Mohon tunggu...
kodar akbar
kodar akbar Mohon Tunggu... Musisi - penikmat musik tradisional dan musik anak

sedikit bicara banyak berkerja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anak Merupakan Plagiat dari Orangtua

15 November 2019   09:29 Diperbarui: 15 November 2019   09:32 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang tua pastinya ingin selalu mengetahui sampai dimana perkembangan anaknya dari hari ke hari. Dimulai dari bayi yang lemah, yang masih menggantungkan seluruh hidupnya kepada orang tua. Lalu menjelma menjadi seorang anak kecil yang sudah mulai pintar bicara, bisa berdebat, pandai berhitung bahkan bergelut.

Setiap proses perkembangan anak satu dengan yang lainya berbeda. Uniknya antar anak perkembangan sangat beragam. Berbagai gangguan psikologis yang kerap kali menimpa buah hati kita pun, menggelitik rasa ingin tahu kita sebagai orang tua.

Pernakah terlintas dalam benak kita, bahwa anak adalah fotokopi orang tuanya. Apakah benar demikian? Bukankah masing-masing individu memiliki kepribadian yang berbeda-beda? Lalu mengapa ada istilah seperti itu?

Pembentukan karakter anak sangat dipengaruhi lingkungannya. Karena anak adalah peniru yang ulung. Terkadang para orang tua belum menyadari atau bahkan tidak menyadari. Bahwa sebenarnya, apa yang selalu dilakukan orang tua terhadap anaknya sejak kecil, sudah terekam oleh anak dalam ingatan dan lubuk hatinya.

Lalu saat anak-anak mulai berinteraksi dengan lingkungan, maka apa yang sudah terekam akan mereka keluarkan melalui perilaku sehari-hari. Perilaku tersebut sebenarnya apa yang dilihatnya sejak kecil hingga besar, yakni perilaku ayah bunda.

Selanjutnya setiap orang tua wajib memberikan contoh perilaku yang baik pada anak-anaknya. Sehingga fotokopi yang dihasilkannya pun baik, sesuai dengan apa yang diharapkan. Lalu bagaimana jika fotokopi yang di hasilkan tidak sesuai harapan? Maka perlu dilakukan oleh ayah dan bunda adalah instropeksi diri.

Fotokopi mrngikuti apa yang dikopinya. Jika yang difotokopi A maka yang keluar juga A, jangan pernah berharap B. misalnya saja seorang ayah menginginkan anaknya untuk tidak merokok, tetapi sang ayah justru merokok. Maka jangan pernah menyalakan anak, bila si anak juga merokok. Meski tidak menutup kemungkinan juga si anak sama sekali tidak mau merokok dan mendukung kampanye antirokok untuk melawan ayahnya.

Oleh karena itu, bila ayah dan bunda menginginkan hasil yang baik dari anak, maka berikan contoh yang baik pula pada anak. Sehingga dari hasil fotokopi sesuai dengan harapan.

Ketika seorang anak lebih dekat dengan pengasuhnya atau asisten rumah tangga, maka anak itu akan menirukan asisten rumah tangga tersebut. Karena pada usia PAUD adalah usia di mana anak meniru orang terdekatnya. Bisa ayah, bunda, dll. Pastikan pada usia tersebut, ayah dan bunda lebih waspada serta selektif, karena di fase inilah anak terbentuk.

Namun saat akan memasuki usia SD, sebisa mungkin ayah dan bunda mengatur jarak antara anak perempuan dan laki-laki. Mengatur jarak dalam hal berati, untuk anak laki-laki janganlah terlalu dekat dengan ibu. Hal ini dikarenakan nantinya tidak terbawa karakter seorang wanita.

Begitu pula dengan perempuan, agar tidak terlalu dekat dengan ayah, untk menghindari terbentuknya karakter tomboy. Dekat yang dimaksud adalah dalam hal komunikasi dengan teman bermain. Namun secara ikatan masih tetap di butuhkan peran kedua orang tua.

Untuk itu sebagai orangtua, kita harus berhati-hati ketika berbicara, terlebih lagi di depan anak. Meskipun sang anak masih dalam fase belajar bicara, tapi ia adalah pemerhati yang jeli. Akan ada saatnya nanti, ia meniru apa yang selalu di dengar dan dilihat.

Masa dimana anak mulai belajar bicara adalah masa yang sangat menentukan dalam proses belajar mereka. Lantas apakah ada model yang baik untuk dicontoh sang anak? Adakah motivasi yang mempengaruhi mereka untuk belajar?

Semua itu tentunya menjadi tanggung jawab ayah dan bunda. Karena seyogianya semua itu harus dipenuhi, agar potensi anak dapat berkembang optimal dan tumbuh menjadi pribadi yang bahagia.

Anak dalam fase belajar bicara harus mempunyai model yang baik untuk di contoh. Karena untuk dapat melafalkan satu kata dengan tepat dan menjadikannya sebuah kalimat, dibutuhkan model yang bisa ditiru. Bisa orang-orang yang ada di lingkungannya, pembicara di televise, radio, atau actor film. Jika anak tidak mendapatkan model yang baik untuk ditiru hal pasti akan menghambat tumbuh kembangnya sehingga anak tidak bisa berkembang sesuai dengan potensinya.

Terlebih lagi ketika orang tua masih menganggap, bahwa segala pendidikan anak sepenuhnya diserahkan kepada lembaga pendidikan formal. Pemikiran semacam ini seharusnya segera diubah. Karena pendidikan utama sang anak dilakukan oleh orang tuanya sendiri, untuk dilatih memecahkan permasalahan yang akan dihadapinya nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun