Baca juga:
Riuh Pilkada: Rakyat dan Akrobat Politik Para Elit
Disari dari beberapa sumber, kabinet Djuanda bisa dikatakan sebagai zaken kabinet "murni" karena tidak berafiliasi dengan partai politik mana pun; ia resmi dibentuk pada tanggal 9 April 1957.Â
Namun, karena ada beberapa partai yang menentang dengan alasan tidak melibatkan partai politik sebagai pilar keempat demokrasi (yang seiring perjalanannya membuat kabinet ini melemah) membuat Presiden Soekarno memutuskan untuk membubarkannya pada 10 Juli 1959.Â
Zaken kabinet di pemerintahan Prabowo, mungkinkah?
Berangkat dari tiga tujuan awal zaken kabinet terbentuk (sinergi keseluruhan kementerian, meminimalisir praktik korupsi dan memaksimalkan kinerja para menteri beserta kementerian yang dinaunginya), rencana Prabowo untuk menerapkan hal yang sama cukup memantik rasa penasaran publik.
Mungkinkah?
***
Pertanyaan itu akan menjadi sangat relevan mengingat dinamika politik di Indonesia saat ini.
Setidaknya ada tiga (3) hal mengapa wacana itu dipertanyakan:
#1 Berpotensi bikin kabinet "gemuk"Â
Karena zaken kabinet dibentuk tidak melihat jumlah kursi di parlemen, rencana zaken kabinet Prabowo pun bisa jadi berpotensi gemuk—yang justru berdampak pada pemborosan anggaran.
Ini bisa terjadi mengingat koalisi partai politik yang mendukungnya pun pasti akan menyorongkan kandidat pilihan dari partai mereka masing-masing demi memperoleh jatah sebagai menteri.
Baca juga:
Menyelami Makna Adagium "Vox Populi Vox Dei"