Mohon tunggu...
arif saifudin yudistira
arif saifudin yudistira Mohon Tunggu... -

Ini adalah publikasi pemikiran saya dan anggota kawah institute, meRupaKan PubLIkasi dan Pikiran dari Anggota kawah Institute IndoneSia---Belajar MenuanGkan hasrat dalam untaian ManfaAt dalam DinamikA RuanG Privat dan RuaNG Publik di Media Massa---salam PerubaHan---

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menempatkan Kartini

26 April 2013   16:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:33 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Gagasan Dekonstruksi tradisi ini barangkali adalah hal yang wajar meski demikian, Kartini diuntungkan karena ia adalah orang yang menyuarakan pertama kali gagasan ini. Mengingat bahwa lingkungan yang ia tinggali sangat tidak mendukung bagi dia karena persoalan tradisi dan kolonialisme. Kartini sadar diri sebagai anak bupati, ia hidup di kalangan yang menempati posisi pada dua sisi. Di satu sisi apa yang ia suarakan sangat penting dan berguna bagi boemipoetra, tapi di sisi lain, ayahnya sebagai bupati membuat ia tak cukup leluasa bergerak dan menyuarakan suaranya, mau tidak mau ia pun memandang kecintaannya pada keluarganya. Inilah salah satu bentuk kepasrahannya dan komprominya pada hidup yang ia jalani.

"Indah dan nikmatnya hidup ini meski di baliknya banyak kepedihan dan kegelapan. Bukankah kegelapan ini justru akan membuat cahaya itu tampak lebih terang?. Hidup ini diberikan kepada kita sebagai rohmat dan tidak sebagai beban; kita manusia sendiri umumnya yang membuatnya menjadi kesengsaraan dan penderitaa"(Surat kepada Nyonya abendanon, 2-8-1900)

Sastrawan

Kartini lahir bertahun-tahun silam. Suaranya tak lapuk sampai sekarang. Ia menulis tentang diri dan bangsanya di masa lampau. Ia manusia rendah hati, baik budi, dan tak kenal pamrih. Ia tak mau dikenal sebagai bangsawan, ia tak mau disebut sebagai pahlawan, ia hanya menuliskan tugasnya sebagai seorang perempuan. Perempuan yang menuliskan akan diri dan bangsanya. Surat-surat Kartini adalah wujud kesusasteraan yang agung. Surat-surat Kartini adalah karya susastera dari perempuan yang menulis dengan gaya perempuan. Ia tak menulis dengan gaya lelaki. Ia menulis untuk saudara, teman perempuannya. Meski demikian, Surat Kartini bukan untuk kesusasteraan, meski bisa disebut sebagai sebuah karya sastera. Suara perempuan di masa itu barangkali adalah hal yang tabu dan tak dianggap penting. Meski kita tahu tulisan-tulisan Kartini dimuat di hampir semua media di masa itu.Kartini dianggap penting sampai hari ini karena ia adalah perintis perempuan Indonesia yang menulis. Tulisannya memiliki arti penting bagaimana perempuan boemi poetra sadar dan mengerti keadaan dirinya dan bangsanya.

Bila mengutip ungkapan feminis Toety Herawati (2000) :"Kepengarangan pada dasarnya adalah salah satu lembaga patriarchal seperti halnya kekuasaan atau Negara". Maka bagi Kartini, kepengarangan adalah hak perempuan meski masyarakat mengatakan tidak. Maka tak heran di masa itu, menulis bagi seorang perempuan akan dicap sebagai sok tahu dan dosa. Kekaguman Kartini pada Multatuli misalnya adalah cara pandang seorang perempuan mengagumi pengarang laki-laki, dan Kartini sebenarnya ingin menolak kekaguman itu tapi tidak bisa karena di masa itu, patriarki sudah sedemikian rupa di dukung oleh kolonialisme yang memperkuatnya. Kepengarangan Kartini jelas didasari oleh kesadaran penuh bagaimana di masa mudanya ia sudah mendapatkan berbagai majalah dan bacaan Eropa. Melalui diskusi intelektualnya dengan Wertheim, dengan Multatuli, dan juga bacaannya itulah ia mencoba membuat pengakuan bahwa perempuan tak mesti terus demikian. Perlawanan terhadap rezim yang ada di masanya tidak hanya didukung oleh semangat kesamaan dan kesetaraan. Tetapi lebih dari itu, Kartini mengungkap kesadaran perempuan akan pentingnya bersuara. Bagi Kartini, perempuan meskipun dihimpit oleh tradisi, aturan maupun pandangan masyarakat, perempuan harus bersuara.

Maka dari itu, seringkali Kartini menulis dengan nama samara, yang ia kirimkan ke majalah-majalah di masa itu. Kepengarangan bagi Kartini tak lain adalah laku atau perbuatan yang layak dipertimbangkan dan diperhitungkan. Sebab melalui menulis itu pula sebenarnya Kartini membantah dan memberikan penegasan, bahwa perempuan tak berhak untuk ditindas dan dipinggirkan. Hal ini tentu berbeda dengan kondisi perempuan di barat di masa itu. Sebagaimana penulis perempuan yang menyuarakan suaranya seperti Virginia Wolf yang mengatakan :"perempuan tidak ada ruang dan tidak ada uang". Kartini membantah anggapan barat itu, ia ingin menunjukkan bahwa di mata barat, tidak boleh ada yang mengatakan bahwa perempuan Boemi poetra adalah perempuan yang diam, penurut dan takluk. Kartini sekali lagi membantah anggapan barat terhadap penulis perempuan atau perempuan yang menulis. Sebagaimana Susan Gubar yang menulis :"Jadi untuk pengarang perempuan tidak ada tempat, kecuali sebagai anomaly menjadi perempuan gila yang disembunyikan di loteng".

Posisi kepengarangan Kartini tak sampai disini. Ia menyukai puisi, dunia tembang dan kesusasteraan jawa kuno yang begitu indah ia jadikan acuan dalam membuat puisinya yang lembut dan indah. Kartini layak disebut sebagai seniman pula. Melalui batik dan lukisan karya-karyanya ia ingin abendanon dan dunia melihat bahwa perempuan boemipoetra pun bisa berkarya. Perempuan tak selama ini yang ia dengar di tradisinya.

Pemikir

Kehadiran Kartini dalam ranah intelektual Indonesia sudah tak asing lagi. Kartini adalah salah satu dari pemikir ampuh di masanya. Ia mengunyah majalah-majalah nasional maupun eropa. Buku-buku ia habiskan di kamarnya yang meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Belanda. Kita tahu Sosrokartono adalah kakak Kartini yang tak henti untuk mendukung adiknya dan memberikan bacaan-bacaan itu. Sebagai orang yang terlalu cepat tahu, matang sebelum waktunya. Setelah usia 12 tahun itulah ia dipingit dan disanalah ia mengalami pergulatan dengan buku-buku dan tembok sebagai gambaran kehidupannya yang begitu tertutup dan dikekang. Tapi disanalah ia melahirkan surat-surat dan tulisan-tulisannya di media massa. Ia pun dengan berbagai cara ingin menyuarakan cita-cita dan impiannya. Tradisi dan adat istiadat menjadi permenungan mendalam. Menurutnya orang Jawa tak perlu mempertahankan adat-istiadat yang feodalistik. Kartini menyoroti nasib boemi poetra, kekuarangan, kemiskinan yang ia baca dan ia temui membuat ia tergerak bahwa Jawa perlu pendidikan. Maka muncullah nota Kartini untuk Gubernur Willem Rooseboom(1899-1904)sebagai lampiran permohonan Kartini dan Roekmini bersekolah ke Batavia untuk kedua kalinya. Seruan tentang pendidikan ini pun ada dalam surat yang ia tulis :

Didiklah orang Jawa!! Dan terhadap pendidikan itu janganlah hanya akal saja yang dipertajam, tetapi budi pun harus dipertinggi (Surat kepada Nyonya Abendanon, 3-1-1902)

Pemikiran Kartini tak melulu soal seni, sastra, dan juga keterampilan. Ia juga mengugat poligami, posisi Islam, dan juga bagaimana beragama. Kartini menggambarkan bagaimana cara manusia beragama dengan kalimat sederhana :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun