Pertanyaan lain timbul: kok, instrumen negara melalui pemerintah bisa masuk ke ruang privat warga negaranya?Â
Sangat disayangkan memang, tapi jika memang dirasa perlu, saya akan mendukungnya. Karena menurut saya, ada masalah lain yang menyertainya dan itu (mau tidak mau) akan saya jawab dengan:
negara belum mampu sepenuhnya mengambil masalah ini (baca: penerapan pasal UUD menyoal fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, masih jauh panggang dari api. Boro-boro diambil negara?!)—
jadi saya tidak mau menambah "masalah".Â
Tidak ada gunanya berkoar jika solusi jangka panjang bisa dimulai dari diri kita sendiri.Â
Bagus atau tidaknya generasi mendatang dimulai dari keputusan kita hari ini.
Mari berpikir secara sadar dan bertanggung jawab bahwa mengadopsi seorang anak saja, kita sebagai orangtua angkat harus dikatakan "layak" apalagi memiliki anak dari darah daging sendiri.Â
Di akhir tulisan, yang ingin saya katakan adalah jaminan persalinan tidak cukup jadi solusi jika "akar-akar" masalahnya tidak secara baik dan jernih disikapi.Â
Jangan sampai ada istilah, kita yang "ena-ena" kok ujung-ujungnya orang lain yang dipaksa untuk empati.
Tabik.Â
Catatan:
Tulisan ini adalah murni opini saya dan mungkin ada beberapa hal dalam penulisannya yang missed tentang cara saya menyikapi menyoal topik ini dan oleh keterbatasan ruang tulis pula tidak memungkinkan bagi saya memperjelasnya dalam artikel ini. Semoga untuk dimaklumi.Â