Mohon tunggu...
Abdul Harris
Abdul Harris Mohon Tunggu... - -

-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Catatan Bakti Sosial: Jalan 'Sepi' Pengabdian

4 Januari 2018   20:36 Diperbarui: 4 Januari 2018   20:52 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalian pernah menyangka tidak?, jika objek yang sering kita lihat berulangkali dalam kondisi yang biasa-biasa sifatnya, ternyata berbeda jika kita memiliki tujuan yang berbeda, atau bisa dikatakan mulia untuk melangkahkan kaki menuju suatu tempat yang jauh dari tempat-tempat biasa tadi.

Cerita ini sengaja saya buat sebagai memori yang menyenangkan, yang barangkali tidak berulang sama seperti sebelum di ukir dalam setiap helai lembar catatan pribadi.

Hari ini saya bersama bang Ari sementara menunggu bang Ofan Tuarita bersama rekan-rekan dokternya menuju dari jakarta,  makasar ke ambon. Saya dan bang ari menunggu tepat di depan fakultas kedokteran unpatti. Awalnya di tempat tongkrongan menyenangkan kami di jalan baru, ada tiga orang. Saya, abang ari, sama si imron (Axon). 

Saya sempat menyesal jika si imron tidak bisa ikut bersama-sama dengan kami, padahal si imron bagi saya adalah adik-adik yang paling berguna dan tidak sombong dengan pengetahuan teknologinya.

Di tempat tongkrongan tersebut, kami tinggal bersama dengan bapak dan ibu kami, pak ahmed siauta dan ibu debi latuconsina. Sore ini kami juga sudah pamitan sama axon dan  bang Amet, dan tidak sempat pamit sama cha Debi. Saya berkata kepada axon kalau 2 hari lagi kami sudah kembali pulang. Setelah itu kami langsung tancap sembari menunggu bang Ofan. 

Tepatnya sekitar jam 5, bang Ofan tiba di depan Fakultas Kedokteran, kami-pun langsung naik di mobil yang hanya berkapasitas lima orang. Oh iya rekan-rekan dokternya bang ofan ternyata se angkatan sama saya. Satunya bernama Gifar dan satunya lagi Heldi. Mereka berdua aktif di banyak organisasi, dan tentunya memiliki pengalaman teknis lapangan untuk agenda bakti sosial, penyuluhan kesehatan dan sunatan masal.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Saat jalan kami belum langsung menuju desa liang, kami masih singgah di rumah tuanya bang ofan di desa Tial kecamatan Salahutu. Sekitar stengah jam kami singgah dan makan lapat.

Makanan tersebut sangat enak, apalagi tarasinya. Sangat pas dengan lapat-nya. Setelah makan kami langsung bergegas jalan sambil pamitan bersama keluarganya bang ofan, yakni nenek dan bibinya. Kami memang tidak bisa lama istirahat, soalnya kapal Feri jadwal berangkat terakhirnya jam 8. Karena sampe di tial sudah sekitar jam 6 sore, makanya sekitar stengah jam lebih kami langsung ke Liang. Sampai disana dengan waktu yang cukup mendekati kurangnya target, yakni jam 7:43. Kami pikir sudah mau berangkat, ternyata belum, sampai mendekati jam 9 baru kapal Feri-nya berangkat. 

Sambil menunggu kapalnya berangkat kami santai di ruang tengah kapal untuk minum kopi bersama bang ofan sama adik-adiknya dari fakultas kedokteran, yang juga sementara hendak menyelesaikan Coasistennya pada profesi kedokteran. Awalnya kami masih sempat malu-malu karena baru berkenalan saja. Saya juga sempat mikir kalau anak-anak yang kuliah pada Fakultas Kedokteran itu semuanya sama saja.  

Maksudnya hanya berorientasi tunggal pada belajar dan mengejar target terakhirnya, yakni pekerjaan dan provit. Tapi ternyata tidak, setelah kami berbincang-bincang lama seputar dinamika mahasiswa khusunya pada Fakultas Kedokteran yang ada di Universitas Muslim Indonesia (UMI).

Mereka berdua juga sama almamaternya sama bang Ofan, banyak juga masuk organisasinya. Mereka berdua juga aktif di HMI, organisasi internal dan organisasi profesi. Mereka berdua bagi saya sangat menyenangkan. Berjiwa petualang, dan memiliki animo yang besar terhadap perubahan.    

Jika ditanya hal apa yang membuat kami menjadi cepat akrab. Jawabannya karena organisasi dan kemauan. Saya, bang Ofan, bang Adit, bang Ari, Heldi dan  Gifar berasal dari organisasi HMI, institusi ini merupakan institusi yang sangat besar dan sudah tua. Kita bahkan tidak bisa mengenal satu sama lain, jika tidak ada dorongan dan kehendak untuk sama-sama berpartisipasi dalam satu agenda. Nah agenda bakti sosial inilah yang mempertemukan kami.

Dalam suasan ngopi itu, saya kebanyakan melepmparkan pertanyaan seputar kondisi kemahasiswaan yang ada disana. Banyak ceritanya, mulai dari perang rebutan struktur, perang kebijakan antara pengelola kampus dengan mahasiswa, sampai dengan budaya hedonisme mahasiswa yang ada disana. 

Mungkin pertanyaan penting saya waktu itu adalah kepada gafar dan Heldi. Mengapa mereka masuk HMI, dan apa jadinya jika mereka tidak ber-HMI, kemudian bagaimana mereka menyikapi anak-anak kedokteran yang tidak sempat berhimpun pada organisasi yang seperti ini. 

Jawaban mereka bervariasi, kalau si gafar karena kulturnya disana memang seperti itu, kalau untuk si Heldi tidak, abangnya yang juga berasal dari Kalimantan pernah mengatakan kepadanya dengan sengaja, jika kamu tidak bisa mengajak teman-temanmu untuk gabung bersama untuk masuk organisisai kamu akan kena imbasnya. Terus disana biasanya dipisah-pisahin, kalau yang ber-HMI di samping kiri dan yang tidak di sebelah kanan.

Sembari bercerita, kami tiba di tempat persinggahan awal dermaga Fery Waipirt Seram Bagian Barat (SBB), Provinsi Maluku. Setelah turun kita sudah dijemput oleh sopir keuraga bang Ofan, kami langsun naik dan mengantarkan si supir ke rumahnya, dan melanjutkan perjalanan ke masohi menggunakan mobi,l tersebut. 

Saat itu kondisi Tubuh saya mulai mengalami pembahruan, karena baru masuk lagi ke Kota Masohi. Kami sampai disana sekitar jam 12 lewat. Sebelum sampai bang Adit sudah memesan penginapan kepada kami semua. Bang Adit juga sudah menunggu kedatangan kami berlima. Setelah sampai sebagiannya langsung isturahat. Dan saya masih menyempatkan diri untuk menuliskan catatan salinan dari buku ke Laptop.

26/12/2017

Malam itu tak disangka saya ketiduran sekitar jam 3:43, yah itu buat nyelesain catatan dikertas, malam itu kita nginap di hotel kawan baik saya sewaktu sekolah, namanya lulu.  Saat tidur dimalam itu kami semua harus maksa diri untuk bangun sekitar jam 07:00 untuk lanjut lagi ke tehoru. Sekitar dua jam, kami sampai disana. Tiba di lokasi, ternyata di tempat kegiatan sudah ramai orangnya. Mulai dari kakek nenek samapi anak-anak kecil.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Heldi, Gifar dan bang Ofan tidak berlama-lama lagi, mereka langsung bergerak. Bang Ofan bertugas melayani orang dewasa, sedang Gifar dan Heldi melayani anak-anak untuk di sunat. Disana juga ada pegawa yang turut berparitisipasi, kegiatan ini juga bekerja sama dengan Kohati HMI cabang Masohi. 

Cha Safia Lewenussa selaku Ketua Kohati seklaigus senior saya di Pecinta Alam juga sudah hadir disana bersama adik-adik kohatinya, dan mereka memfokuskan diri untuk melayani dan mencatat nama-nama pasien untuk diperiksa dan diberikan obat. 

Saya bertugas untuk mengmbil dokumentasi, saat itu saya juga ingin melihat si Heldi dan Gifar melakukan sunatan. Mereka berdua juga sementara bersiap-siap bekerja, memasangkan sarung tangan dan mengoles minyak di sekujup tangan mereka.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Saat itu saya memang ingin melihat cara sunat, setiap anak pernah di sunat, tapi mereka tidak pernah menyaksikan proses mereka disunat pada kondisi saat mereka sementara disunat. Cara mereka berdua untuk menyunta bisa dibilang sangat baik, sudah tentu karena pengalaman mereka berdua di tim medis Fakultas kedokteran UMI-lah yang menjadikan mereka berdua pandai dan serasi dalam melakukan proses sunatan tersebut.  
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
27/12/2017

Habis baksos kami tidak sempat ke momen liburan di tehoru, saya juga tak tahu mengapa sampai tak jadi, hari kedua ini yang tidak nikmat menurut saya , tetapi menjadi nikmat bagi para pasien. Ini adalah keadilan di bagian tengah dari sebuah resiko atas pilihan dan keputusan. Hari ini bagi saya kalaupun tidak nikmat, kita harus mampu menciptakan kenikmatan yang lain. 

Saat itu kita sempat membawa gitar ber-merk Brunswick, milik kakaknya bang ari, kami menyanyikan 5 lagu indonesia, sangat indah karena suasana di kawah nuah dengan cuaca gerimis membuat kami merasa nikmat dengan tambahan kopi hangat yang di buatkan sahabat lama saya Amin Silawane. Bagi saya ini sangat menghibur.

Selesai itu sekitar jam 6 lewat, kita bergegas pulang ke Tehoru dan seterusnya pamit ke kediaman yang awalnya di siapkan kepada kami oleh keluarganya Amin. Setelahnya kami langsung pulang kembali ke hotel. 

Tak sempat jauh dari Tehoru, kami di palang oleh sekelompok anak-anak muda dengan pembatas jalan berupa jaga kelapa dengan tujuan untuk meminta uang kepada kami, untuk hanya sekedar membeli rokok. Bang Ofan sangat marah, kamipun semuanya juga sama-sama marah saat itu, karena cara mereka sangat tidak etis dan memuakkan. 

Tapi begitulah, saya sempat berpikir bahwa ternyata orang tidak semuanya sama, masih ada yang ketinggalan, masih ada yang mau menuju ketertinggalan, dan adapula yang maju dan semakin maju. Doa saya semoga mereka juga maju dan semakin maju.

Waktu itu juga ada bang Ciko (Abdul Azis Latuconsina), bang Ciko sempat bercerita banyak hal terkait dinamika mahasiswa yang ada di masohi. Ceritanya sungguh menarik namun tak etis jika saya ulas disini. Bagi saya bang Ciko itu generasi muda yang memiliki visi dan kerja lapangan yang cukup sukses, cerdas, cermat dan pandai sekali dalam berkomunikasi dengan siapapun.

Setelah bercerita cukup panjang, akhirnya kami tiba di Masohi dan langsung istirahat. Sebelum istirahat saat itu saya berencana membuat deskripsi singkat untuk catatan ini. Maksud saya sederhana, setelah kegiatan ini banyak hadir spekulasi dan kenampakan jelas di mata orang. Jika di ulas, di beri jarak panjang, lebih dari sekedar foto yang sangat singkat maka asumsi-asumsi tersebut bisa dibatasi. Sebab bagi saya orang-orang juga memiliki anggapan yang dangkal terhadap hal-hal yang demikian.

Selesai membuat deskripsi singkat mengenai catatan jalan ini, kami langsung istirahat. Saya langsung nginap di rumah kebesaran keluargan saya selama se hari. Banyak kenangan di gubuk itu, dari tempat itu kakak tertuaku sering menitipkan pesan yang tak pernah saya lupakan seumur hidup, bahwa kelak gubuk itulah yang akan menjadi sejarah kebesaran saya bersama dengan keluarga saya.

28/12/2017

Setelah sehari nginap, bercerita dengan ayah dan ibu saya secara singkat, saya langsung kemnali ke hotel untuk melanjutkan agenda baru kami. Padahal sebelum sampai ke rumah, saya memiliki perjanjian dalam diri, bahwa setiap pertemuan ada hasil berarti dari saya dan ini belum sempat untuk di penuhi.

Setelah sampai di hotel, saya kembali betemu sama bang Ari, bang Ofan, bang Adit serta saudara-saudara baru saya, gafar dan Heldi. Saat itu kami mau di ajak ngopi sama bang Adit dan bang Ofan, untuk refresh sehari selepas kegiatan berat di kemarin harinya. Ohh iya, waktu itu tempat ngopi kita di depan pusat keramaian baru di Kota Masohi, Ina Marina, tepatnya di depan lokasi Dulang Patita (Dulpat). Diselah-selah ngopi, ternyata bang Hasan Al-Katiri seorang Wakil Rakyat dari Kabupaten Maluku Tengah juga ingin membuat Bakti Sosial yang sama di dareah pemilihannya di Seram Utara desa Wahai.

Saat ngopi, kami langsung Chek Out dari tempat nginap, saya sempat pulang ke rumah dan pamitan dengan keluarga saya, saat itu saya selalu berharap keluar dengan aman, tanpa ada gejolak sedikit dengan siapapun. Karena dengan begitulah saya dapat menghimpun semua cerita ini dengan hati yang bersih tanpa ada sedikit tendensi kepada keadaannya, dan alhamdulilah saya keluar dari rumah dengan keadaan yang baik. Setelah itu saya kembali ke tempat ngopi, mempersiapkan barang-barang kembali. 

Saat itu ada masalah, ternyata perlengkapan pengobatan kami tertinggal di Tehoru, bukan kami melupakannya tetapi kata si Gifar sewaktu mengngkut barang-barang dari Tehoru dan kembali ke masohi, ternyata ada yang salah di turunkan oleh pihak di sana, karena masalah itu kami sempat kepanikan. Dalam kondisi yang demikian saya memaksakan diri untuk santai dan percaya diri saja. Waktu itu bang Adit barangkali dengan ucapan yang sengaja mengatakan kepada kami, kalin langsung ke rumah sakit dan ambil barang-barang yang ketinggalan saja. 

Saat itu saya dengan respect cepat merespon ucapannya, saya katakan langsung kesana yah abang?, bang Adit menjawab ya langsung saja. Saat itu saya, Heldi, Gifar, dan bang Ari langsung kesana dengan mobilnya bang Ofan. Tiba dirumah sakit kami langsung menuju ruang Instalasi Farmasi, kami langsung berkomunikasi dengan penjaganya. Saat itu saya yang berbicara dengan penjaganya, saya pikir saya memiliki pengalaman yang cukup untuk berhadapan dengan pihak pemerintahan. 

Waktu itu saya katakan alasannya dengan memberikan penekanan bahwa kami telah melakuikan kerja sama dengan pihak terkait, selain itu kegiatan kami ini untuk kemanusiaan. Tapi ternyata kami masih di buat menunggu. Sekitar 25 menit menunggu, pihak penjaganya mengatakan kepada kami bahwa harus ada yang bertanda tangan hitam di atas putih atas masalah dan kebutuhan kami yang sangat mendesak itu. Saat itu saya langsung menelpon kembali bang Ofan sama bang Adit, karena mereka berdua adalah penanggung jawab kegiatan ini. 

Bang Ofan yang berstatus sebagai Direktur Utama Badan Koordinasi Lembaga Kesehatan Mahasiswa islam (BAKORNAS LKMI) dan bang Adit sendiri sebagai ketua badan koordinasi himpunan mahasiswa islam maluku-maluku utara (BADKO MAL-MALUT) datang. Ternyata mereka sudah terlebih dahulu berkomunikasi sama dokter Saleh Tualeka, yang akrab di sapa dengan sebutan dr. Le. Dkoter le juga salah seorang almunus HMI UNHAS yang sangat loyal dengan kegitan-kegitan HMI. 

Cerita mengenainya sudah saya dengar sekitar 2 tahun yang lalu. Saat itu juga kami langsung di berikan kebutuhan-kebutuhan yang kami minta. Dinataranya, suntik, obat kram, kassa, plaster, handscoon, dan obat-obatan penunjang lainnya. Saat itu saya dan Gifar langsung paham dan tertawa setelah mendapatkan alat-alat tersebut. Saya mengatakan kepadanya, inilah kekuatan koneksi. Jika koneksi sering dipahami dengan konotasi yang negatif, maka hal demikian bisa kita balikan, jika dipergunakan demi kemanfaatan orang banyak yang membutuhkan.              

setelahnya kami langsung ke rumahnya bang Hasan sekitar jam 5 sore, kami berada disana empat jam. Karena menurut bang Hasan yang sunatan disana ada 80 orang,  makanya waktu itu kami putuskan untuk mengubungi seseorang dari sana untuk membawakan barang-barang yang ketinggalan di Tehoru. Waktu kakaknya bang Arie yang berhasil kami hubungi, dan ia bersedia datang membawanya. 

Kami sangat berterimakasih kepadanya. Dengan waktu yang sudah malam dia seorang diri berani membawakan barang-barang tersebut kepada kami. Sekitar jam 8 lewat kakaknya bang Arie sampai, bang Hasan sempat memberikan anggran keringat serta uang bensinnya. Perjuangan yang luar biasa bukan..?

Setelah itu sekitar jam 9 kami langsung tancap ke Seram Utara. Seumur-umur saya dengan sadar belum pernah ke sana. Waktu itu saya anggap sebagai perjalanan yang sangat menyenangkan karena hal baru menurut saya selalu memberikan pengalaman yang berkesan. Dengan kecepatan normal kami langsung beragkat menuju setiap lintasan jalan yang menukik, berbelok, dan terjal. Saya tidak ngantuk sama sekali saya menikmati setiap jalan yang di lewati.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Saat itu kami singgah di lokasi peristirahatan sekitar 2 jam kurang lebihnya perjalanan. Di tempat itu menyediakan aneka minuman dan makanan. Saat itu kami singgah di warung yang paling ujung . disana kami harus menyempatkan diri untuk santai minum kopi. Sekitar 3o menit lebih, kami lanjutkan perjalanan kembali. 

Saat melalui jalan yang sangat berbelok-belok, saya dengan sendirinya mulai memberikan kesimpulan kalau ternyata jalan yang kami lalui ini dikatakan jalan SS karena tikungan jalannya banyak menyerupai huruf S. Udara disana juga sangat dingin, selain itu juga banyak kabutnya. Sekitar 1 jam lebih akhirnya kami sampai di Wahai kecamatan Seram Utara Maluku.

29/12/2017

Saat itu kami langsung singgah di saudaranya bang Hasan. Sebelum sampai kesana, kata bang Hasan mereka sudah menunggu kedatangan kami. Dan ikan kuah kuning sudah menanti. Teman saya dari komisariat kedokteran UMI pernah mengatakan kepada saya, kalau di makasar dia tidak bisa makan ikan, tapi saat datang di Maluku dia bisa makan ikan. 

Katanya, ikan disini enak apalagi pakai colo-colonya. Dia dengan si Gifar kalau makan di warung biasanya tidak pernah nambah, tapi kalau makan makanan khas di maluku, biasanya merka suka nambah. Disana ada kasbi, ada ikan kuah, ada juga ikan bakar. Saat Selesai makan, bang Ofan mengatakan kepada saya untuk balik ke Gemba seram bagian barat. Awalnya sebelum sampai, bang Ofan sudah menanyakan kesediaan saya untuk balik dengannya. 

Saya pikir itu cuman bercanda, karena kita harus menempu 5 sampai 6 jam untuk sampai kesana lagi, jadi totalnya sudah 10 jam perjalanan kesana, dan itu tidak terhitung untuk balik ke Wahai lagi. Tapi ternyata hal itu benar, bang Ofan serius melakukan perjalanan balik. Alasan bang Ofan balik ke Gemba karena panggilan dari ibunya untuk menyunatkan adik sepupunya, soalnya ibunya bang Ofan sudah membagikan  undangan sunatan keluarganya, dan yang harus datang menyunat adalah bang Ofan, saat itu kegiatan sunatan di selenggarakan jam 8 pagi. 

Dan saya menyepakatinya, sebelum jalan keluarganya bang Hasan menwarkan kopi. Mereka yang ada di sana juga sangat heran dan khawatir, apalagi bang Adit. maksudnya tidak mungkin orang mau melakukan perjalanan yang berat seperti itu, kita kelelahan. baru waktu juga sudah hampir pagi. 

Mau di buat bagaimana, ini perintah orang tua, bang Ofan memang sangat menghargai orang tuanya, apalagi ibunya. Sebelum berangkat, kami di tawari kopi halia oleh keluarganya bang Hasan, kopi tersebut sangat enak dan natural. Saya menghabiskan satu gelas, bang Hasan mengatakan kepada kami hati-hati dijalan nak. Habis pengobatan kita akan liburan di pantai ORA. waktu itu bang Ofan juga memerintahkan bang Ari, Gifar sama Heldi untuk menyiapkan satu alat kepada bang Ofan, sebenarnya bang Ofan juga sangat dilema, karena bang Ofan juga memiliki peran penting untuk kegiatan di Wahai. 

Bang Ofan bertugas sebagai dokter untuk melayani pasien yang sakit, sedang Gifar dan Heldi bertugas untuk menyunat. Tapi saat itu mau dibuat bagaimana, bang Ofan membuat skema perjalanan, kita harus sampai di gemba jam 8 tepat, selesai sunat kita langsung balik kembali.

 Saat minum kopi, saya sudah memikirkan ratusan pertanyaan kepada bang Ofan, pokoknya saya harus membuat diskusi di perjalanan kami menjadi seru dan tidak membuat saya sama bang Ofan menjadi ngantuk. Karena bahaya sekali jika saja ngantuk pada perjalanan yang panjang di lintasan yang terjal itu, bisa-bisa nywa kita hilang.

Saat perlengkapan yang disiapkan kepada bang Ofan selesai, saya dengan bang Ofan langsung menancapkan gas tepat pada Jumat Subuh. Dalam perjalanan yang panjang itu, saya berdiskusi banyak dengan bang Ofan terkait dunia Medis. Saya bertanya kepada bang Ofan terkait sebab penyakit dan pengobatan yang efisien. Pertanyaan saya cukup banyak, saya juga mempertanyakan soal prioritas kepercayaan belajarnya anak-anak kedokteran, antara yang gaib-gaib dan nyata-nyata. 

Kemudian respectnya anak-anak kedokteran untuk bergabung dengan HMI itu bagaimana. Banyak jawaban saat itu, terkait hubungan pasien dan dokter bang Ofan bercerita banyak. Menurtnya satu hal yang paling penting dari pengobatan adalah komunikasi. Karena komunikasi rasional dengan menghadirkan analogi/contoh-contoh untuk pasien, akan membuat pasien menyadari sebab dan akibat penyakitnya. 

Dan ini memang benar, saat bang Ofan memeriksa ibunya bang Hasan, ibunya bang Hasan melakukan pengobatan di dua dokter yang berbeda tapi menganjurkan obat yang sama, tapi nyatanya hanya satu yang berhasil, padahal sama obatnya.

Pada saat di periksa di dokter yang satu, ibunya bang hasan semakin sakit, saat diperiksa di dokter yang satunya lagi, ibunya bang Hasan semakin baik, padahal kata bang Ofan, dokter itu ibarat obat juga, komunikasinya akan memberikan penyembuhan yang efektif, jika dia mendiagnosa pentakit dan memberikan batasan dan anjuran yang tepat kepada pasien. 

Bahkan dokter akan menjadi kepercayaan, layaknya tuhan-tuhan kecil. Bang Ofan juga menambahkan, melalui komunikasi, salah satu hormon yang sering menutup pertahanan diri di otak akan dibuka, kemudian akan di isi dengan penjelasan-penjelasan yang semakin memperkuat pertahanan diri dari penyakit. Hal itu menurut bang Ofan yang sangat penting. Bahkan komunikasi katanya lebih penting sekali dari pada obat.

Kemudian pertanyaan kedua terkait prioritas kepercayaan dalam dunia kesehatan, kata bang Ofan mereka tentu tidak akan berpaling dari dunia yang kongkrit serta sebab dan akibat yang khusus di maksudkan dalam dunia medis. Itu pertanyaan yang cukup berat memang. Dan saya memberi kesimpulan sementara bahwa keterbatasan manusia untuk mengenal sesuatu akan membuatnya terasing dalam dunia yang nyata, dan akhirnya akan menciptakan ihwal-ihwal baru untuk menyelesaikan problem tersebut.

Terkait motivasi anak-anak kedokteran untuk bergabung dengan HMI, memang sudah kami perbincangkan sewaktu masih ada di feri menuju Kota Masohi, saya sangat bangga dengan bang Ofan beserta adik-adik komisariatnya. Kata bang Ofan, dulu HMI tidaklah sekuat sekarang dalam hal proses kaderisasi sampai distribusi kader pada lembaga-lembaga internal eksternal. 

Karena usaha dari para seniornya, maka sekarang di fakultas kedokteran UMI  jika tidak bergabung dengan HMI, maka yang tidak akan menjadi minoritas. Kata si Gifar dan Heldi, sekitar 70-80% banyak anak-anak kedokteran yang bergabung dengan HMI. Saya sangat terkesan dengan Gifar dan Heldi, walaupun sementara KOAS, mereka rela meninggalkan pendidikan profesi mereka menjadi dokter demi banak hal.

Saya dan bang Ofan juga bercerita bannyak mengenai proses kedepan. Saya juga memiliki harapan besar jika suatu saat, saya bang Adit, bang Ofan,  bang Ari, Heldi dan Gifar, akan dipertemukan kembali dalam kerja-kerja berikutnya.

Perjalanan saya dan bang Ofan pada malam itu sangat menyenangkan, kami tidak ngantuk sama sekali, tak disangka sudah pagi, dan kami juga belum sampai di jalan pertigaan, sekitar 1 jam bang Ofan menancapkan gas untuk memburu wakktu. 

Saat bisa dikatakan perjalanan kami semua adalah memburu waktu. Akhirnya dalam kecepatan, kestabilan dan kehatian-hatian, kami sampai di pertigaan, dan langsung tancap kembali ke Gemba. Saat itu bang Ofan singgah di desa Hualooy, asal kampung ibunya, untuk memanggil sopir dari ibunya bang Ofan untuk menggantikan  bang Ofan. Yahh memang, perjalanan itu sangat melelahkan. 

Saat itu sopirnya langsung menggantikan bang Ofan, saya dan bang Ofan baring-baring sebentar. Sekitar stengah jam kami sampai di Gemba. Tiba disana bang Ofan langsung melakukan aktifitasnya, saat itu saya masih di dalam mobil, saya tidak berani masuk ke acara tersebut, cukup besar dan formal, saat itu saya menggunakan celana pendek yang sudah sobek-sobek. 

Karena hal itu, sopirnya mengajak saya untuk mengantarnya menggantikan kampas koplen mobilnya bang Ofan. Sekitar 1 jam saya tidur dalam mobil saat kampas koplennya di gantikan. Pagi menuju siang itu cukup memanaskan, dan saya tekaget, sopirnya berkata kepada saya kita kembali ke acara tersebut, karena sudah habis sunatan, sekalian makan-makan. 

Kami kesana bukan dengan mobil yang sementara di perbaiki, tapi dengan mobil adik bungsunya bang Ofan yang tanggal 5 januari ini akan menikah di desa Laha. Sampai disana saya langsung kebelakang dan makan. Saya juga tak sempat menghabiskan makanannya, bang Ofan saking buru-burunya saya putuskan untuk buru-buru juga. Setelah berpamitan dengan semua keluarga bang Ofan, kami langsung bergegas kembali. Saat itu kami menggunakan mobil yang lain dengan sopir yang lain  juga. 

Sopir yang satu ini juga berasal dari desa hualoy, ia juga sudah berpengalaman melakukan perjalanan kesana. Saat itu perjelanan balik kami terhitung mulai dari jam 11 tepat, kami tak sempat sholat jumat karena terburu-buru untuk kegiatan disana. Kata bang Ofan kepada sopir kita harus sampai disana sekitar jam 2 tepat, si sopir mengatakan kembali, katanya terlalu berat, mungkin sekitar jam 3 sampai. 

Bang Ofan kembali menekan, yang penting cepat saja. Dengan kecepatan 100KM. Kami sampai disana sekita jam 2 lewat, bang Ofan dan saya hanya istirahat sebentar saja, kami langsung ke gedung kegiatannya bang Hasan. Sampai disana Gifar, Heldi, bang Ari dan bang Adit sudah menyelesaikan sunatan, waktu itu  pasien sunatannya hanya tersisah satu orang saja. 

Bang Ofan langsung menuju ketempat pemeriksaannya. Saya melihat warga yang datang disana saat itu cukup banyak hampir seimbang dengan yang ada di tehoru. Perisis sama wajah-wajah harapannya kepada dokter. Bang Ofan ternyata sudah di tunggu dari pagi lagi, stengah dari pasien sudah pulang, sekitar ada 30 lebih pasien disana, dengan tenang bang Ofan mulai bekerja dan berkomunikasi dengan pasiennya.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Saat itu saya menafsirkan kalau bang Ofan sebenarnya merasa waktu untuk pemeriksaannya terlalu singkat, kami juga di buru dengan waktu, untuk sorenya kami harus liburan ke pantai ORA. Tapi ternyta gagal kesana. Bang Ofan selesai pemeriksaan sekitar jam 5 lewat. Itupun menurut saya belum cukup.

Saya hanya datang membantu dan mengambil barang-barang yang penting kepada Gifar, Heldi dan bang Ofan. Setelah selesai, kami langsung kembali mengemaskan barang-barang untuk bergegas pulang. Perjalanan yang melelahkan. Pokoknya di hari-hari keseluruhannya, kami merasakan semua hal. Bosan, capek, muak, akhirnya semua itu kembali menjadi gembira. 

Kami nyanyi dan buat video singkat di mobil sama-sama saat hendak pulang. Sampai di Gemba sekitar jam 10 malam, langsung istirahat dipenginapan. Karena besok ini adalah arus mudik, makanya kita harus tempo ke pelabuhan. Paginya kami menyiapkan barang-barang lagi, setelah berkunjung kerumahnya bang Ofan di dekat pelabuhan.

Sebenarnya kami bisa nginap disana, tapi rumah bang Ofan di sana agak kecil, dan tidak cukup untuk menampung kami semua. Sampai disana kami di buatkan kopi, bang Ofan mengajak kami untuk makan kelapa muda di belakang rumahnya. Sekitar 7 buah yang kami petik, kami di rumhanya bang Ofan dari pagi sampai siang dan di siang itu itu cukup panas sekali, karena kepanasan bang Ofan menyuruh adiknya untuk membelikan Es batu untuk dicampurkan dengan kelapa mudanya. Sejenak santai minum kami juga menyempatkan diri untuk menunggu si sopirnya bang Ofan yang sementara mengantar penumpang.

mg-1589-jpg-5a4e1b2cab12ae33fa1e5932.jpg
mg-1589-jpg-5a4e1b2cab12ae33fa1e5932.jpg
Kami pikir sopirnya akan datang di siang itu, ternyata dia sampai sekitar jam 4 lewat. Saat itu kami cepat bergegas menuju ke pelabuhan fery, yang kami tahu, perjalanan kami pada hari itu sudah harus sampai di ambon, karena Gifar dan Heldi sudah harus berangkat pagi jam 8 pagi ke Makasar. Kami menunggu sekitar empat jamnya di pelabuhan karena antrian mobil yang cukup banyak. Syukurlah nomor antrian kami lolos. Sampai di fery kami ber enam naik ke anjungan atas feri dan melihat pemandangan dan bercertia di malam itu.
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Karena sudah terbiasa melakukan perjalanan yang panjang dan lama, kami sudah tidak menghitung waktu untuk sampai ke ambon. Sampai di pelbuhan desa Liang kecamatan Salahutu sekitar jam 11. Kami tidak langsung ke kota ambon, kata bang Ofan kita harus singgah di desa Tial sebentar. Sampai disana ternyata ada acara pertemuan besar antar desa Pelauw dan desa Tial. Mereka buat pesta, sangat ramai sampai jalan utama di tutup. Tak berselang beberapa menit kami langsung tancap lagi ke kota Ambon. 

Malam itu kami berencana foto-foto di Jembatan Merah Putih (JMP) dan akhirnya berhasil, liburan kami dari perjalanan-perjalanan yang panjang itu hanya di JMP saja. Tapi kami mensyukuri semua itu. Karena yang penting bagi kami adalah kegiatannya berhasil. Kami sempat foto-foto terakhir di sana. Karena jam 8 pagi kami harus mengantar Gifar dan Heldi ke bandara untuk pulang.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
30/12/2017

Selesai foto-foto di JMP, kami langsung balik ke rumahnya bang Adit sekitar jam 1. Awalnya kami ingin menginap di kediamannya bang Amet sama cha Debi (bapak piara & mama piara) cuman sudah lat waktunya dan pintunya juga sudah tertutup, makanya kami langsung ke rumahnya bang Adit. Sampai disana bang Ofan memerintahkan Gifar dan Heldi untuk beristirahat karena jam 6 pagi mereka sudah harus bangun untuk pulang. 

Malam itu saya menyempatkan diri untuk tidak tidur. Karena menurut saya malam itu kalau saya ikutan tidur bisa di pastikan Heldi dan Gifar tidak akan pulang karena ketiduran. Siapapun jika berada pada kondisi yang sangat capek dan melelahkan pada saat itu, pasti akan terlelap tidur yang tak terkontrol. Malam itu adalah malam-malam yang berat juga untuk saya sendiri, saya berdiam diri untuk menuliskan catatan ini dari jam 2 sampai jam 4 lewat, saya hanya berbaring sebentar saja di depan teras rumah layaknya penjaga malam. Sampai salah seorang adik kompleksnya bang Adit membukakan pintu pada subuh itu dan memanggil saya untuk istirahat di kamar ksoannya.

Saya hanya membaringkan diri stengah jam saja. Setelah bangun dan menunggu shalat subuh habis, saya langsung membangunkan semua orang. Sampai setelah mereka bangun dan siap, saya bang Adit bang Ofan bang Ari, mulai bergegas lagi ke bandara mengantarkan dua saudara terbaik kami untuk pulang ke makasar. Dalam perjalanan saya berharap mereka akan aman-aman saja ketika melanjutkan pedidikan profesi mereka. Kalo bisa di bilang adik-adiknya bang Ofan seperti Heldi dan Gifar merupakan generasi yang cemerlang. 

Satunya pandai dalam berkomunikasi yang satunya lagi pandai dalam memahami orang lain. Kami sempat saling berpelukan untuk terakhir kaliya di tanah maluku. Pelukan itu merupakan tanda awal persahabatan kami. Untuk Gifar dan Heldi, semoga kita akan ketemu lagi. Kasih kabari jika sudah selesai KOAS yahh... untuk bang Ofan saya bang Ari sama bang Adit sedang menunggu kedatangan abang ke acara perkawinan adiknya abang.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
demikian catatan ini selesai dibuat, sebagai memori kemanusiaan.

Ambon 01/04/2018.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun