Mohon tunggu...
Joko Lodang
Joko Lodang Mohon Tunggu... -

Akun ini dikelola oleh kuartet Sarjono, Eko, Marcello, dan Endang (disingkat JOKO LODANG). Kami berempat menolak hegemoni oleh siapapun dan dari apapun.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Manipulasi Sejarah dalam Pro Penetapan

19 April 2012   09:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:25 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Manipulasi sejarah dalam keistimewaan DIY

Dalam tulisan sebelumnya, sebagian pembaca, terlepas dari memang betul paham dengan sejarah atau sekedar termakan oleh propaganda politik, selalu mengungkit soal sejarah kaitannya dengan keistimewaan DIY yang diterjemahkan dengan penetapan sultan sebagai gubernur.

Istilah yang paling sering jadi propaganda politik kelompok pro penetapan adalah "ijab qobul" yang dasarnya adalah "amanat sri sultan HB IX tanggal 5-9-1945". Untuk diketahui di awal tulisan ini, istilah "ijab qobul" itu tidak pernah disebut oleh HB IX dalam statement maupun dokumen resmi manapun. Istilah itu ya hanya dalam pernikahan saja, tidak pernah disebut oleh HB IX.

Nah, lantas apa yang sebenarnya menjadi isi dalam "amanat 5-9-1945" itu? Sebelum melihat isi amanat tersebut, saya ingin memaparkan situasi politik yang melingkupi sejarah keistimewaan DIY ini. Mengapa ini penting? Supaya kita, khususnya warga Ngayogyakarta Hadiningrat ini, tidak mudah termakan propaganda & bisa menjaga kejernihan berpikirnya.

Sebelum dikeluarkannya maklumat atau amanat HB IX 5-9-1945 itu, kita perlu tahu apa yang terjadi di masa-masa embrio lahirnya Indonesia pasca proklamasi 17-8-1945, kira-kira sebulan sebelum maklumat itu keluar.

PPKI menggelar rapat pada tanggal 19-8-1945 yang khusus membicarakan soal kabinet dan pemerintahan daerah. Bisa anda bayangkan, bagaimana para founding fathers ketika itu yang baru saja menyatakan kemerdekaan tapi masih belum pasti punya orang siapa saja yang akan jadi kabinet & wilayahnya mana saja pastinya.

Ketika membahas soal wilayah, disepakati bersama bahwa bebrapa daerah yang tadinya kerajaan, seperti antara lain Yogyakarta, Surakarta, Pakualaman, dan Mangkunegaran, dibiarkan tetap saja alias istimewa, sampai dengan Soekarno mengatur kepemerintahan lebih lanjut, tapi sama-sama sepakat untuk menjadi bagian dari Republik. Tadinya ada utusan yang menginginkan wilayahnya menjadi negara saja, termasuk dari Yogyakarta, namun aspirasi itu mustahil karena "mustahil ada negara dalam negara". Hatta dan Otto Iskandar Dinata berhasil menengahi ini.

Setelah ada jaminan dalam rapat PPKI tersebut, maka masing-masing daerah istimewa tadi lantas membuat maklumat resmi yang intinya bergabung dengan Republik dan memiliki kekuasaan penuh atas wilayahnya, bukan lagi sebagai koloni Jepang. Bagaimana isi maklumat tersebut? Ada tiga intinya, sebagai berikut:

1. Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat menyatakan bergabung ke dalam NKRI.

2. Kerajaan memegang kendali penuh atas wilayah Yogyakarta.

3. Kerajaan memiliki hubungan langsung dengan pemerintah.

Poin pertama dalam maklumat sudah gamblang. NKRI harga mati bagi HB IX. Terus terang, jika beberapa waktu lalu, kelompok pro penetapan itu menyatakan akan memisahkan diri dari NKRI, apakah itu bukan namanya pengkhianatan terhadap amanat HB IX sendiri? Tapi sudahlah...

Poin kedua dan ketiga juga cukup gamblang. Kedua poin tersebut tentu dibaca dalam konteks sejarah dan politik yang menyelimutinya. Dalam kondisi peralihan dari kekuasaan kolonial Jepang, maka penegasan bahwa wilayah kerajaan Yogya bukan bagian dari Jepang, apalagi Walandi (jawa: Belanda) jelas sangat dibutuhkan, baik oleh HB IX sendiri maupun untuk NKRI.

Begitu juga soal hubungan daerah, dalam hal ini kerajaan Ngayogyakarta, dengan pemerintah Jakarta. Menyadari bahwa Indonesia baru berumur mingguan saja, maka tentu belum ada hierarkhi yang rumit dalam ketatanegaraan. Yang ada adalah sangat simple: jakarta-daerah atau kerajaan. Sifatnya langsung. Semua ini karena situasi politik saat itu mengingat Republik masih sangat belia. Tentu kita jangan membayangkan hierarkhi itu serumit sekarang.

Aceh menjadi "istimewa" malah tidak pakai Undang-Undang segala, hanya sekedar SURAT KEPUTUSAN yang dikeluarkan oleh perdana menteri Sukiman.

Artinya apa? "Ijab qobul" yang ditafsirkan bebas dari maklumat amanat HB IX berisi ketiga poin itu SAMA SEKALI tidak menyinggung soal bahwa sultan harus jadi gubernur. Yang ada justru peneguhan kesetiaan tertinggi Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat kepada NKRI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun