Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Han Kang yang Istimewa Peraih Nobel Sastra, Mendobrak Dunia dan Patriarki Korea

24 Oktober 2024   16:12 Diperbarui: 25 Oktober 2024   01:27 1299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Han Kang (Source: Kompas.com) 

Dari sini saya bisa mengambil simpulan bahwa seseorang tak perlu ujug-ujug mendeklarasikan diri sebagai seorang Feminis untuk menyuarakan ketimpangan gender pada sistem yang terjadi di masyarakat.

—

Karya-karya sastra yang menyoroti ketimpangan gender terutama yang menyoal isu-isu feminisme sudah banyak lahir dari penulis-penulis kenamaan. 

Saya sendiri menuntaskan buku Perempuan di Titik Nol yang ditulis Nawal El Sadawi—yang pada akhirnya berhasil menggali sisi emosional terdalam diri saya sebagai perempuan; Nawal berhasil membuat saya benar-benar marah dan frustrasi setelahnya. 

Saya juga menyukai novel-novel dari penulis Jepang—bukan karena memang saya adalah seseorang yang menyukai beberapa hal berbau Jepang, meski enggan disebut wibu.

Baca juga:

Naik Kereta untuk Kali Pertama dan Belum Pernah Lagi Setelahnya

Satu di antaranya, saya memiliki buku kumpulan cerpen Matsuda Aoko dalam Where The Wild  Ladies Are —yang tak ubahnya seperti Han Kang—yang secara garis besar memperlihatkan bagaimana patriarki juga mengakar kuat dalam budaya Jepang. Di dalam negeri, kita punya Okky Madasari, penulis yang juga saya ikuti akun X-nya, dan lain sebagainya. 

Han Kang dan Antifeminisme di negaranya

Korea Selatan memiliki catatan jelek yang mendunia menyoal kesetaraan gender dan kian mendunia setelah kian maraknya berbagai aksi penolakan terhadap feminisme.

Antifeminisme memang bukan barang baru di Korea Selatan. Feminisme dipandang sebagai sesuatu yang membawa pengaruh buruk terutama bagi kalangan laki-laki; 

para laki-laki Korea Selatan menilai feminisme sudah tidak berada dalam kerangka memperjuangkan kesetaraan gender lagi. 

Mereka menilai feminisme telah mengambil porsi lebih dari yang seharusnya, gerakan para feminis dianggap terlalu menuntut lebih dan lebih di banyak aspek yang justru dinilai merugikan peran mereka di masyarakat. 

Seperti yang baru-baru ini terjadi sebagai bentuk 'kampanye' nyata antifeminisme, sekelompok laki-laki menduduki kursi ibu hamil di ruang publik dan transportasi umum dan membagikan gambarnya ke jagat media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun