Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Persentase Perempuan di Kancah Politik Dinilai Masih Kecil: Mari Mengenal Male Chauvinism Lebih Dekat

21 Februari 2023   02:02 Diperbarui: 21 Februari 2023   17:19 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seksisme adalah bagian dari Male Chauvinism. (Sumber Pexel | Foto oleh Markus Spiske) 

Namun, baik saya, Luna atau beberapa di antara kita tidak memungkiri bahwa hal itu sepertinya masih terasa paradoks jika kita melihatnya langsung di lapangan.

Baca juga: 

Jalan Terjal Perempuan di Ranah Politik yang Penuh Kekerasan

Indonesia mah ngga kekurangan stok perempuan cerdas apalagi berpendidikan tinggi, tp kalo dibilang partisipasinya di ranah politik cuma dianggap tim hore, ya keberatan juga.

Begitu isi cuitan saya di Twitter beberapa hari yang lalu—cuitan ini sebagai bentuk reaksi terbuka saya atas sebuah artikel yang juga purna saya baca. 

Baiklah, saya tidak akan mendadak menjadi pakar politik dalam artikel ini (bagi saya saat ini mengamati politik dari sudut pandang yang berbeda jauh lebih menarik): mari mengenal male chauvinism lebih dekat yang membuat hal itu terjadi. 

Feminist vs Male Chauvinist

Saya berani mengatakan bahwa mustahil ada gerakan feminisme jika tidak ada kelompok yang berseteru dengannya: Male Chauvinism. 

Male Chauvinism sendiri adalah sebuah paham yang menganggap bahwa laki-laki harus dan sudah sepantasnya terlihat lebih superior pada bidang apapun dibandingkan perempuan;—

memaksa untuk menempatkan perempuan pada posisi inferior. 

Seksisme adalah bagian dari Male Chauvinism. (Sumber Pexel | Foto oleh Markus Spiske) 
Seksisme adalah bagian dari Male Chauvinism. (Sumber Pexel | Foto oleh Markus Spiske) 

Definisi ini berbanding lurus dengan apa yang dikatakan Jane Mansbridge dan Katherine Flaster dalam tulisannya yang berjudul Male Chauvinist, Feminist, Sexist, And Sexual Harassment: Different Trajectories In Feminist Linguistic Innovation.

Male Chauvinism tentu saja selaras dengan konsep patriarki yang bisa dengan mudah kita artikan sebagai: membatasi gerak dan peran perempuan yang dianggap tak sepantasnya mendominasi ruang-ruang publik—termasuk dalam bidang politik. 

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang saya buka secara daring, chauvinisme sendiri diartikan sebagai sikap atau cinta kepada tanah air yang sangat berlebihan.

Dirunut pada latar belakang sejarahnya, paham chauvinisme ini kali pertama "diperkenalkan" oleh sosok asal Perancis (1839) bernama Nicholas Chauvin, seorang prajurit Grand Armee Napoleon yang dinilai tergila-gila dan mengidolakan Napoleon Bonaparte dan Kekaisaran lama—

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun