Kali ini saya ingin bebagi pengalaman kepada sahabat kompasiana tentang Covid-19. Sebelumnya, saya mengucapkan selamat melaksanakan ibadah puasa ramadhan bagi sahabat kompasiana yang melaksanakannya.
Bermula, sekitar akhir Juli 2020 isteri saya mengeluh tidak enak badan dan demam disetai dengan nyeri-nyeri otot, kemudian bersegera saya membawanya ke dokter umum dan didiagnosa menderita gejala tipus, karena pandemi Covid-19 tengah merebak tentu isteri saya diwajibkan pula melakukan rapid test dan hasilnya negatif.
Dua hari kemudian, kondisi kesehatan isteri saya tidak juga membaik bahkan tidak dapat lagi menerima asupan makanan karena setiap menelan makanan dan minuman akan muntah dan tentu dapat berakibat dehidrasi dan kondisi ini semakin memperparah penderitaannya. Â
Kemudian saya berinisiatif membawa isteri ke rumah sakit terdekat di kota kami, ketika itu telah cukup larut sekitar jam 9.30 malam dan langsung diambil tindakan oleh dokter jaga di ruang UGD. Dengan cekatan tenaga medis segera memasang infus dan alhamdulillah kondisi isteri saya terlihat lebih tenang dan bugar.Â
Meski isteri saya telah dirapid oleh dokter umum, namun rumah sakit menyarankan untuk dilakukan rapid test kembali dan saya menyetujuinya namum kali ini disertai pula dengan tindakan rontgen thorax. Alhamdulillah, rapid testnya juga negatif namun menurut dokter yang merawat dari hasil rontgen thorax ditengarai terdapat peradangan dan infeksi pada paru-paru (pneumonia) isteri saya dan meski hasil rapid testnya negatif dokter menyarankan untuk dilakukan penanganan khusus lebih lanjut di rumah sakit rujukan Covid-19 di kota kami dan dokter menekankan agar dilakukan swab test untuk memastikan penyakit yang diderita isteri saya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan medis tersebut, rumah sakit tidak berkenan menerima permohonan saya untuk merawat isteri saya di sana meski saya telah menyampaikan bahwa isteri saya ini menderita gejala tipus dan bukan terkena Covid 19 karena telah dua kali dilakukan rapid test dan hasilnya negatif, saya berargumen bahwa setelah dilakukan tindakan infus, kondisi isteri saya telah berangsur membaik. Namun dokter spesialis yang merawat tetap menyarankan agar isteri saya dirawat di rumah sakit rujukan Covid 19 dan sesegera mungkin melakukan swab test.
Saya menghormati keputusan rumah sakit dimaksud namun saya mengambil keputusan untuk merawat isteri saya di rumah saja alias isolasi mandiri dan keesokan harimya saya melakukan swab test untuk isteri saya di rumah sakit yang berbeda dan itu dilakukan secara drive thru tanpa turun dari kendaraan kami.
Di sini bermula persoalan lainnya muncul, hasil swab test baru dapat diketahui beberapa hari kemudian sembari menunggu hasilnya, kembali saya berusaha agar isteri saya dapat dirawat di rumah sakit non rujukan Covid 19, mengingat isteri saya sudah tidak dapat lagi menelan makanan dan kondisinya sudah sangat lemah meski sebelumnya telah sempat membaik ketika di infus di rumah sakit yang awal kami datangi.Â
Namun apa boleh buat tidak satupun rumah sakit yang mau merawat isteri saya apapun alasan yang saya sampaikan dan pihak rumah sakit hanya dapat menyarankan agar menunggu hasil swab test terlebih dahulu atau isteri saya dirawat di rumah sakit rujukan Covid 19.
Saya berketetapan tidak ingin isteri saya di rawat di rumah sakit rujukan Covid 19 apalagi hasil swab testnya belum diketahui dan saya mengambil resiko untuk merawatnya sendiri di rumah apapun hasil swabnya kelak.
Meski dari rumah, saya tetap berusaha dan tidak berputus asa berupaya menghubungi berbagai rumah sakit atau setidaknya klinik agar isteri saya dapat dirawat dengan baik dan didampingi dokter tentunya. Tak hentinya saya memanjatkan doa, dan akhirnya alhamdulillah ada satu klinik kecil dan dokternya beserta tenaga medis lainnya mau mengambil resiko merawat isteri saya meski saya telah menceritakan dengan jujur tentang apa yang menimpa kami sebelumnya. Tindakanpun segera diambil, diantaranya isteri saya kembali diinfus dalam kondisinya yang sudah sangat lemah bahkan sulit sekali jarum infus dapat bekerja menembus pembuluh darahnya, susternya bekerja ekstra keras berkali-kali menusukkan jarum infus dari tangan bahkan pindah ke kaki mungkin karena isteri saya telah kehabisan cairan. Â
Keesokan harinya, hasil swab test menyatakan bahwa isteri saya positif Covid 19 dan harus di rawat di rumah sakit rujukan Covid 19 dan dengan berat hati dokter klinik menyampaikan tak dapat meneruskan merawat isteri saya hingga sehat. Namun Alhamdulillah, kondisi fisik isteri saya telah jauh membaik karena telah diberi obat dan diinfus semalaman dan telah dapat menerima asupan makanan dengan baik, tak lupa saya mengucapkan terimakasih banyak kepada para medis di klinik tersebut.
Saya tetap memutuskan untuk merawat isteri saya di rumah dan dokter dari satu rumah sakit yang sebelumnya melakukan swab test terhadap isteri saya mewanti-wanti saya agar isteri saya benar-benar harus melakukan isolasi mandiri tanpa berinteraksi dengan siapapun termasuk dengan saya, melakukan protokol penangan Covid 19 dengan ketat karena memilih isolasi mandiri di rumah dan sayapun diwajibkan pula melakukan swab test. Â Â
Singkatnya, sayapun akhirnya dinyatakan positif Covid 19 dan isolasi mandiri berlaku buat kami sekeluarga.
Sahabat kompasiana yang berbahagia, dalam melakukan isolasi mandiri di rumah, saya mengambil resiko untuk tidak membuat jarak dengan isteri saya bahkan sejak semula ketika isteri saya dinyatakan positif covid 19 dan saya masih sehat-sehat saja, saya melayani sendiri berbagai kebutuhan isteri dan segala peralatan makan minum kami gunakan bersama bahkan kamipun tetap tidur satu kamar, tak henti saya menghiburnya dan senantiasa bermohon kepada tuhan untuk kesembuhan kami.
Saya meyakini bahwa orang yang sedang menderita sakit (apalagi ini isteri sendiri), butuh didampingi, dibesarkan hatinya, dilayani berbagai kebutuhannya dengan baik dan tidak dibiarkan menderita sendiri dalam kesendirian.
Alhamdulilah, satu bulan kemudian setelah melakukan berkali-kali swab test, isteri sayapun dinyatakan sehat kembali dengan hasil swab test terakhir negatif dan setelahnya, hasil swab test sayapun dinyatakan negatif.
Demikianlah sahabat kompasiana sekelumit kisah saya dalam berupaya menanggulangi Covid 19 yang menimpa kami beberapa waktu yang lalu, tentunya ini merupakan pengalaman sangat pribadi yang tentunya tindakan yang sama belum tentu cocok bagi orang lain dan semoga pandemi covid 19 ini secepatnya segera berlalu dan kita semua dapat kembali menjalani kehidupan sosial dengan normal seperti sedia kala.
Salam. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H