Karena gaya hidup minimalis bukan berarti seseorang harus hidup pelit—alih-alih kikir.Â
Pilihan dengan gaya hidup minimalis bukan pula tak bisa menerapkan istilah "ada harga ada barang"—hanya saja konsep gaya hidup minimalis ini menekankan "penganutnya" untuk tidak mudah tergiur menuhankan gengsi dibandingkan fungsi dari segala sesuatu yang hendak atau yang telah dibeli.Â
Gengsi?Â
Ups, rasanya itu tidak berlaku bagi Cinta Laura yang beberapa waktu lalu sempat jadi buah bibir karena prinsipnya yang enggan membeli barang-barang branded, dan itu cukup membuat saya tertarik.Â
#3 Cara menghibur diri sendiriÂ
Menghabiskan waktu senggang yang paling menyenangkan bagi perempuan mungkin adalah belanja.Â
Dewasa ini aktivitas belanja bahkan sangat jauh dipermudah hanya dengan sistem online. Banyaknya marketplace membuktikan hal tersebut. Jika tak ada cuan, cukup window shopping. Semua dilakukan tanpa perlu repot. Tinggal duduk manis.Â
Bagi sebagian besar perempuan, belanja sama halnya seperti sebuah cara lain menghibur diri (baca: boleh jadi dari penatnya rutinitas sehari-hari)—alih-alih memang sudah menjadi hobi?
Saya meyakini, mungkin user dari menjamurnya marketplace di Indonesia dewasa ini adalah para perempuan, baik perempuan lajang atau yang telah menikah.Â
Baca juga: Masih Betah Melajang? 6 Hal Ini yang Mungkin Jadi Alasan
Pun saya salah satunya. Tapi, untungnya saya tipikal perempuan yang termasuk hitung-hitungan saat belanja online (baca: tepatnya, dalam membelanjakan uang. Boleh percaya, boleh tidak, uang dua ratus rupiah yang tak dikembalikan oleh kasir minimarket inisial "A" atau "I" tanpa konfirmasi saya saja terkadang bisa bikin saya dongkol dan uring-uringan. (Halo, apa kabar SOP perusahaan?))—entah kalau perempuan lainnya.Â
Saya singkatkan saja sampai di sini dan tiga faktor tadi saya rasa cukup; ketiganya sudah bisa menjadi gambaran mengapa tulisan ini dibuat.Â