Pun tulisan yang ditulis dengan—sangat—serius hingga tulisan seputar hobi (baca: bahkan sangat ringan untuk dibaca) yang dengan secara cukup mengejutkan memperoleh banyak kunjungan melalui mesin pencari.Â
Saya membacanya (baca: tulisan-tulisan di Kompasiana) meski tentu saja tak semua dalam "jangkauan" saya.
Bukankah kita masih dibatasi waktu dan selera dalam membaca sebuah bacaan?
Saya pun demikian sebenarnya.Â
Newbie.Â
Tapi, meskipun begitu—meskipun saya anak baru atau newbie—saya berusaha mencoba ramah.Â
Walau tak melulu selalu meninggalkan komentar, namun saya berusaha mengapresiasi tiap tulisan yang saya baca. Tak peduli itu ditulis oleh Kompasianer bercentang hijau atau biru atau para Kompasianer yang statusnya tidak pada keduanya.Â
Dengan kata lain, jika saya mengapresiasi atau mengomentari satu tulisan dari seorang Kompasianer berarti saya membaca tulisan tersebut. Namun, jika tidak keduanya, percayalah, saya mungkin membacanya, tapi tidak menarik bagi saya—atau memang belum (bisa jadi juga tidak) saya baca sama sekali.
Sesederhana itu.
Saya terkadang perlu merasa berkata jujur, itu saja—dan obyektif.Â
Yang hilang.
Dan seperti kita tahu bersama, sebelum mendapatkan label sebagai Kompasianer terverifikasi (baca: centang biru), seorang Kompasianer akan berada di status "hijau" terlebih dahulu—alih-alih memang belum tervalidasi centang.Â
Sejujurnya, saya tidak tahu dengan jelas dan terperinci bagaimana para admin Kompasiana menentukan para Kompasianer untuk layak mendapat centang biru pada akunnya.Â
Saya rasa, ini pula yang menjadi pertanyaan para Kompasianer yang mungkin lebih senior menulis dibandingkan saya (baca: yang baru beberapa bulan bergabung menulis sejak Februari lalu)—jika tidak ingin sebenarnya disebut sedikit agak kecewa.Â
Bagi Kompasianer yang telah lama menulis di Kompasiana, status hijau berganti biru adalah sesuatu yang ditunggu.