaktepatan sasaran dan pengelolaan yang tidak efisien.
Tantangan Efektivitas
Tantangan dalam efektivitas kebijakan perlindungan sosial dalam hal ini memang sangat signifikan, terutama untuk memastikan bahwa anggaran yang dialokasikan benar-benar memberikan dampak positif bagi kelompok rentan.
- Akses yang Terbatas untuk Kelompok Rentan
Meskipun anggaran perlindungan sosial meningkat, masih ada kesenjangan besar dalam hal akses. Banyak kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas, lansia, atau perempuan kepala keluarga, kesulitan untuk mengakses layanan sosial yang relevan dengan kebutuhan mereka. Kurangnya program yang spesifik dan inklusif membuat kebijakan ini belum dapat menjangkau seluruh lapisan kelompok rentan.Â