Selain bukan hanya menjadi arena pertandingan ide dan gagasan dari kandidat yang berkontestasi, pemilu juga berbicara tentang bagaimana rakyat diharapkan menjadi pemilih cerdas dengan benar-benar selektif memanfaatkan hak suaranya (menggunakan hak politik) dengan sebaik-baiknya.
Baca juga:
Menyelami Makna Adagium "Vox Populi Vox Dei"Â
Tak heran setiap perhelatannya, pemilu —akan—selalu menghadirkan banyak cerita.
***
Pilkada 2024 dan Dinamikanya
Pemilu 2024 belum usai. Masih ada pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan dilangsungkan pada November mendatang.
Kontestasi untuk mencari orang nomor satu di level Provinsi dan Kota/Kabupaten ini pun sempat diwarnai peristiwa diubahnya dua UU Pilkada yang ditetapkan oleh MK (melalui putusan UU Nomor 60/PUU-XXII/2024Â tentang ambang batas pencalonan kepala daerah (threshold) yang semula 25% perolehan suara yang sah dari partai politik/gabungan partai politik pada hasil pemilihan legislatif di DPRD menjadi hanya 20%;
Baca juga:
Riuh Pilkada: Rakyat dan Akrobat Politik Para Elit
dan putusan Nomor 70/PUI-XXII/2024 tentang syarat calon kepala daerah harus berusia 30 tahun dan itu dihitung sejak yang bersangkutan diajukan sebagai calon kepala daerah bukan saat penetapannya sebagai kepala daerah (dilantik karena terpilih melalui mekanisme pemilu)) yang memantik gelombang protes besar-besaran elemen masyarakat Indonesia melalui label Peringatan Darurat pada Kamis, 22 Agustus 2024 yang lalu (yang pada praktiknya di lapangan digerakkan oleh para mahasiswa) ketika DPR hendak menganulir dua putusan MK tersebut.
Baca juga:
Budaya Malu dan Keterwakilan Rakyat
Pada akhirnya, gelombang protes itu pun membuat DPR mengurungkan niat mengesahkan RUU Pilkada yang mereka rapatkan malam sebelumnya dan memilih mematuhi putusan MK;Â
Hasil putusan MK tersebut ternyata memberi dampak yang tak biasa terhadap konstelasi politik Indonesia.