Pendahuluan
Stunting kini menjadi salah satu tantangan terbesar yang mengancam masa depan generasi Indonesia. Menurut data terbaru dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, sekitar 4.7 juta balita di tanah air masih menderita stunting, sebuah kondisi yang menghambat pertumbuhan mereka akibat kekurangan gizi yang parah. Meskipun prevalensi stunting telah menurun, dari 30.8% pada tahun 2018 menjadi 21.6% pada tahun 2022, akan tetapi angka ini masih jauh dari target pemerintah yang ingin menurunkan prevalensinya hingga pada angka 14% di tahun 2024. Perubahan angka ini tentu bukan hanya tentang statistik, melainkan juga tentang potensi masa depan anak-anak yang akan menjadi pemimpin bangsa.
Mengapa Stunting Merupakan Masalah Serius
Isu stunting bukan sekadar masalah kesehatan, tapi ini adalah ancaman besar bagi masa depan anak-anak kita dan negara secara keseluruhan. Dampaknya tidak hanya akan terasa dalam jangka pendek, tetapi juga mengganggu perkembangan jangka panjang yang mempengaruhi kualitas hidup dan daya saing negara kita di kancah global
Stunting tidak hanya mempengaruhi tumbuh kembang fisik anak-anak, tetapi juga berisiko merusak perkembangan mental mereka. Anak-anak yang mengalami stunting memiliki kecenderungan untuk mengalami kesulitan dalam belajar dan beradaptasi dengan lingkungan sosial mereka. Hal ini tentu juaga akan mengarah pada penurunan kemampuan kognitif dan keterampilan interpersonal yang dapat memengaruhi kinerja akademisnya. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tumbuh dengan stunting cenderung memiliki penilaian hasil ujian yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh dengan gizi yang cukup.
Selain masalah kognitif, stunting juga berhubungan dengan masalah kesehatan di kemudian hari. Anak yang stunting berisiko tinggi mengalami gangguan metabolik, seperti obesitas atau penyakit jantung, ketika mereka dewasa. Sebuah studi menunjukkan bahwa mereka yang pernah mengalami stunting di masa kecil lebih rentan terhadap penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi.
Stunting juga bukan hanya masalah sosial dan kesehatan, tetapi juga masalah ekonomi. Anak yang stunting cenderung memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk berkontribusi pada ekonomi negara. Mereka berisiko untuk menjadi pekerja yang kurang produktif dan sulit untuk berkompetisi di pasar kerja global. Sebuah studi dari Bank Dunia memperkirakan bahwa setiap anak yang mengalami stunting berpotensi mengurangi pendapatan masa depan mereka sebesar 10%.
Indonesia memiliki target besar untuk menjadi negara maju, namun stunting menghambat upaya tersebut. Jika kita tidak bisa memastikan generasi muda tumbuh dengan sehat dan cerdas, kita akan kesulitan untuk membangun sumber daya manusia yang mampu mendorong kemajuan ekonomi dan sosial negara. Stunting adalah penghalang besar untuk mewujudkan generasi emas Indonesia di masa depan.
Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Stunting
- Mengintegrasikan Penanggulangan Stunting dalam Kebijakan Nasional
Pemerintah harus memastikan bahwa penanggulangan stunting menjadi prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI). Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pemetaan untuk mengetahui daerah-daerah dengan prevalensi stunting tertinggi, serta menyesuaikan kebijakan dengan kondisi lokal.