Jika kelak kau memiliki perusahaan, maka bayar lah mahal tim marketing yang kau punya lebih dari tim bidang lainnya yang ada.
Seseorang pernah berkata begitu pada saya. Ketika saya tanya mengapa demikian, dia menjawab “mereka memiliki hati seperti baja.”
Katanya lagi, jika mereka itu (baca: para marketer) akan—dan selalu—membuang rasa tidak percaya diri mereka terlebih dahulu demi mengawali berkenalan terhadap orang baru; selalu menyiapkan diri terhadap penolakan—yang boleh jadi akan diakhiri dengan atau tanpa misuh-misuh.
Mereka adalah tombak; ada di garda depan. Salah satu "senjata" dalam lingkar terluar.
Hingga sampailah kita pada simpulan bahwasanya meyakinkan orang lain memang butuh banyak usaha (dan keahlian). Karena kalau kau bisa melakukannya (baca: lebih baik), kau tidak akan mungkin mengandalkan mereka.
Mari kita bersinggungan dengan seni berkomunikasi dalam bicara.
Sejenak akan saya ajak kau memutar ulang waktu ke lebih dari satu dekade lalu, tepatnya pada tahun 2010.
Kala itu saya menonton satu film di sebuah bioskop yang berjudul King's Speech.
Filmnya diangkat dari kisah nyata yang bercerita tentang seorang calon pewaris tahta kerajaan Inggris yang gagap dalam bicara. Film ini menarik sekaligus unik. Karena bagaimana mungkin seorang—calon—pemimpin bisa dipercayai oleh rakyatnya sedangkan ia sendiri gagap dalam mengolah kata?!
Berkat memerankan Prince Albert atau Duke of York ini, Colin Firth sukses menggondol piala oscar pertamanya dalam kategori Best Actor—untuk lebih jelasnya, kau boleh mencari tahu filmnya dan sila tontonlah.
Film ini pada akhirnya memusatkan perhatian saya pada seni berkomunikasi seseorang; seni dalam bercerita.