Pengalaman Masa Kecil
Jika mengingat pengalaman masa kecil yang saya alami.  Pekerjaan Rumah/PR, sangat tidak menyenangkan. Karena itu, saya tidak setuju jika siswa  diberikan PR.Â
Terlebih  murid TK/ PAUD. Karena akan membebani anak. Apalagi jika orang tuanya yang tidak sabar dalam mendampingi anaknya belajar. Bisa berbahaya terhadap perkembangan psikis anak. Orang tuanya pun ikutan stress.
Saya ingat ketika saya masih SD, ayah saya sering menanyakan, apakah ada PR. Ketika saya bilang ada, Â ayah saya pun membantu, membimbing saya mengerjakan PR.Â
Disitu saya selalu merasa tegang, tidak nyaman, karena ayah saya sangat kaku/ saklek. Saya tidak berani berargumentasi dan cenderung menurut saja, padahal di hati berontak, hee.
 Saya pun sering mendengar tetangga saya  marah-marah jika membantu mengerjakan PR anaknya. Bahkan anaknya dicolok pensil keningnya dan ada juga yang disiram air.
Demi  Mendapat NilaiÂ
Pernah juga saya lihat, orang tua yang  mengerjakan PR anaknya dijalanan ,sambil melihat/ menyontek PR teman anaknya. Bukankah cara seperti tidak mengajarkan kejujuran bagi anak? Hanya demi mendapatkan nilai atau agar tidak dimarahi guru, orang tuanya berbuat seperti itu, karena dia merasa anaknya tidak mampu mengerjakan PR tersebut atau supaya cepat kelar.
Karena alasan itulah saya, tidak sejutu jika murid diberi PR.
Tapi kenyataannya banyak lembaga pendidikan PAUD/TK yang memberikan PR pada siswanya, termasuk pada lembaga tempat saya mengajar. Dan saya pun terpaksa mengikuti aturan pada lembaga pendidikan tersebut.Â
Saya akui, pada dasarnya banyak orang tua yang setuju  jika anaknya diberi PR. Alasannya, supaya mau anaknya rajin belajar, makin pintar dan lain sebagainya. Kalau tujuannya untuk memahami materi, tidak harus diberikan tugas yang bernama 'PR', bisa dengan cara lain yang lebih menarik. Misalnya projek tertentu yang waktu pengerjaannya lebih panjang/ tidak terburu-buru.
Dan saya sering mengingatkan orang tuanya, agar tidak memaksa anaknya untuk mengerjakan PR. Banyak cara , agar anak mengalami proses belajar. Banyak cara agar anak menjadi pintar, bukan melalui aktivitas mengerjakan PR. Kegiatan 'bermain' bagi anak adalah proses belajar yang sesungguhnya.
Bijak Dengan PR
Untuk sekarang ini, saya hanya bisa berharap guru dan orangtua sebaiknya bekerja sama dalam meningkatkan perkembangan anak. Â Mari kita lebih bijak dalam memandang perlu tidaknya adanya PR ini.
Silakan saja jika tetap mau memberikan PR. Yang terpenting guru dan orang tua, juga harus memahami kebutuhan dan karakter anak.Â
Agar efek PR ini, tidak menjadi beban dalam proses belajar anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H