Mohon tunggu...
Kayla
Kayla Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

As a driven learner, I thrive on new knowledge and challenges!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tukang Parkir Ilegal, Sebuah Dilema Sosial

23 November 2023   18:00 Diperbarui: 23 November 2023   18:45 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Anda pernah mengalami peristiwa parkir kendaraan hanya beberapa menit namun tetap dimintai uang parkir oleh tukang parkir liar? Atau bahkan, terpaksa membatalkan rencana pergi ke tempat umum lantaran tak membawa uang tunai dan enggan berurusan dengan pungutan liar tersebut?

Juru parkir atau tukang parkir, sudah menjadi pemandangan umum di pusat perbelanjaan, bank, dan tempat umum lainnya di Indonesia. Namun, kebanyakan dari mereka bekerja tanpa izin resmi dan dipertanyakan legalitasnya. 

Maraknya tukang parkir ilegal tidak dapat dipungkiri memiliki benang merah dengan problem sosial yang kerap diabaikan. Jika ditarik ke akar rumput, lahirnya proksi derek motor atau "mandor parkir" ini dipicu oleh masalah pengangguran dan minimnya lapangan pekerjaan formal bagi lulusan SMA ke bawah.

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2023 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,99 juta orang. Artinya, mereka adalah angkatan kerja yang betul-betul menganggur alias tidak mendapat pekerjaan sama sekali. 

Jumlah yang tergolong tinggi, bukan!  Kondisi ini diperparah dengan banyak perusahaan dan lapangan kerja formal yang tutup atau melakukan PHK massal saat pandemi kemarin.

Alhasil, jutaan calon pekerja pun kesulitan mendapatkan kerjaan tetap dengan penghasilan memadai. Terutama mereka yang berpendidikan rendah dan minim keterampilan khusus. 

Maka tak heran bila akhirnya mereka menjadi pekerja informal seperti tukang parkir atau ojek online untuk sekadar bertahan hidup. 

Selain masalah pengangguran, faktor lain penyebab maraknya parkir liar juga terkait dengan buruknya sistem transportasi publik serta infrastruktur dan pengelolaan parkir yang belum tertib. Misalnya, ketiadaan halte bis yang nyaman atau fasilitas penitipan kendaraan resmi di sejumlah tempat umum. 

Sistem pembayaran yang serba cashless saat ini juga menjadi dilema tersendiri, khususnya bagi anak muda. Banyak anak muda yang sudah terbiasa tidak membawa uang tunai, sedangkan tukang parkir liar sering kali memaksa meminta uang parkir meski durasi parkir sangat singkat.

Memang biaya parkir yang mereka pungut, biasanya sekitar Rp 2.000, terbilang kecil. Namun, jika diakumulasi selama sebulan, penghasilan mereka bisa mencapai jutaan rupiah, melebihi Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun