=> DAKWAAN KESATU SUBSIDAIR
Bahwa selanjutnya kami akan membahas pembuktian unsur dalam Dakwaan Kesatu Subsidair yaitu Pasal 338 KUHP, sebagai berikut:
Bahwa adapun bunyi ketentuan Pasal 338 KUHP adalah: “barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena bersalah melakukan pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun”.
A. Subjek (normadressaat) : barang siapa;
B. Bagian inti delik :
- Dengan sengaja;
- Merampas nyawa orang lain (een ander)
Bahwa pembunuhan adalah delik materiil, ada kibat matinya korban. Kesengajaan pada delik pembunuhan ditujukan pada matinya orang. Pembuat harus sadar bahwa matinya orang lain adalah tujuan. Ia sadar bahwa perbuatannya akan mengakibatkan matinya orang lain. Matinya orang itu dikehendaki.
Adapun penguraian unsurnya adalah sebagai berikut:
1. Unsur “barang siapa”
Bahwa dalam rumusan pasal-pasal KUHP, unsur “barang siapa” (bestitelen) merupakan sebuah kata yang penting didalam melihat kesalahan dan pertanggungjawaban pidana. Sebagai sebuah kata, “barang siapa” memerlukan sebuah kajian yang cukup serius karena berhubungan dengan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana dalam upaya pembuktian. Untuk membuktikan apakah Terdakwa telah melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan dalam surat dakwaan JPU, maka harus melihat teori pemidanaan, pertanggungjawaban, kesalahan dan pembuktian dimuka persidangan.
Pertanggungjawaban pidana adalah konsep pertanggungjawaban terhadap pelaku tindak pidana sebagai subjek hukum pidana dalam mempertanggungjawabkan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat pertanggungjawaban pidana (asas kesalahan) karena melanggar pasal-pasal tertentu dari suatu aturan pidana yang mengancam sanksi pidana bagi yang melanggarnya.
Dengan demikian, maka kita dapat memperhatikan tentang konsep dasar didalam lapangan hukum pidana, maka ada 3 (tiga) masalah pokok yaitu perbuatan bagaimanakah yang dikategorikan sebagai tindak pidana, kesalahan apa yang dapat dipertanggungjawabkan secara umum, sanksi pidana apa yang pantas dikenakan kepada terdakwa.
Unsur “barang siapa” tidak dapat ditujukan kepada diri Terdakwa karena untuk menentukan unsur ini tidak cukup dengan menghubungkan Terdakwa sebagai perseorangan sebagaimana manusia pribadi atau subyek hukum yang diajukan sebagai Terdakwa dalam perkara ini, akan tetapi yang dimaksud barang siapa dalam undang-undang adalah orang yang perbuatannya secara sah dan meyakinkan terbukti memenuhi semua unsur dari tindak pidana. Dengan demikian maka unsur “barang siapa” ialah orang yang apabila orang tersebut telah terbukti memenuhi seluruh unsur tindak pidana yang dituduhkan terhadap terdakwa. Jadi untuk membuktikan unsur “barang siapa” harus dibuktikan dulu unsur-unsur lainnya. Karenanya unsur “barang siapa” masih tergantung pada unsur lainnya. Apabila unsur-unsur yang lain itu telah terpenuhi, maka unsur “barang siapa” menunjuk kepada Terdakwa, tetapi sebaliknya apabila unsur-unsur yang lain tidak terpenuhi maka unsur “barang siapa” tidak terpenuhi pula. Hal ini bersesuaian dengan Putusan MARI No: 951K/Pid/1982,tgl 10 Agustus 1983 dalam perkara YOJIRO KITAJIMA, yang menerangkan bahwa “unsur barang siapa hanya merupakan kata ganti orang, dimana unsur ini baru mempunyai makna jika dikaitkan dengan unsur-unsur pidana lainnya, oleh karenanya haruslah dibuktikan secara bersamaan dengan unsur-unsur lain dalam perbuatan yang didakwakan dalam kaitan dengan “barang siapa”.
Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka untuk membuktikan terbukti atau tidaknya unsur “barang siapa” harus menunggu terlebih dahulu terbuktinya unsur-unsur yang lain dalam Pasal 338 KUHP.
2. Unsur “dengan sengaja”
Kesalahan (schuld) terdiri atas kesengajaan (dolus/opzet) atau kealpaan (culpa). Yang dimaksud dengan “kesengajaan” (dolus/opzet) ialah perbuatan yang dikehendaki dan si pelaku menginsafi akan akibat dari perbuatan itu. Sedangkan yang dimaksud dengan kealpaan (culpa) adalah sikap tidak hati-hati dalam melakukan suatu perbuatan sehingga menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang disamping dapat menduga akibat dari perbuatan itu adalah hal yang terlarang.
Bahwa definisi kesengajaan tersebut dapat ditilihat dalam M.v.T. (Memorie van Toelichting), yaitu “Pidana pada umumnya hendaknya dijatuhkan hanya pada barang siapa melakukan perbuatan yang dilarang, dengan dikehendaki dan diketahui”. Dalam pengertian ini disebutkan bahwa kesengajaan diartikan sebagai : “menghendaki dan mengetahui” (willens en wetens). Artinya, seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan sengaja, harus menghendaki serta menginsafi tindakan tersebut dan/ atau akibatnya. Jadi dapatlah dikatakan, bahwa sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan serta akibat yang ditimbulkannya.
Sedangkan pengertian tanpa hak (wederrechtelitjk) menurut doktrin dapat dipersamakan dengan melawan hukum. Wederrechtelitjk dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu Wederrechtelitjk dalam arti formil dan Wederrechtelitjk dalam arti materil.
Lamintang sebagaimana dikutip oleh Leden Marpaung, dalam “Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana," Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-5 Tahun 2008 pada halaman 44-45, menjelaskan : “Menurut ajaran wederrechtelitjk dalam arti formil, suatu perbuatan hanya dipandang sebagai bersifat wederrechtelitjk apabila perbuatan tersebut memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusan suatu delik menurut undang-undang.
Sementara itu, untuk menentukan apakah unsur "tanpa hak atau melawan hukum "dapat terpenuhi atau tidak maka terlebih dahulu akan dikemukakan pokok-pokok pikiran sebagai berikut: Pasal 6 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan: “Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.” Ketentuan ini mengandung sedikitnya 3 (tiga) asas hukum fundamental sebagai dasar pemidanaan yaitu asas legalitas atau asas “tiada pidana tanpa aturan undang-undang yang telah ada” (vide: Pasal 1 ayat (1) KUHP), asas culpabilitas yaitu asas “tiada pidana tanpa kesalahan” (afwijzigheid van alle schuld) dan asas “tiada pidana tanpa sifat melawan hukum” (afwijzigheid van alle materiele wederrechtelijkheid)
Ketiga asas di atas yaitu asas legalitas, asas culpabilitas dan asas tiada pidana tanpa sifat melawan hukum secara terpadu harus menjadi sandaran dalam Putusan Hakim sehingga Hakim tidak hanya mempertimbangkan aspek yuridis (formal legalistik) dengan berpegang pada asas legalitas semata melainkan harus pula mempertimbangkan aspek non yuridis yang berlandaskan pada asas tiada pidana tanpa kesalahan” (afwijzigheid van alle schuld) dan asas “tiada pidana tanpa sifat melawan hukum” (afwijzigheid van alle materiele wederrechtelijkheid), dengan melihat aspek filosofis dan aspek sosiologis, antara lain aspek psikologis terdakwa dan lain sebagainya sehingga diharapkan Putusan tersebut dapat memenuhi 3 (tiga) dimensi keadilan, yaitu mendekati keadilan sosial (social justice) dan keadilan nurani (moral justice) yang tidak hanya mementingkan keadilan undang-undang (legal justice) belaka.
Asas ACTUS NON FACIT REUM NISI MENS SIT REA menyatakan bahwa suatu perbuatan tak dapat menjadikan seseorang bersalah bilamana maksudnya tak bersalah. (Zainal Abidin Farid, 1995: 47). Di beberapa negara, bahwa perbuatan dan sikap batin seseorang dipersatukan dan menjadi syarat adanya suatu perbuatan pidana. Pendapat Zainal Abidin Farid terhadap asas tersebut ialah unsur actus reus harus didahulukan yaitu perbuatan kriminal. Setelah diketahui adanya perbuatan pidana sesuai rumusan undang-undang barulah diselidiki tentang sikap batin pembuat.
Ketentuan tersebut jelas mendahulukan perbuatan pidana dan kalau terbukti barulah mempertimbangkan tentang kesalahan terdakwa yang merupakan unsur pertanggungjawaban pidana dan kemudian apakah dapat ditemukan alasan pembenar atau pemaaf pada diri Terdakwa mengingat sikap bathin yang dialami oleh Terdakwa.
Actus reus adalah menyangkut perbuatan yang melawan hukum (unlawful act) sedangkan mens rea mencakup unsur-unsur pembuat tindak pidana yaitu sikap batin disebut unsur subyektif suatu tindak pidana atau keadaan psikis pembuat (Utrecht, 1960: 257 ). Mens Rea adalah sikap batin pembuat yang oleh tindakan yang melanggar sesuatu larangan dan keharusan yang telah ditentukan tersebut.
Bahwa berbicara tentang pembuktian unsur “dengan sengaja” maka tidak terlepas dari pembahasan pertanggungjawaban pidana yang didalamnya akan menguraikan lebih jauh apakah seseorang dapat dikenakan pidana atau tidak dan apakah ada alasan penghapus pidana atas suatu perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku. Dalam teori hukum, alasan penghapus pidana dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:
a. Alasan pembenar yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan sehingga apa yang dilakukan oleh Terdakwa menjadi perbuatan yang patut dan benar;
b. Alasan pemaaf yaitu alasan yang menghapus kesalahan terdakwa. Yakni perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tidak dapat dipidana karena tidak ada kesalahan;
c. Alasan menghapus penuntutan yang dimaksudkan disini bukan ada alasan pembenar atau pemaaf. Jadi tidak ada pikiran mengenai sifatnya perbuatan maupun sifatnya orang yang melakukan perbuatan, akan tetapi pemerintah menganggap bahwa atas dasar kemanfaatannya kepada masyarakat, sebaiknya tidak dijadikan penuntutan.
Bahwa selanjutnya kami akan menguraikan lebih lanjut apakah unsur “dengan sengaja” ini terpenuhi pada diri Terdakwa atau tidak, dengan terlebih dahulu menyampaikan fakta-fakta hukum yang telah diperoleh dalam persidangan yaitu:
=> Tentang Pemeriksaan dan Pengakuan Saksi Mahkota Agustay Handa May di Polresta Denpasar dan Polda Bali:
- Bahwa pada tanggal 10 Juni 2015 telah dilakukan Pemeriksaan/BAP pertama di Polresta Denpasar terhadap Agustay Handa May selaku Tersangka pelaku tunggal Pembunuhan dan Pemerkosa terhadap Korban Engeline, saat itu Saksi Agustay Handa May didampingi oleh Penasihat Hukumnya. Dalam keterangannya Agustay Handa May mengakui secara terus terang telah memperkosa dan membunuh Korban Engeline, dan dalam pemeriksaan tersebut tidak terjadi tindak kekerasan atau penyiksaan terhadap Saksi Agustay Handamay sehingga yang bersangkutan bebas dalam memberikan keterangan sesuai dengan fakta persidangan yang diperoleh dari keterangan para saksi verbal lisan yaitu Saksi GAA Udayani Addi, SH, SIK dan saksi Ni Nyoman Eny Perimawati, serta BAP Agustay Handa May selaku Tersangka tertanggal 10 Juni 2015;
- Bahwa pada tanggal 13 Juni 2015, pukul 14.00 wita, bertempat di Polda Bali, telah dilakukan pemeriksaan/BAP Kedua terhadap Agustay Handa May selaku Tersangka pelaku tunggal Pembunuhan dan Pemerkosaan Korban Engeline yang pemeriksaannya dilakukan oleh Penyidik Polresta Denpasar. Dalam BAP tersebut, saksi Agustay Handa May kembali mengakui perbuatannya/berterus terang telah membunuh dan memperkosa Engeline dan saat itu yang bersangkutan didampingi oleh Penasihat Hukumnya, dan selama jalannya pemeriksaan tidak terjadi tindak kekerasan atau penyiksaan terhadap Agustay Handa May sehingga yang bersangkutan bebas dalam memberikan keterangan, hal ini sesuai dengan fakta yang persidangan yaitu keterangan para saksi verbal lisan : Saksi GAA Udayani Addi, SH, SIK dan saksi Ni Nyoman Eny Perimawati, serta BAP Agustay Handa May selaku Tersangka tertanggal 13 Juni 2015;
- Bahwa pada tanggal 13 Juni 2015, sekira pukul 20.00 wita, bertempat di Polda Bali, Penyidik Polda Bali telah melakukan pemeriksaan/BAP terhadap Agustay Handa May selaku saksi perkara penelantaran anak. Dalam BAP nya Agustay Handa May kembali berterus terang mengakui bahwa dirinya pelaku pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Korban Engeline. Saat pemeriksaan tidak terjadi kekerasan dan penyiksaan sehingga yang bersangkutan bebas dalam memberikan keterangan, sesuai dengan fakta persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi verbal lisan yaitu Saksi AA Rai Parwata, SH, Saksi Ni Komang Sri Rusmawati dan BAP Agustay Handa May tertanggal 13 Juni 2015;
- Bahwa berdasarkan fakta persidangan terbukti apabila pencabutan keterangan yang dilakukan oleh Saksi Mahkota Agustay Handa May tidak berdasar hukum karena faktanya tidak terjadi tindak kekerasan terhadap Saksi Agustay Handa May baik ketika diperiksa di Polresta Denpasar maupun saat diperiksa di Polda Bali. Hal ini sekaligus mengklarifikasi adanya tuduhan dari Pihak Agustay Handa May bahwa dirinya disiksa selama pemeriksaan di Polresta Denpasar sehingga akhirnya mengaku sebagai pembunuh Engeline di Polresta Denpasar, padahal faktanya tidak demikian, karena tidak ada penyiksaan yang dialami oleh Saksi Agustay Handa May dan bahkan ketika Saksi Agustay Handa May diperiksa di Polda Bali pun, saksi Agustay kembali mengakui perbuatannya sesuai dengan kedua BAP tertanggal 13 Juni 2015;
- Bahwa pengakuan Agustay Handamay tersebut semakin diperkuat dengan fakta persidangan dimana Saksi Agustay Handamay dibawah sumpah menerangkan bahwa pengakuannya sebagai pelaku pembunuhan dan perkosaan yang tertuang dalam BAP tanggal 10 Juni 2015 dan 13 Juni 2015 merupakan merupakan INISIATIFNYA sendiri dan ternyata cerita tersebut bersesuaian dengan hasil visum khususnya yang menunjukkan posisi luka-luka yang
diderita oleh Engeline akibat penganiayaan yang dilakukan Saksi Agustay Handa May;
=> Bahwa dalam BAP nya yang sah menurut hukum tersebut, Saksi Agustay Handa May dengan terperinci menjelaskan cara Saksi Agustay Handa May membunuh dan memperkosa Korban Engeline.
=> Keterangan Agus Tay Handa May tersebut berkesesuaian dengan hasil VISUM ET REPERTUM NO: UK 01.15/IV.E.19/VER/281/2015, yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Instalasi Kedokteran Forensik dan diperkuat juga oleh keterangan Ahli yaitu Dr. Ida Bagus Putu Alit, SPF, DMF, Dr. Dudut Rustyadi, Sp.F dan Dr. Djaya Surya Atmaja.
=> Bahkan Ahli yang dihadirkan oleh JPU yaitu Dr. Ida Bagus Putu Alit, SPF, DMF dan Dr. Dudut Rustyadi, Sp.F dengan tegas menyatakan posisi luka-luka yang dialami oleh Engeline bersesuaian dengan pengakuan Agustay Handa May ketika di BAP pada tanggal 10 Juni 2015 dan 13 Juni 2015, dan hal tersebut dipertegas kembali oleh Ahli Dr. Djaya Surya Atmaja yang menyatakan bahwa luka-luka yang dialami Engeline menyerupai pola luka yang dialami oleh korban perkosaan, hal ini sangat bersesuaian dengan BAP Agus diawal yang mengaku sempat melakukan perkosaan kepada Engeline;
=> Bahwa berdasarkan fakta persidangan tidak ada surat keberatan yang
dilayangkan oleh Penasihat Hukum Agustay Handamay berkaitan dengan
pemeriksaan yang sedang atau telah dilakukan oleh penyidik terhadap Sdr.
Agustay Handa May. Hal ini berarti terbukti secara hukum bahwa BAP-BAP
yang berisi pengakuan Saksi Agustay Handa May tentang perbuatannya yang
telah membunuh dan memperkosa Engeline adalah BAP yang sah menurut
hukum karena diberikan dalam keadaan bebas (vide Pasal 52 KUHAP) serta
didampingi oleh Penasihat Hukum yang mengikuti jalannya pemeriksaan sejak
awal sampai dengan berakhirnya pemeriksaan tersebut.
=> Bahwa menurut Yurisprudensi No: 299 K/Kr/1959, tertanggal 23 Februari 1960, menyatakan: “pengakuan Terdakwa di luar sidang yang kemudian di sidang pengadilan dicabut tanpa alasan yang berdasar merupakan petunjuk tentang kesalahan Terdakwa. Dengan kata lain, pencabutan keterangan yang dilakukan oleh Saksi Mahkota Agustay Handa May di persidangan merupakan pencabutan keterangan yang tidak berdasar hukum karena telah dibantah oleh penyidik Polresta Denpasa dan Polda Bali yang pada intinya menyatakan tidak ada penyiksaan pada diri Saksi Mahkota Agustay Handa May, dengan telah terbuktinya pencabutan yang tanpa dasar tersebut berarti menjadi semakin teranglah petunjuk tentang kesalahan Saksi Agustay Handa May bahwa dialah pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas terbunuhnya Engeline;
=> Selain Yurisprudensi di atas, ada beberapa Yurisprudensi sejenis antara lain: Putusan MARI No.225 K/Kr/1960, tertanggal 25 Februari 1960, No. 225 K/Kr/1960, tertanggal 25 Juni 1961, No.6 K/Kr/1961 dan Putusan MARI No:85 K/Kr/1959 tanggal 27 September 1960, Putusan MARI No: 414 K/Pid/1984 tertanggal 11 Desember 1984, yang menegaskan bahwa pengakuan yang diberikan di luar sidang tidak dapat dicabut kembali tanpa dasar alasan, dan
Putusan MARI No:1043 K/Pid/1987 tertanggal 19 Agustus 1987 pada pokoknya “menentukan bahwa pencabutan keterangan terdakwa diluar persidangan tanpa alasan yang benar menurut hukum merupakan petunjuk atas kesalahan terdakwa”;
=> Bahwa dengan demikian menurut hukum keterangan yang diberikan oleh Agustay Handa May dalam BAP-BAPnya yang pada pokoknya telah mengakui perbuatannya membunuh dan memperkosa Engeline adalah keterangan yang sah dan benar sesuai fakta yang sesungguhnya, sehingga mempunyai nilai kekuatan pembuktian sempurna dalam pembuktian perkara ini;
=> Bahwa dalam Surat Tuntutan Sdr. Jaksa Penuntut Umum halaman 266 pada huruf a, Sdr. Jaksa Penuntut Umum menyampaikan fakta tentang peristiwa tanggal 13 Juni 2015 yang hanya bersandar pada keterangan Saksi Mahkota Agustay Handa May saja, yang faktanya keterangan-keterangan yang diberikan oleh saksi mahkota tersebut tidak dapat dipercaya kebenarannya dan tidak memiliki nilai kekuatan pembuktian karena sering berubah-ubah tanpa dasar hukum dan bertentangan dengan Pasal 168 huruf (c) KUHAP, yang pada pokoknya menjelaskan bahwa pihak yang bersama-sama sebagai terdakwa tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi dan hal ini juga sesuai dengan ketentuan Pasal 189 ayat (3) KUHAP yang pada intinya mengatur bahwa sebagai pihak yang berstatus terdakwa walaupun dalam perkara lainnya diberikan kostum sebagai saksi maka pada prinsipnya keterangan yang diberikan oleh terdakwa (saksi mahkota) hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.
=> Bahwa uraian peristiwa pada tanggal 13 Mei 2015 yang mengesankan Terdakwa sangat membenci Engeline dan berkata akan membunuh Engeline adalah uraian yang mengada-ada dan diucapkan oleh Saksi Agustay Handa May untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari sangkaan sebagai pelaku tunggal pembunuhan dan perkosaan terhadap Engeline, dan menimpakan kesalahan kepada Terdakwa. Pernyataannya Saksi Agustay Handa May tersebut juga sangat bertolak belakang dengan keterangan saksi-saksi yang lain dan keterangan Terdakwa.
Menurut keterangan Saksi Yvone dan fakta komunikasi SMS antara Yvone dan Terdakwa, terlihat dengan jelas bahwa Terdakwa sangat menyayangi Engeline, hal ini terbukti dengan adanya rencana Terdakwa untuk mempersiapkan perayaan ulang tahun Engeline yang jatuh pada tanggal 19 Mei yang rencananya akan membagikan gudibeg kepada teman-teman sekolah Engeline pada saat ulang tahun Engeline. Fakta ini telah terungkap secara terang benderang di persidangan, dimana percakapan SMS tertanggal 09 Mei 2015, Pukul 10.22 wita antara Terdakwa dengan Yvone tentang rencana ulang tahun Engeline telah dibacakan di persidangan. (bersesuaian dengan keterangan Saksi Yvone, keterangan Terdakwa, Bukti Surat Print Out percakapan SMS antara Terdakwa dengan Saksi Yvone tertanggal 09 Mei 2015);
=> Selain itu keterangan Saksi Mahkota Agustay Handa May yang seolah-olah mengesankan bahwa Terdakwa sangat membenci Engeline hingga berkata akan membunuh Engeline sangat bertolak belakang dengan apa yang diterangkan oleh saksi-saksi yang lain, yang sebaliknya menerangkan bahwa Terdakwa sangat menyayangi Engeline sebagaimana diterangkan oleh Saksi Yvone C. Megawe, Saksi Lauretta Inneke, Saksi Ari Septian, Saksi Yeanne Megawe, Saksi Arhana, Saksi M. Halki, Saksi Musrah.
Sehingga dengan demikian keterangan dari Saksi Agustay Handa May sebagaimana diuraikan oleh Sdr. JPU pada halaman 266 huruf a surat Tuntutannya tentang adanya perkataan Terdakwa akan membunuh Engeline tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian apapun karena keterangan Saksi Mahkota Agustay Handa May berdiri sendiri dan tidak didukung dengan alat-alat bukti lainnya (vide Pasal 185 KUHAP ayat (2):”keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa Terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadannya”) , dan sudah disangkal oleh Terdakwa sehingga tidak perlu kami tanggapi secara lebih jauh;
=> Bahwa pada Surat Tuntutan Sdr. Jaksa Penuntut Umum, halaman 266, huruf b menjelaskan tentang adanya peristiwa pada tanggal 15 Mei 2015 seolah-olah telah terjadi pemukulan oleh Terdakwa terhadap Engeline sehingga Engeline mengeluarkan darah pada telinga dan hidung, yang lagi-lagi keterangan ini hanya bersandar pada keterangan Agustay Handa May saja. Dengan ini kami menolak keterangan tersebut dengan alasan hukum sebagai berikut:
Bahwa fakta persidangan yang berkaitan dengan uraian peristiwa tanggal 15 Mei 2015 adalah sebagai berikut:
- Keterangan Saksi Mahkota Agus Tay Handa May yang menyatakan:
“Bahwa pada tanggal 15 Mei 2015, Saksi menemui Engeline sedang menangis di dekat tangga dalam keadaan kedua telinga dan hidung yang berdarah dan ketika Saksi bertanya penyebabnya, Engeline menjawab: “dipukul mama.”
“Bahwa Saksi tidak melihat kapan dan dimana Terdakwa melakukan pemukulan terhadap Engeline.”
“Bahwa pada tanggal 15 Mei 2015 Engeline tidak bersekolah.”
“Bahwa selama bekerja, Saksi sering dimarahi oleh Terdakwa.”
- Keterangan Saksi Susiani yang menyatakan:
“Bahwa pada sore hari tanggal 15 Mei 2015, Agus Tay bercerita kepada Saksi dan Rahmat Handono: “tadi Engeline dipukul oleh bu Margriet sampai keluar darah dari telinga dan hidungnya.”
“Bahwa pada sore hari tanggal 15 Mei 2015, Saksi tidak melihat Engeline.”
- Keterangan Saksi Rahmat Handono yang menyatakan:
“Bahwa pada sore hari tanggal 15 Mei 2015, Agus Tay bercerita kepada Saksi dan Susiani: “tadi Engeline dipukul oleh Ibu Margriet sampai keluar darah dari telinga dan hidungnya.”
“Bahwa pada sore hari tanggal 15 Mei 2015, Saksi tidak melihat Engeline.”
Bahwa karena Saksi Susiani dan Saksi Rahmat Handono hanya mendengar cerita (testimonium de auditu) dari Saksi Mahkota Agus Tay Handa May, sedangkan secara materil dan objektif fakta hukum yang perlu digali dalam hal ini adalah mengenai ada tidaknya perbuatan yang dituduhkan kepada Terdakwa, maka dari keterangan ketiga Saksi tersebut di atas yang perlu untuk dipertimbangkan dan dikonfrontir dengan alat bukti lain adalah keterangan Saksi Mahkota Agus Tay Handa May.
Keterangan Saksi Mahkota Agus Tay Handa May tersebut BERTENTANGAN dengan fakta-fakta hukum yang telah terungkap dalam persidangan yang diperoleh berdasarkan persesuaian keterangan saksi-saksi lainnya, keterangan para ahli dan keterangan terdakwa serta Visum et Repertum No. UK.01.15/IV.E/19/VER/281/2015 tertanggal 9 Juli 2015. Adapun fakta-fakta yang BERTENTANGAN dengan keterangan Saksi Mahkota Agus Tay adalah sebagai berikut:
- Keterangan Terdakwa:
- Bahwa pada tanggal 15 Mei 2015 Terdakwa tidak melakukan pemukulan terhadap Engeline;
- Bahwa pada tanggal 15 Mei 2015 Terdakwa menjemput Engeline dari sekolah;
- Bahwa setelah pulang sekolah, Terdakwa dan Engeline langsung ke Lotte Mart untuk membeli berbagai bahan makanan dan perlengkapan untuk merayakan ulang tahun Engeline pada tanggal 19 Mei 2015;
- Keterangan Saksi M. Halki:
- Bahwa anak Saksi yang bernama Nova sama-sama bersekolah di SDN 12 Sanur dengan Engeline namun beda kelas;
- Bahwa pada siang hari tanggal 15 Mei 2015, Saksi melihat Engeline berseragam sekolah di jalan raya, dan pada saat itu keadaan Engeline baik-baik saja.
- Keterangan Saksi Musrah:
- Bahwa anak Saksi yang bernama Nova sama-sama bersekolah di SDN 12 Sanur dengan Engeline namun beda kelas.
- Keterangan Saksi I Ketut Ruta:
- Bahwa Saksi adalah Kepala Sekolah di SDN 12 Sanur;
- Bahwa pada tanggal 15 Mei 2015, SDN 12 Sanur masuk seperti biasa dan tidak libur.
- Keterangan Saksi Putu Sri Kariani:
- Bahwa Saksi adalah Guru dan Wali Kelas Engeline di SDN 12 Sanur;
- Bahwa pada tanggal 15 Mei 2015, SDN 12 Sanur masuk seperti biasa dan tidak libur;
- Bahwa pada tanggal 15 Mei 2015, Engeline masuk sekolah seperti biasanya.
- Keterangan Ahli dr. Dudut Rustiadi, Sp.F.:
- Bahwa darah dapat keluar dari telinga apabila ada luka terbuka di dalam telinga;
- Bahwa darah dapat keluar dari hidung apabila ada luka terbuka ataupun pecahnya pembuluh darah di dalam hidung;
- Bahwa ketika melakukan pemeriksaan terhadap jenasah Engeline, Ahli tidak menemukan adanya luka terbuka pada telinga Engeline;
- Bahwa ketika memeriksa jenasah Engeline, tidak ditemukan adanya batang tengkorak yang pecah ataupun retak;
- Bahwa ketika melakukan pemeriksaan terhadap jenasah Engeline, Ahli tidak menemukan adaya pembuuh darah yang pecah di hidung Engeline;
- Keterangan Ahli dr. Ida Bagus Putu Alit, Sp.F.:
- Bahwa darah dapat keluar dari telinga apabila ada luka terbuka di dalam telinga;
- Bahwa darah dapat keluar dari hidung apabila ada luka terbuka ataupun pecahnya pembuluh darah di dalam hidung;
- Bahwa ketika melakukan pemeriksaan terhadap jenasah Engeline, Ahli tidak menemukan adanya luka terbuka pada telinga Engeline;
- Bahwa ketika memeriksa jenasah Engeline, tidak ditemukan adanya batang tengkorak yang pecah ataupun retak;
- Bahwa ketika melakukan pemeriksaan terhadap jenasah Engeline, Ahli tidak menemukan adaya pembuuh darah yang pecah di hidung Engeline;
- Keterangan Ahli dr. Djaja Surya Atmadja, Sp.F., Ph.D.:
- Bahwa darah dapat keluar dari telinga apabila ada luka terbuka atau pecahnya batang tengkorak yang ada di dekat telinga;
- Bahwa apabila seseorang mengalami pecahanya batang tengkorak di dekat telinga, maka orang tersebut tidak mungkin dapat berdiri dan perlu di rawat di rumah sakit;
- Bahwa apabila seorang anak berusia 8 (delapan) tahun mengalami pecah batang tengkorak di dekat telinga, maka anak tersebut tidak dapat lagi berdiri apalagi berjalan dan bersekolah;
- Visum et Repertum No. UK.01.15/IV.E/19/VER/281/2015 tertanggal 9 Juli 2015:
- Bahwa dalam Visum et Repertum tersebut tidak ditemukan adanya luka terbuka ataupun pecahnya batang tengkorak pada jenasah Engeline Margriet Megawe;
- Bahwa dalam Visum et Repertum tersebut tidak ditemukan adanya luka terbuka ataupun pecahnya pembuluh darah pada hidung Engeline Margriet Megawe;
Dari keterangan para Saksi dan Ahli serta Visum tersebut diperoleh FAKTA HUKUM yang tak terbantahkan bahwa TIDAK MUNGKIN pada tanggal 15 Mei 2015 Terdakwa memukul sampai telinga dan hidung anaknya mengeluarkan darah seperti kebohongan yang diterangkan oleh Agus Tay Handa May.
Bahwa menurut Pasal 185 ayat (6) KUHAP, dalam menilai kebenaran keterangan Saksi Mahkota Agus Tay Handa May maka selain harus memperhatikan persesuaiannya dengan keterangan Saksi dan alat bukti lainnya, maka harus pula diperhatikan adanya alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan tang tertentu.
Merupakan suatu “fakta notoir” bahwa Saksi Mahkota Agus Tay Handa May merupakan Terdakwa juga dalam perkara meninggalnya Engeline. Bahkan Saksi ini pada awalnya merupakan Tersangka Tunggal pelaku pembunuhan Engeline sebagaimana telah kami uraikan dalam bab terdahulu Nota Pembelaan ini. Berdasarkan hal tersebut maka patut pula dipertimbangkan adanya motif sebagai alasan bagi Saksi Agus Tay Handa May untuk memberikan keterangan bohong/fitnah keji yang ditujukan untuk menyelamatkan diri dari jerat hukum dan menimpakan seluruh kesalahannya kepada Ibu dari korban kejahatanya.
SEDANGKAN
Saksi-saksi lain dan juga para Ahli yang dihadirkan di persidangan tidak memiliki motif/alasan apapun dalam memberikan keterangannya selain menerangkan apa yang dilihat, didengar dan dialaminya sendiri guna membuat terang dan mengungkap kebenaran dalam perkara a quo.
Oleh karena itu, maka sudah selayaknya dan sangat beralasan menurut hukum bagi persidangan ini untuk MENGESAMPINGKAN keterangan Saksi Agus Tay Handa May karena:
Keterangan Saksi Agus Tay Handa May BERTENTANGAN dengan keterangan saksi-saksi lainnya, yaitu:
- Saksi M. Halki;
- Saksi Musrah;
- Saksi I Ketut Ruta; dan
- Saksi Putu Sri Kariani;
Keterangan Saksi Agus Tay Handa May BERTENTANGAN dengan alat-alat bukti lainnya, yaitu:
- Terdakwa;
- Ahli dr. Dudut Rustiadi, Sp.F.;
- Ahli dr. Ida Bagus Putu Alit, Sp. F.;
- Ahli dr. Djaja Surya Atmadja, Sp.F., Ph.D.;
- Visum et Repertum No. UK.01.15/IV.E/19/VER/281/2015 tertanggal 9 Juli 2015
Adanya alasan/motif Saksi Agus Tay Handa May untuk menyelamatkan diri dari jerat hukum dan menimpakan seluruh kesalahannya kepada Ibu Korban kejahatannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H