Mohon tunggu...
Frengky Keban
Frengky Keban Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Penulis Jalanan.... Putra Solor-NTT Tinggal Di Sumba Facebook : Frengky Keban IG. :keban_engky

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sekolah Dasar Negeri Pogo Tena, Sekolah Kampung yang Tidak Kampungan

14 Agustus 2018   09:03 Diperbarui: 15 Agustus 2018   07:39 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekolah Dasar Negeri Poto Nega, Sumba Barat Daya| Sumber: www.kemdikbud.go.id

Mencetak generasi penerus bangsa itu sulit-sulit gampang. Banyak aspek yang harus dibenahi. Salah satunya adalah mengubah mindset masyarakat untuk menganggap pendidikan itu penting selain menyiapkan guru pengajar yang andal.

Seperti Sekolah Dasar Negeri Pogo Tena, Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat daya yang kini menatap masa depan mencetak generasi terbaik bagi daerahnya di tengah keterbatasan yang dimiliki.

Betapa tidak, sekolah yang didirikan pada tahun 2011 tersebut perlahan mulai menunjukkan identitasnya sebagai sebuah sekolah kampung yang tidak kampungan malah mampu mengantar siswanya berprestasi di berbagai sekolah di tingkat SMP. 

Iya SDN Pogo Tena mampu menepis anggapan publik yang terus memandang sekolah kampong sebagai sekolah non unggulan malah selalu ditempatkan pada urutan buncit.

Wajar memang. Dengan kondisi sekolah yang masih minim fasilitas dan sarana prasarana, sekolah yang baru dinegerikan pada tahun 2017 itu memang masih jauh dari kata wah.

Apalagi melihat letak Sekolah Pogo Tena yang berada persis di tengah hutan, dan dikelilingi rumput tinggi tidak terurus menambah deretan luka pada wajah sekolah tersebut. Imbasnya, masih banyak masyarakat di daerah tersebut belum mengetahui keberadaan sekolah tersebut.

Maklum jarak sekolah yang cukup jauh dari jalan utama sekitar 3 km dari cabang Brimob membuat sekolah ini memang luput dari perhatian masyarakat bahkan pemerintah setempat. Bukan itu saja, jarak masuk ke sekolah setelah melewati jalanan yang baru diaspal separuh tersebut juga terbilang jauh kurang lebih 500 meter.

Walaupun harus diakui para pengunjung sekolah bahkan para siswa-siswi tidak akan kecewa dengan pemandangan di sekeliling jalan tersebut. 

Pohon mete dan tanaman jagung terpadu menjadi satu di sisi kiri kanan jalan nyaris membuat mata akan terus terjaga. Belum lagi dengan jalanan yang penuh lubang menganga diselipi batu karang menambah cerita Sekolah Pogo Tena menjadi lebih berwarna.

Dokpri
Dokpri
Papan nama ala kadarnya, di belakang sekolah terlihat kontras dengan kondisi sekolah. Betapa tidak, dengan papan seadanya sekolah dengan palfon yang tidak utuh di beberapa ruangan membuat sekolah ini layak disematkan sebagai sekolah paling memprihatinkan.

Cat yang mulai mengelupas, dengan warna memudar seolah mempertegas hal tersebut.  Hal ini, belum termasuk dengan keberadaan ternak kambing di sekitar sekolah membuat sekolah ini berbeda dengan sekolah lainnya di Kabupaten Sumba Barat Daya. 

Maklum, keberadaan sekolah yang dikelilingi hutan dan rumput membuat hewan ternak warga menjadi betah berada di sekitaran sekolah.

Bahkan tidak jarang menerobos masuk dalam kelas saat para siswa sedang beraktivitas. Tidak mengherankan  jika di tahun ajaran 2018/2019 sekolah tersebut hanya bisa menerima 6 murid saja. Tidak terkenalnya sekolah, membuat sekolah tidak dipedulikan bahkan dilupakan dibandingkan sekolah lainya di wilayah tersebut.

Tidak memakai alas kaki

Dokpri
Dokpri
Walaupun banyak kekurangan hampir di semua aspek tidak membuat para muridnya ogah bersekolah. Malah hampir setiap harinya para siswa  bersemangat hadir di sekolah  mengikuti KBM. Seperti yang terlihat Kamis (26/7) saat penulis berkesempatan mengunjungi sekolah tersebut.

Walaupun jarak terbilang jauh dan membutuhkan waktu lama tidak membuat para siswa patah semangat. Langkah kaki mereka terus mengayun tanpa henti bersama mentari yang baru memancarkan sinarnya. Tidak ada guratan lelah terpancar di wajah, hanya senyum dan tawa untuk membuat hari ini lebih bermakna.

Sapaan demi sapaan keluar dari mulut siswa-siswa tersebut. tidak jarang teriakan 'selamat pagi pak dan ibu' pun mengiringi kegembiraan mereka sembari menunggu jam sekolah berlangsung. Bahkan diantaranya masih menyempatkan diri untuk bersenda gurau.

Norma kesopanan adalah nilai plus mereka, tatkala norma-norma kehidupan tidak lagi penting di era ini bahkan hampir punah. Semua seolah melupakan sejenak kekurangan yang dialami sekolahnya, dan memulai berbenah menuju perubahan yang dimulai dari siswa dan muridnya.

Walaupun diakui hal itu sulit dan butuh waktu. Betapa tidak, anak-anak di sekolah ini hampir sebagiannya diijinkan tidak mengenakan alas kaki. Hal yang tidak lazim memang dan terkesan membingungkan bagi kebanyakan kita. Namun inilah realita yang terjadi.

Seolah sedang terjabak dengan kenyamanan diri, anak-anak ogah peduli dengan kakinya tanpa alas kaki itu. Berjalan di atas batu karang bagi mereka adalah tantangan untuk menjadi anak Sumba Barat Daya yang tegar. 

Tidak peduli sampai kapan kondisi ini akan berakhir. Yang pasti senyum dan tawa saat berlari dan bermain karet tidak pernah luntur karena hidup ini tidak manis seperti gula saja tetapi juga pahit seperti obat tetapi akan menyatu dalam rasa seperti asam yang membuat hidup lebih berwarna.

"Kita harus akui bahwa untuk berbenah itu butuh waktu. Kita butuh banyak perubahan di sini salah satu yang penting adalah meningkatkan  kesadaran masyarakat. Masyarakat belum menganggap pendidikan itu penting. Sehingga kita juga tidak memaksa anak untuk ini dan itu. Maka dari itu, para siswa diijinkan untuk tidak memakai sendal ataupun tanpa alas kaki,"kata Petrus Dadu Lepa, Kepala Sekolah SDN Pogo Tena.

Bukan hanya para siswa, guru pun demikian. Dedikasi untuk mencetak generasi tidak mengenal batas. Jarak bukan lagi menjadi masalah. Bukan pula halangan untuk memberikan terbaik yang dimiliki. Ketenangan mendidik dan disiplin jadi obat untuk membuat muridnya betah.

Tidak perlu jauh-jauh ataupun seperti sekolah lainnya di kota cukup dengan kampung sekalipun sudah jadi tolok ukur kalau para guru di sekolah ini adalah orang yang militan. Walaupun harus diakui sejak berdiri pada tahun 2011 dan dinegerikan pada tahun 2017 perhatian pemerintah daerah terhadap sekolah ini masih minim.

"Belum ada bantuan dari pemerintah sampai sekarang. Gedung ini pun sebenarnya dibangun oleh PNPM masa itu. Tidak heran kalau bangunan ini cukup tua dan terkesan tidak terurus. Tapi itu tidak mematahkan semangat kami untuk berjuang untuk mencerdaskan anak di daerah ini," lanjut Petrus.

Hasilnya pun diluar dugaan banyak siswa-siswi dari SDN ini yang mampu menjadi siswa siswi unggulan di tingkat SMP. Bahkan dua diantaranya mampu lulus dan bersaing di salah satu SMP di kota malang sedangkan siswa lainnya melanjutkan sekolahnya di smp unggulan di Kabupaten Sumba Barat Daya.

Hal ini pun diakui sendiri oleh salah satu orang tua murid, Michael Malo Lede. Mikael menyebut, kehadiran Sekolah Pogetena di wilayahnya bukan hanya formalitas namun telah memberikan banyak manfaat. Salah satunya adalah bukti sekolah dalam mencerdaskan anak di daerah tersebut.

Bukan apa-apa, disaat kualitas pendidikan di kelas rendah yang masih rendah, sekolah ini telah berhasil memberikan bukti dengan banyaknya anak di kelas rendah yang sudah fasih membaca. Bahkan hal tersebut menurut michael tidak ia temukan di sekolah manapun di sekitar wilayah tersebut.

"Anak saya kelas dua tapi sudah pintar membaca. Saya akui itu karena saya bandingkan dengan kakanya di sekolah gokata. Ini yang membuat saya kemudian beranggapan bahwa sekolah ini luar biasa. Walaupun masih banyak kekurangan dari sisi fisik juga tenaga pengajar,"katanya.

Setiap orang ada masanya, juga sekolah ini. Kekurangan yang dialaminya bukan akhir tetapi awal untuk berbenah menjadi sekolah yang diandalkan masyarakat. Yang pasti sekolah kampung tapi bukan kampungan.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun