Mohon tunggu...
Kayla Adani
Kayla Adani Mohon Tunggu... Lainnya - Murid SMAN 28 Jakarta XI MIPA 1 (19)

Murid SMAN 28 Jakarta XI MIPA 1 (19)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bel Berbunyi

30 November 2020   19:26 Diperbarui: 2 Desember 2020   06:35 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bel pelajaran kedua berbunyi. Timmy yang sedang berada di kantin, sibuk mengunyah cemilannya. Para siswa bergegas berjalan menuju kelas masing-masing. Berbeda dengan Timmy. Ia tidak memperdulikan bel. Ia lanjut mengunyah cemilan, bahkan ia beranjak dari duduknya dan membeli cemilan baru. Sang penjual cemilan di kantin bertanya,

"Bukannya sudah bel, nak?" tanya ibu tersebut sambil menyerahkan cemilan kepada Timmy.

Timmy mencoba meraih uang di dalam kantong celananya sambil menjawab, 

"Iya bu." jawabnya sambil menerima cemilan dari tangan ibu tersebut.

Ia duduk kembali di kursi yang tadi ia duduki. Kantin sudah kosong. Semua siswa sudah berada di kelas masing-masing. Timmy membuka bungkusan cemilan dan mulai memakannya. Ia tidak memikirkan pelajaran yang sedang berlangsung di kelasnya. Ia tidak pernah belajar dan tidak tertarik untuk mengikuti materi di kelas. 

"Timmy! Kamu kenapa masih di kantin? Sekarang sudah pelajaran!" ucap seorang guru yang sedang melewati kantin. 

Timmy hanya duduk terdiam sambil melanjutkan mengunyah. 

"Keterlaluan kamu! Kelas berapa kamu?" tanya sang guru.

"Iya, pak saya kelas bapak sekarang. Saya baru mau ke kelas kok." jawab Timmy sambil berdiri dan berjalan menuju tempat sampah untuk membuang cemilan yang tadi ia makan. 

Guru tersebut marah kepada Timmy. Guru tersebut dan Timmy berjalan menuju kelas. Sesampainya di kelas, para siswa yang lain sudah terduduk di kursi masing-masing menunggu guru masuk untuk memberi pelajaran. Timmy pun ikut masuk setelah guru tersebut masuk ke dalam kelas. Sang guru yang sudah emosi berdiri di depan kelas. Guru tersebut menyuruh Timmy untuk tidak duduk di kursinya terlebih dahulu.

"Ini teman kalian ada yang tadi sudah bel, masih santai makan di kantin." 

Para siswa-siswi melihat ke arah Timmy yang sedang berdiri. 

"Udah salah temen kamu tidak merasa bersalah. Kurang ajar! Kamu keluar sekarang dan lari keliling lapangan sampai bel berikut berbunyi!" ucap guru tersebut kepada Timmy sambil menunjuk ke arah lapangan.

Timmy melihat seisi kelas yang sedang memandanginya. Ia tidak begitu memedulikan situasi yang sedang terjadi. Ia pun berjalan keluar menuju lapangan dan melakukan apa yang diminta bapak guru tersebut. Ia memang tidak ingin berada di kelas. Ia sengaja supaya dihukum agar ia tidak usah mengikuti pelajaran sekolah. Timmy pun mulai berlari kecil mengelilingi lapangan.

Lapangan tersebut berbatasan persis dengan sebuah pemukiman yang bisa dibilang kumuh. Hanya ada pagar kawat yang memisahkan lapangan dengan area pemukiman tersebut. Selagi Timmy berlari kecil, ia melihat seorang anak yang kelihatannya seumuran dengannya sedang berjongkok di tanah sambil melihat ia berlari. Anak tersebut berambut panjang berantakan dengan baju yang lusuh dan sedikit robek. Timmy tidak memedulikannya. Ia berlanjut berlari keliling lapangan seperti yang dipinta guru. Anak tersebut tetap memandanginya. Akhirnya, Timmy pun menghampirinya.

"Halo." sapa Timmy kepada anak tersebut.

Anak tersebut hanya terdiam.

"Mau permen?" tanya Timmy sambil ikut berjongkok selagi mengambil permen dari kantong bajunya. Ia mengulurkan tangannya keluar pagar kawat. Anak tersebut awalnya malu, namun ia akhirnya menerima permen tersebut. 

"Makasih. Aku belum pernah makan permen ini." ucap anak itu sambil membuka plastik permen tersebut.

Timmy terkaget. "Oh iya?" tanya Timmy.

"Orangtuaku tidak pernah membeli permen seperti ini untukku." kata anak tersebut.

"Aku masih ada tiga lagi. Ambil saja." kata Timmy sambil memberikan ketiga permennya ke tangan sang anak.

"Terimakasih banyak." jawab anak tersebut sambil menerima permen dari tangan Timmy." Omong-omong kamu lagi apa lari-lari?" tanya anak tersebut sambil memakan permen yang diberi Timmy.

"Oh. Biasa, dihukum. Aku telat masuk kelas tadi." jawab Timmy dengan santai.

"Kenapa kamu bisa telat memang?" tanya anak tersebut.

"Aku tidak naik ke kelas saat bel berbunyi. Lagi pula, aku lebih memilih berada di luar kelas dibanding mengikuti pelajaran di kelas. Bosan." kata Timmy. 

"Kenapa bosan? Aku tidak sekolah jadi aku tidak tahu." tanya anak tersebut.

"Oh begitu. Kamu umur berapa memang?"

"12 tahun." jawab anak tersebut sambil membuka permen baru.

"Oh, sama kita. Kenapa kamu tidak sekolah?"

"Orangtuaku bilang tidak usah. Lagi pula, aku juga mendapat cukup uang dari bekerja sebagai pengantar koran keliling setiap pagi.  Meskipun sedikit, itu tetap bisa membantu orangtuaku. Meskipun begitu, sebenarnya aku sangat ingin bersekolah."

Timmy terkaget mendengar hal tersebut. Ia lanjut menyimak anak tersebut berbicara.

"Itu mengapa setiap hari aku menyempatkan diri untuk kesini melihat sekolah. Hanya dari pagar saja sudah cukup. Aku bisa melihat para siswa-siswi berolahraga, bermain, berbincang-bincang. Maaf kalau aku menganggu dengan melihatmu dari pagar."

Timmy terkaget mendengarnya. Ia merasa sedih mendengar perkataan anak tersebut. Ia merasa bahwa selama ini ia tidak memedulikan pelajaran di kelas, bahkan tidak masuk kelas sama sekali. Ia sadar bahwa banyak orang lain yang sangat ingin bisa merasakan menduduki bangku sekolah dan belajar layaknya seorang anak berumur 12 tahun. Ia sadar ia harus bersyukur telah mendapatkan kesempatan untuk belajar di sekolah. Dari situ ia sadar bahwa selama ini ia sudah menyia-nyiakan kesempatannya.

"Tak apa. Baiklah. Mulai hari ini, aku berjanji. Aku akan mengeluarkan segala usaha dan memanfaatkan kesempatanku bersekolah semaksimal mungkin."

Dari pertemuan tersebut, Timmy tersadar bahwa ia harus berubah. Dari situ, ia tidak pernah terlambat memasukki kelas. Bahkan ia datang jauh lebih awal sebelum bel berbunyi. Pada saat pembelajaran pun Timmy juga fokus dan memperhatikan materi yang sedang diajarkan. Semua ia lakukan berkat anak yang ia temui pada hari itu. Timmy merasa dengan ia maksimal dalam menjalani kehidupannya di sekolah, ia mensyukuri apa yang ia punya sebagai cara menghormati anak tersebut.  Timmy berniat untuk menepati janjinya. 

Setiap hari saat bel istirahat berbunyi, Timmy bergegas menemui anak tersebut di pagar seperti biasa sambil bercerita apa yang ia pelajari di kelas dan kejadian-kejadian lucu yang ia alami sambil memakan cemilan bersama agar anak tersebut merasa pengalaman bersekolah layaknya murid biasa. Ia merasa berhutang budi kepada anak tersebut yang menjadi teman barunya yang menjadi alasan ia berubah. Mulai dari hari itu, Timmy menepati janji untuk temannya sampai akhirnya ia lulus sekolah dengan nilai baik yang patut dibanggakan.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun