Hukum Administrasi Negara (HAN) meletakkan dasar bagi suatu lembaga yang menjadi dasar departemen pengawas dalam merumuskan peraturan pengelolaan pemerintahan. Keberadaan HAN sangat penting untuk menegaskan bahwa tindakan dan perintah supremasi dijalankan sesuai dengan instruksi lembaga terkait. Berkat keberadaan HAN, setiap tindakan administrasi publik dapat diawasi dan bila perlu perlu digali mekanisme kelembagaan yang eksplisit dan adil. Cela berharap dapat mencegah korupsi dan melindungi nasib baik masyarakat.
Â
Signifikansi Hukum Administrasi Negara
Pada dasarnya HAN bertujuan untuk mewujudkan negara yang transparan, bertanggung jawab dan tanggap terhadap keinginan masyarakat. Transparansi dalam Negara berarti segala tindakan dominasi dapat diakses dan diawasi oleh warga sipil, sehingga terhindar dari kebohongan dan tindakan sewenang-wenang. Akuntabilitas, sebaliknya, mengharuskan setiap pejabat publik untuk bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan yang diambilnya. Dengan cara ini, orang bisa lebih percaya pada domain Anda. Tugas utama HAN adalah menggerakkan otak ganda untuk meremajakan birokrasi. Reformasi ini bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan negara, meningkatkan tingkat pembiayaan sipil dan mempopulerkan perubahan dalam sistem pemerintahan negara. Didukung dengan kebiasaan yang kuat, peremajaan birokrasi dapat dilakukan dengan cara yang lebih praktis dan berkelanjutan, dengan menggunakan taktik untuk mengembangkan aparatur sipil negara yang lebih reseptif dan partisipatif. Dengan memiliki esensi budaya yang jelas, kepemimpinan dapat melibatkan masyarakat dalam strategi penciptaan layanan, memastikan bahwa layanan yang dihasilkan selaras dengan keinginan dan impian masyarakat umum.
Â
Mekanisme Peradilan Administrasi Â
Salah satu aspek penting dari HAN adalah adanya mekanisme peradilan administratif yang memungkinkan masyarakat mengajukan tuntutan terhadap pernyataan administratif yang dianggap merugikan. Keadilan administratif ini berdenyut sebagai kekuatan eksternal untuk melakukan manuver dominasi, memberikan kecenderungan kepada masyarakat untuk mencapai keadilan. Selain itu, HAN juga menyusun keputusan-keputusan dan pakta-pakta administratif yang harus dipatuhi oleh divisi dominan dalam menjalankan fungsinya, sehingga dapat terbentuk sistem manajemen yang efisien dan efektif.
Proses peradilan tadbir biasanya menelusuri serangkaian langkah, yaitu:
1. Mengajukan gugatan
Pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pernyataan administratif dapat mengajukan pengaduan ke panel hukum administratif. Tindakan ini harus diajukan dalam jangka waktu yang ditentukan sejak diterimanya pernyataan yang bersangkutan.
2. Pendaftaran Perbuatan Hukum
Perbuatan yang diajukan akan didaftarkan oleh tim kuasa hukum, dan pihak kreditur akan sampai pada pokok permasalahannya.
3. Pemeriksaan Pendahuluan
Pada tingkat ini, majelis hukum merasakan universalitas dan validitas administrasi dakwaan yang diajukan.
4. Sesi Ujian
Pengadilan akan bertemu dengan Senat sebelum mendengarkan permohonan dalam kasus tersebut. Para pihak yang terlibat, kreditur setia dan tergugat (dominan), akan diberitahukan sebelum penyerahan surat dan bukti.
5. Keputusan Pengadilan
Setelah merasakan dan memikirkan bukti-bukti dalam surat dari dua aspek detail tersebut, kuasa hukum akan menyampaikan khotbah. Keputusan ini dapat berupa penghapusan pernyataan administratif yang telah diproses atau pengarsipan pengaduan jika tidak ditemukan titik kuatnya.
6. Upaya Hukum yang Berkelanjutan
Siapa pun yang tidak puas dengan penggunaan khotbah Majelis Hukum Tata Usaha Negara pada periode pertama, dapat merekomendasikan tanggapan kepada Majelis Hukum yang lebih tinggi, seperti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN). Jika masih belum puas, aspek tertulis bisa menyarankan banding ke Mahkamah Agung.
Â
Tantangan dalam Penerapan HAN
Meskipun bantuan HAN sangat vital, namun masih terdapat beberapa kritik terhadap pelaksanaannya. Di Indonesia misalnya, masih terdapat beberapa ketidaksempurnaan dalam tatanan kelembagaan dan etika peradilan administratif, seperti kurangnya sumber daya manusia yang berkompeten dan belum memadainya implementasi kelembagaan. Oleh karena itu, perbaikan terus-menerus diperlukan, khususnya melalui pelatihan kelembagaan yang lebih terhormat dan pemulihan etika peradilan.
Berikut beberapa ulasan referensi praktik HAN:
1. Kurangnya sumber daya manusia yang kompeten
2. Lemahnya budaya hukum
3. Korupsi dan Nepotisme
4. Inefisiensi Birokrasi
5. Kurangnya infrastruktur hukum
6. Teknologi yang belum ideal
7. Kurangnya partisipasi masyarakat
8. Perubahan peraturan yang sering terjadi
9. Penegakan hukum yang lemah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H