Karena ia berbicara tentang bagaimana seseorang belajar mengelola ego (keakuan) terhadap pasangan yang juga kelak berimbas pula terhadap keluarganya.
Namun, kenyataannya tentu jauh panggang dari api; tidak perlu harus menjadi seorang feminis seperti saya untuk sepakat akan hal ini.
Kontrasepsi dan laki-laki.
Dari serangkaian hal yang merugikan perempuan tersebut salah satunya adalah penggunaan alat kontrasepsi demi mencegah kehamilan (yang tidak direncanakan?) dalam sebuah hubungan pernikahan.
Faktanya penggunaan alat kontrasepsi justru dominan menyasar perempuan dibandingkan laki-laki. Ia layaknya public image bagi perempuan
bahkan konsultasi pra-nikah—"bab" menyoal memiliki anak dan berapa jumlahnya lebih banyak ditekankan pada perempuan!Â
Memang alat kontrasepsi yang ditujukan terhadap laki laki jumlahnya tidak banyak. Kontrasepsi laki-laki hanya dua yakni penggunaan kondom dan vasektomi;
namun jika sepakat pernikahan adalah relasi yang setara maka memiliki anak adalah konsen bersama.Â
Itu artinya pengaturan jarak kelahiran atau pencegahan kehamilan tidak hanya dibebankan pada perempuan, laki-laki pun harus ikut bertanggung jawab.
Jika hanya siap punya sedikit anak maka penggunaan kondom bisa jadi opsi utama selain pasangan yang pula ikut menggunakan kontrasepsi (saya rasa, perempuan akan jauh merasa lebih bahagia dan juga aman kalau pasangannya memakai kondom dengan tujuan mencegah kehamilan yang belum atau tidak direncanakan);Â
atau jika memang tidak ingin memiliki anak (lagi?) maka vasektomi bisa jadi opsi lain.Â
Vasektomi dan ego laki-laki.
Mari berkenalan dengan vasektomi.
Vasektomi adalah tindakan medis terhadap laki-laki dengan cara memotong atau menyumbat saluran sperma dari vas deferens (testis) ke penis sehingga air mani yang keluar saat laki-laki ejakulasi tidak mengandung sel sperma lagi.