Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Jadi Female Wedding Photographer Bukan untuk Gaya-gayaan

28 Februari 2021   22:30 Diperbarui: 1 Maret 2021   07:46 2110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya, itu tidak ada apa-apanya selama tidak ada kalimat-kalimat yang terasa bagai nyinyiran yang mampir di telinga saya. Mau tahu, salah satunya itu apa? 

Salah satu contohnya: "Ssst...Fotografernya cewek!"—apalagi itu diucapkan dengan nada pelan nyaris bisik-bisik di antara dua atau sekelompok orang yang sedang mengobrol.

Beberapa seserahan pihak calon pengantin laki-laki sebelum proses ijab-qobul. (Foto oleh Kazena Krista)
Beberapa seserahan pihak calon pengantin laki-laki sebelum proses ijab-qobul. (Foto oleh Kazena Krista)

Sedikit banget sih, cuma tiga kata. Tapi, yakinlah itu cukup membuat pikiran saya menebak-nebak apa maksudnya.

Pilihannya cuma dua kan: mereka seolah ingin menunjukkan kekaguman terhadap pekerjaan yang saya jalani—karena memang masih terbilang jarang fotografer pernikahan dilakukan oleh seorang perempuan—atau; mereka menyepelekan saya sebagai fotografer karena saya seorang perempuan!

Tetapi, ketika perasaan-perasaan sumbang itu tiba-tiba muncul, saya akan lekas menamengi diri saya dengan langsung memberi sugesti pada diri sendiri bahwa tak ada yang salah saat saya menjatuhkan pilihan menjadi seorang fotografer yang melibatkan banyak orang saat dilakukan (baca: fotografer pernikahan)—dan tentu saja, saya pun tidak salah hanya karena saya sebagai perempuan dalam melakoninya. 

Bagi saya, menolak baper adalah jalan ninja. Jangan kasih celah, sekalipun itu sedikit.

Sebagai perempuan dan memiliki hobi fotografi mungkin menjadi fotografer pernikahan boleh kau jadikan pilihan. Tapi—tentu ada tapinya dan ini penting untuk saya katakan—asal bukan untuk gaya-gayaan. Mengapa demikian?

Ini buktinya:

1. Sabar

Jadi fotografer pernikahan itu harus sabar. Karena ini adalah kunci utama. Banyak hal-hal teknis dan non teknis yang mungkin akan kau temui di lapangan semisal human error yang ada kaitannya dengan tools yang akan digunakan meskipun jauh-jauh hari (atau bahkan beberapa jam sebelum acara dimulai) kau sudah dengan percaya diri memberi garansi "well prepared" untuk semua itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun