Penggerebekkan di sebuah vila yang berada di jalan Cempaka Gading, Unggasan, Uluwatu, Bali. Vila tersebut digerebek polisi karena dijadikan laboratorium untuk memproduksi narkotika jenis Hasis dan Happy Five. Pabrik narkoba itu beroperasi di tengah permukiman penduduk dengan tujuan untuk menyamarkan kejahatan tersebut.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengatakan bahwa baru kali pertama ada laboratorium narkotika yang memproduksi Hasis di Indonesia. Laboratorium serupa yang sudah pernah di gerebek di daerah Indonesia, rata-rata hanya memproduksi ganja sintetis.
"Kami melakukan joint operation pengungkapan clandestine laboratory hasis pertama di Indonesia, di daerah Uluwatu, Bali," kata Wahyu di lokasi, Sabtu (19/11/2024).
Narkotika jenis Hasis yang dihasilkan dari clandestine laboratory ini rencananya akan dipasarkan oleh para pelaku ke luar negeri. Wahyu mengatakan bahwa alat-alat laboratorium dan abhan kimia yang digunakan para pelaku didatangkan dari Cina. Peralatan tersebut bisa menghasilakn narkotika jenis Hasis dan Happy Five dalam jumlah yang sangat banyak.
Laboratorium narkotika ini sudah beroperasi selama dua bulan, para pelaku menyewa vila ini dengan harga Rp. 2 juta per hari. Dalam penggerebekkan itu, polisi menangkap empat orang tersangka dan mengamankan barang bukti senilai lebih dari Rp. 1,5 triliun.
Empat tersangka tersebut berinisial MR, RR, N, dan DA yang berperan sebagai peracik dan pengemas. Selain itu, ada empat orang lagi yang masih menjadi buronan, yaitu berinisial DOM sebagai pengendali, RMD sebagai peracik dan pengemas, MAS sebagai penyewa vila, dan IC sebagai perekrut karyawan.
Barang nukti yang disita di antaranya ada 30 kilogram Hasis padat dan 53.210 butir Happy Five, juga 765 buah katrid yang sudah terisi dengan total 2.294 gram.
Tersangka di jerat pasal berlapis, yakni Pasal 114 ayat 2 Jo Pasal 132 ayat 2 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman penjara paling lama 20 Tahun. Berikutnya, Pasal 3 juncto 10, Pasal 4 juncto 10, dan Pasal 5 juncto 10 UU Â Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Bali merupakan tempat wisata yang sudah dikenal oleh mancanegara untuk berlibur. Bahkan saat ini banyak sekali WNA atau turis asing yang tinggal di Bali tidak untuk berlibur saja, melainkan untuk bekerja, membangun usaha, membangun perumahan ataupun vila.
Dengan banyaknya WNA yang tinggal di Bali, sangat berdampak pada perekonomian, moral, dan kedudukan bagi WNI, khususnya masyarakat di Bali. Selain kasus narkotika ini, banyak kasus turis asing di Bali yang membuat masyarakat mulai geger, salah satunya yang bersangkutan dengan moral. Di Indonesia khususnya di Bali, sangat menjunjung tinggi budaya dan agama, namun tidak sedikit turis asing yang tinggal di Bali tidak menghargai budaya dan agama yang ada di sana. Mulai dari cara berpakaian hingga penistaan agama.
Dengan adanya kasus laboratorium narkotika ini, di harapkan pemerintahan lebih waspada terhadap WNA atau turis asing yang akan masuk ke Indonesia. Karena, hasil kejahatan narkotika ini pun banyak diedarkan di Bali. Hal tersebut juga diharapkan menjadi tolak ukur bagi pemerintahan untuk lebih tegas terhadap turis asing yang mungkin terlalu lama berada di Indonesia.
Banyaknya turis asing yang tinggal di Bali, membuat banyak orang yang beranggapan Bali bukan bagian dari Indonesia. Harusnya hal tersebut menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk membatasi adanya turis asing di dalam negeri Indonesia ini, karena Bali dapat dikatakan sudah hampir kehilangan identitas aslinya.
Turis asing juga sudah terlalu banyak kepemilikan asset di Bali, apakah Indonesia tidak takut hal itu menjadi awal dari penjajahan selanjutnya? Karena lapangan pekerjaan di Bali memang banyak, namun kepemilikan dari tiap perusahaan saat ini mayoritas itu milik turis asing. Fenomena ini disebabkan karena pemerintah lebih mementingkan kuantitas turis di bandingkan kualitasnya.
Antropolog Universitas Warmadewa Denpasar, I Ngurah Suryawan mengatakan, fenomena turis asing ini disebabkan karena terbukanya keran pariwisata yang membuat Bali seakan menjadi tempat singgah. Hal ini bisa menjadi bom waktu jika terus menerus dibiarkan. Sebagian besar masyarakat Bali juga terlalu mengagungkan turis asing pada awalnya, yang membuat turis asing merasa disambut kedatangannya. Ironisnya, Sebagian turis asing ini malah menjadi pekerja di Bali, atau menjadi pemilik suatu perusahaan disana.
Dari kasus penggerebekkan laboratorium narkotika di Bali, masyarakat berharap hal tersebut menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk menyortir turis asing yang masuk ke Indonesia. Khusunya bagian Imigrasi harus bisa menyortir turis asing yang masuk ke Indonesia berdasarkan kualitasnya, bukan kuantitasnya.
Penelusuran lebih lanjut terkait produksi narkotika oleh turis asing di Indonesia juga harus menjadi fokus utama bagi pemerintah, khususnya BNN. Karena dampak besar yang di terima oleh masyarakat Indonesia adalah peningkatan pengguna atau pemakai dan peredar obat-obatan terlarang tersebut, juga berdampak buruk bagi citra negara Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H