Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Award 2021 | Peduli menyoal isu sosial-budaya dan gender | Kontak: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Praktik Eufemisme yang Tak Lekang Oleh Masa dan Kita Memakluminya

9 September 2024   19:25 Diperbarui: 10 September 2024   07:31 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eufemisme mengganti kata yang dinilai kasar dengan menghaluskan maknanya. (Sumber: Kompas.id)

Merujuk pada KBBI online, eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai ganti ungkapan yang dirasa kasar, yang dianggap merugikan atau tidak menyenangkan;

atau secara sederhana dapat saya artikan sebagai penghalusan makna dari sesuatu yang dirasa tidak enak didengar atau diucapkan (tabu) dengan maksud untuk tidak menyinggung perasaan orang lain.

Dalam konteks ucapan suster jaga tadi, "kondisi menurun" yang diucapkannya mengartikan bahwa harapan Bapak untuk kembali sehat tampaknya kecil—atau tidak ingin dikatakan mustahil. 

Hanya saja, karena ia tak ingin menyinggung perasaan kami sebagai anak-anaknya, suster tersebut memilih menghaluskan kalimatnya dengan harapan saya dan kedua adik saya tidak putus asa dalam berdoa dan tetap berpengharapan.

#4

Tanpa sadar kita merawat eufemisme dalam keseharian kita (seperti cerita saya di awal tadi)—bahkan tak jarang kita mendengarnya melalui berita-berita. 

"Mengamankan" memaklumkan perbuatan menangkap, "dirumahkan" menghaluskan pemecatan—atau "rudapaksa" menutupi kejahatan pemerkosaan;

Baca juga:

Menyelami Makna Adagium "Vox Populi Vox Dei" 

"menengah ke bawah" untuk mengganti keadaan yang sebenarnya miskin, "koruptor" mengganti identitas sebagai pencuri uang rakyat, dan lain sebagainya.

Baca juga:

Budaya Malu dan Keterwakilan Rakyat

Baca juga:

Pilkada Serentak 2024: Keterwakilan Perempuan Masih Sebatas Lipstik Politik?

Ada yang berkata eufemisme adalah "warisan" orba. Tapi, jika saya yang ditanya, saya lebih suka mengatakan bahwa eufemisme ini sebagai wajah dari rasa "ketidak-enakan" masyarakat Indonesia. Namun, agar tetap tersampaikan maksudnya, maka ia dipoles sedemikian rupa. 

#5

Praktik eufimisme ini tampaknya tak lekang oleh masa; kita membawanya terus sampai sekarang; merawatnya—

dan karena sudah terbiasa mempraktikannya, eufemisme menjadi kebiasaan, hingga pada akhirnya kita memakluminya.

Pertanyaannya: apakah eufemisme itu salah? Bukankah eufemisme dipraktikkan dengan tujuan untuk tidak menyinggung orang lain?

Bagi saya, eufemisme tidak bicara benar atau salah. Ia hanya menempatkan momen di mana kita bisa menggunakannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun