Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

X (Twitter) di Antara Tone Deaf dan Kritik Sosial

30 Agustus 2024   20:29 Diperbarui: 31 Agustus 2024   17:14 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di X, trending ini dengan cepat menyebar bagai virus; ia berantai dari satu akun ke akun lainnya. 

Tiap hari selalu saja ada bahasan baru, termasuk kasus-kasus "baru" yang terjadi di masyarakat seperti kasus kekerasan dalam rumah tangga (kdrt), kasus kekerasan terhadap anak dan lain sebagainya. 

Baca juga:

Memutus Rantai KDRT pada Perempuan, Mungkinkah?

Ilustrasi dari seseorang yang cenderung tone deaf. (Sumber via Kompas.com) 
Ilustrasi dari seseorang yang cenderung tone deaf. (Sumber via Kompas.com) 

Baca juga:

Dari Daycare, Orang Tua Pekerja dan Masalah Sistemik di Dalamnya

Meski harus pandai-pandai dalam mencerna setiap berita yang lewat di timeline. Tapi ada satu hal penting yang pada akhirnya bisa saya pelajari dari platform media sosial yang sudah saya buat sejak tahun 2009 ini yakni bagaimana kritik sosial bisa dinarasikan untuk kemudian disampaikan pada khalayak. 

#3

Belakangan istilah Tone Deaf akrab di telinga kita. Secara harfiah, tone deaf berarti tuli nada. Namun, secara pemaknaan, ia merujuk pada seseorang yang sulit mengerti apa yang dirasakan orang lain (baca: tidak memiliki kepekaan).

Tone deaf kerap dialamatkan pada orang kaya atau pada mereka yang memiliki privilidge lebih dari kebanyakan orang;—

atau bisa pula saya tambahkan, tone deaf bisa mengacu pada mereka yang memiliki pengaruh untuk mengendalikan orang lain dengan relasi kuasa yang timpang (pejabat/penyelenggara negara?)

Bagi saya, tone deaf erat kaitannya dengan kritik, dan jika itu terjadi di ruang publik atau di masyarakat maka kritik ini menjadi kritik yang bersifat sosial; 

kritik sosialnya pun menjadi beragam mulai dari kritik sosial yang menyangkut moral, pendidikan, ekonomi, agama, politik—dan lain sebagainya.

#4

Di X sendiri, tone deaf—bisa saya katakan—dapat mudah diketahui; banyak ragam ketidakpekaan yang tersaji di media sosial ini.

Dengan banyaknya tone deaf yang dapat "diterjemahkan" berarti akan banyak pula menimbulkan masalah-masalah sosial—yang tentu saja tak lepas dari kritik sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun