Dan ini kerap terjadi pula terhadap people pleaser.
Mereka terkadang sulit membedakan antara 'bermanfaat' atau 'dimanfaatkan' orang lain—atau sebenarnya dia sudah menyadarinya, hanya saja dia mungkin takut mengakuinya terhadap diri sendiri.
#4 Selalu ingin cinta damai.
Seorang people pleaser tak ingin sengaja cari 'masalah' maka sebisa mungkin dia menjauhi sesuatu yang berpotensi menciptakan konflik. Kalaupun pada akhirnya dia kesal, lebih baik dia ngedumel di belakang yang tidak ketahuan orang.
Tak peduli anak bawang atau yang berpengalaman, people pleaser beranggapan (baca: hendak menunjukkan pada orang-orang) jika dia hanya ingin cinta damai.
#5 Kacamata tiga dimensi sebuah pujian.
Merendah tidak selalu baik, showing off tidak selalu buruk—
yang ingin saya katakan adalah kualitas dan konsistensi punya caranya sendiri untuk merebut perhatian orang lain, terutamanya atasan atau bos di tempat kerja.
Ini yang terkadang tidak disadari people pleaser.
Dia merasa menerima pujian sama saja seperti 'menghajar' orang lain tepat di hidungnya—dan people pleaser pantang melakukan itu.
Pada intinya, memilih menjadi sebenarnya easy going atau sudah menyadari jika memang seorang people pleaser—dan sedang mencari cara untuk berhenti—dikembalikan pada pilihan seseorang; pada pilihanmu.