Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jadi Guru dengan Upah Minim? Realistis, dong!

25 Februari 2021   00:00 Diperbarui: 25 Februari 2021   00:14 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: dutainformasi.com

Ih, kalau saya sih ogah. Apa penyebabnya? Agak subyektif sebenarnya. Pokoknya, tidak tertarik. Kalau bahasa India mah, nehi. Etapi, ini saya lho ya. Buat para pembaca sekalian yang masih pernah dan masih terus ingin berjuang, monggo dipersilakan.

Sumber foto: nusantaranews.co
Sumber foto: nusantaranews.co

Balik lagi ke profesi guru, saya sendiri sangat mengagumi sosok guru sebagai profesi berikut pengabdian yang ia lakoni. Saya pribadi, dekat sekali dengan lingkungan guru. 

Saya menghabiskan masa remaja saya di lingkungan yang didominasi guru. Kakek dan nenek saya guru, paman dan bibi saya juga—bahkan almarhumah ibu saya juga pernah menjadi guru. 

Jauh lebih dari itu, saya pun masih merawat cita-cita saya hingga detik ini yang ingin sekali menjadi seorang guru taman kanak-kanak dan memiliki taman kanak-kanak saya sendiri saking sukanya saya terhadap dunia pendidikan—ini boleh jadi karena saya suka anak-anak kali ya.

Ingat, saya maunya jadi guru, bukan CPNS/PNS.

Bicara gaji kecil (dalam hal ini, apa yang menimpa guru tersebut memang sangat ironi. Gaji yang diterimanya memang jauh di bawah layak) apapun profesi utama yang kita lakoni, sebenarnya bisa kita siasati jika memang—mau tidak mau, suka tidak suka—tujuannya motif ekonomi untuk kebutuhan hidup. Bukan apa-apa, saya juga sudah sering melihat faktanya di lapangan mengenai ini. Tak sedikit orang yang memiliki side job di luar pekerjaan utamanya dan itu berlaku untuk banyak profesi. Termasuk guru. Sah-sah saja tah.

Mungkin di luar sana ada seorang guru yang di luar profesinya menjadi guru juga mencari penghasilan tambahan dengan membuka toko kelontong di rumah. Atau ada pula yang memberi les privat dari bidang yang ia kuasai dengan baik. Bisa pula ada yang membuka toko konter pulsa kecil-kecilan—atau menjadi instruktur tari salsa atau rumba dan lain sebagainya. Who knows? Apapun selama bisa menghasilkan, ya dikerjakan, mungkin begitu pikir mereka.

Setali tiga uang, saya pun melakoni hal yang sama. Saya seorang Fotografer sekaligus Desainer Grafis meski saya akui pengalaman saya mendesain masih belum setinggi terbangnya elang yang mengangkasa. Saya juga bisa lah dikit-dikit menghasilkan duit dari menulis biarpun bukan termasuk orang yang jago-jago amat.

Ini lho yang saya katakan realistis. Lantas apa salah saya berkata demikian?

Saya sih tidak menyarankan siapapun yang berprofesi guru harus ikut turun gunung mencari sumber penghasilan tambahan. Tidak begitu juga cara mainnya bukan? Jika memang gaji yang didapat dirasa cukup, buat apa capek-capek: buang waktu dan tenaga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun