Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Johnny Depp dan Cancel Culture yang Tak Mengenal Nama Besar

24 September 2021   04:46 Diperbarui: 27 September 2021   22:42 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan, karena hal itu pulalah film terbaru Depp yang diberi judul Minimata belum mendapatkan hak rilis di Amerika.

Seperti kita tahu, budaya cancel culture sendiri belakangan kian naik ke permukaan. Tak sulit untuk menjadikannya bahan pembicaraan di masyarakat atau di komunitas kecil sekalipun—apalagi jika sesuatu yang memancingnya sudah menyinggung atau menyakiti nurani publik.
Maka boom!

Menilik dari kasus Depp sendiri, saya sejatinya belajar bahwa sekalipun saya adalah manusia yang bebas namun saya sebenarnya tidak benar-benar bebas; saya terikat "nilai"—dan nilai ini yang menjadi tolok ukur untuk kemudian mengukur siapa saya di mata orang-orang. Terlepas saya menginginkannya atau tidak.

Dan jika saya melanggar nilai itu maka saya siap dengan konsekuensi yang datang setelahnya.

Johnny Depp memerankan tokoh Willy Wonka dari penulis fantasi kesukaan saya, Roald Dahl. (Sumber: Via IDN Times) 
Johnny Depp memerankan tokoh Willy Wonka dari penulis fantasi kesukaan saya, Roald Dahl. (Sumber: Via IDN Times) 

Pertanyaannya adalah:
Apakah seseorang telah sadar sepenuhnya dan berdiri benar-benar sebagai individu yang utuh ketika memposisikan diri di antara salah satu penentu cancel culture yang menimpa seseorang yang lain?

Apakah reaksi atas aksi yang dilihat dan didengar atas orang tersebut benar-benar obyektif—melainkan bukan karena terbawa suasana emosional dari panasnya hati?

Ini pula sepertinya yang menjadi dasar (baca: terlepas secara langsung atau tidak) beberapa kelompok feminis dan beberapa asosiasi industri film tatkala "menggugat" penghargaan Donostia Award yang diterima Depp dari Festival Film San Sebastian atas pencapaian seumur hidup untuk kontribusinya di dunia film beberapa hari lalu; ketidakrelaan itu jelas lebih dari sekadar kentara. 

Dalihnya tegas, pemberian penghargaan itu adalah sebuah kesalahan dan tidak etis diberikan pada Depp;

dilakukan dengan tujuan jelas sebagai trigger agar orang tak memaklumi perlakuan yang dilakukan sang aktor yang bersembunyi di balik prestasi dan kontribusi.

Dan saya SEPAKAT dengan itu. 

Saya tidak semata-mata menempatkan diri saya sebagai seseorang yang melabeli dirinya sebagai feminis saja—alih-alih pejuang kemanusiaan. 

Depp diputuskan bersalah, itu jelas tak bisa dibantah. Perlakuannya atas Amber Heard pada akhirnya sudah menjadi bagian fenomena cancel culture yang mendunia. 

Saya mengutuk keras dan menilai bahwa tak ada tempat yang berkesesuaian yang pantas atas perbuatannya itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun