Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Beauty Artikel Utama

Klinik Kecantikan (Seharusnya) Melawan Stigma

31 Juli 2024   20:35 Diperbarui: 1 Agustus 2024   05:53 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang yang menjalani treatment operasi sedot lemak. (Foto oleh Dmitry Ganin/  Sumber: Pexel) 

Standar kata "cantik" (alih-alih kita menyebutnya dengan rupawan agar laki-laki dan perempuan berdiri sejajar) yang bergeser dan menjamurnya klinik kecantikan, menciptakan lebih banyak tuntutan—lagi dan lagi. Hari ini suntik putih, besok botox, lusa sulam bibir dan lain sebagainya.

Atau memang sepertinya kita harus sepakat bahwa tuntutan itulah yang jadi awal yang menyebabkan orang-orang mengunjungi klinik kecantikan?

Dikatakan demikian, karena "tuntutan" ini dilakukan untuk memperoleh validasi di masyarakat—namun hal itu terkadang tak jarang berbanding terbalik bagi sebagian dari para pelakunya: meng-invalidasi dirinya sendiri. 

Sering bukan kita mendengar istilah "tuntutan pekerjaan" yang diucapkan para artis (atau orang-orang yang pekerjaannya bersinggungan langsung ke layanan publik) ketika mereka ketahuan akan atau telah menggunakan jasa treatment dari sebuah klinik kecantikan? Tengoklah sorotan atas Mahalini dan pasangannya, Rizky Febian. 

Penyanyi Mahalini (Sumber: Kompas Entertainment) 
Penyanyi Mahalini (Sumber: Kompas Entertainment) 

Tentu saja ini menyiratkan bahwasanya seseorang dianggap harus tampak good looking agar—lebih—diterima dan dikenal di masyarakat luas, alih-alih hanya berpenampilan alami dan rapi seperti orang-orang zaman dulu. 

Upaya Melawan Sigma

Tuntutan "dijawab" namun setelahnya muncul lah stigma. Para pelakunya dinyinyiri, dianggap kurang bersyukur terhadap pemberian Tuhan (wajah dan tubuh) alih-alih malah dianggap bodoh karena buang-buang duit.

Bagi kaum laki-laki melawan stigma ini lebih sulit lagi. Meski istilah sebagai laki-laki metroseksual sudah kian jamak orang tahu tapi tetap saja tak semua laki-laki berani berhadapan dengannya, alih-alih dituduh sebagai lelaki pesolek. 

Oleh karena kata "kecantikan" tadilah tidak semua laki-laki siap berani mendatangi klinik kecantikan; tidak semua laki-laki siap melawan stigma. 

Wejangan laki-laki harus macho, laki-laki tidak boleh terlihat seperti perempuan yang menyebabkannya. 

Jika ketahuan printilan "cantik" ada barang satu saja oleh orang-orang (apalagi bagi mereka yang memiliki pikiran konservatif) maka bisa dituduh macam-macam, menyebar luas dari mulut ke mulut—bahkan boleh jadi antiklimaksnya bisa dipertanyakan orientasi seksualnya. 

Sehingga bagi laki-laki lebih baik tidak memakai pelembab wajah sekalipun wajah sudah kering kerontang, tidak perlu memakai lipbalm meski bibir sudah pecah-pecah (karena kombinasi cuaca terik dan ruangan ber-ac?), tidak pakai sunscreen meski wajah sudah terlihat gelap karena pigmen melatonin, dan lain sebagainya. Ya, bagi laki-laki itu lebih baik. Boro-boro rajin mengunjungi klinik kecantikan. 

Karena klinik kecantikan bagi laki-laki tak ubahnya rokok bagi perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun