Mohon tunggu...
Frengky Keban
Frengky Keban Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Penulis Jalanan.... Putra Solor-NTT Tinggal Di Sumba Facebook : Frengky Keban IG. :keban_engky

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Benarkah Gubernur NTT Menyudutkan Pendidikan Timor dan Sumba?

17 Agustus 2020   15:44 Diperbarui: 18 Agustus 2020   12:05 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka miskin karena tidak punya sumber daya materi yang baik untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi tapi mereka tidak serta merta lupa untuk bersekolah dari pengalaman harian mereka. 

Mereka bisa sekritis seperti mereka yang bersekolah ataupun mereka yang bergelar S. Mereka akan sepaham dengan Gubernur sekalipun jika Gubernur saat itu menyertakan data sebagai pendukung pembicaraannya.

Penulis memang belum memastikan apakah saat itu apakah Sang Gubernur menyertakan data ataukah tidak soal kondisi pendidikan di dua pulau besar itu? Kalaupun ada kenapa media tidak menulisnya?

Efek Pesan Tidak Bisa Ditarik Kembali

Efek pesan tidak bisa ditarik kembali atau bersifat Irreversible adalah salah satu prinsip komunikasi yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Deddy Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi, Sebuah Pengantar yang intinya menyebut bahwa suatu peristiwa yang berlangsung dalam suatu waktu, peristiwa tersebut akan berlangsung sekali dan tidak dapat "diambil kembali". 

Sebagai suatu contoh seseorang tidak sengaja memukul wajah seseorang hingga hidungnya retak. Anda akan meminta maaf dan dia akan memaafkannya. Namun tak akan mengubah realitas bahwa hidungnya tetap retak.

Hal ini mirip dengan pesan yang hari disampaikan Gubernur NTT, VBL dia akan terekam terus dalam ingatan publik NTT secara umum bahkan dititik tertentu akan menjadi luka khususnya bagi masyarakat Timor dan Sumba.

Namun itu semua bisa diperbaiki jika di titik ini VBL sebagai pemimpin NTT bisa memperbaiki gaya komunikasinya. 

Bahwa di satu sisi banyak di antaranya menyebut gaya komunikasi publik ala VBL adalah sebuah keharusan untuk diterapkan di NTT namun di satu sisi jangan melupakan bahwa tidak semua warga NTT nyaman dengan gaya komunikasi yang demikian. 

Dengan karakteristik budaya yang berbeda-beda, Gubernur VBL seharusnya bisa lebih mawas diri dalam mengeluarkan statement sehingga tidak kemudian menimbulkan ketersinggungan secara berlebihan seperti saat ini. 

Terlebih lagi bicara soal kekurangan etnis tertentu karena hal itu masih jadi hal yang sangat sensitif di wilayah seperti NTT. Iya pengkotakkan semacam itu akan memframming pemikiran khalayak akan keistimewaan sebuah wilayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun