Mohon tunggu...
Kauleh Torul
Kauleh Torul Mohon Tunggu... -

Torul bernama asli Ir. M. Matorurrozaq M.MT, dilahirkan di Jrengik Kabupaten Sampang, putra sulung almarhum H. Moh. Ismail Muzakki mantan anggota DPR RI dari fraksi PPP. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga berpendidikan. Ia adalah alumnus pesantren dan tercatat sebagai konsultan teknik sukses. Ia mempunyai modal dengan segenap pengalamannya sebagai pengusaha dan konsultan profesional yang mengerti betul tentang teknis, sistem manajemen keuangan dan budaya birokrasi yang ada. Torul adalah salah satu kandidat bakal calon Bupati Sampang pada Pilbup Sampang 2018. Prinsipnya kepemimpinannya sederhana, jika kepala tegak dan tegas, maka bawahan akan mengikuti gerakan kepala, yakni tegak dan tegas pula serta berprilaku baik dan bersih.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Daul dan Semangat Song-Osong Lombhung

13 Juni 2017   12:50 Diperbarui: 13 Juni 2017   13:03 2359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Song-Osong Lombhung | Dok.pribadi

Kereta dorong ini juga tak pernah luput dari hiasan-hiasan yang megah dan mencolok. Ada berbagai macam hewan atau tokoh pewayangan yang mereka tiru sebagai penghias. Mulai dari kepala batara kala, sayap merak, ayam bekisar hingga bangau. Tidak lupa panji-panji dan pelat kayu atau gabus bertuliskan nama kelompok atau asal desa sebagai penanda identitas.

Seluruh kompleksitas ini tentu menuntut kerja sama dari semua anggota kelompok, baik yang berdiri di atas kereta – para pemain perkusi, peniup terompet, penyanyi dan pengemudi kereta – maupun yang di luar kereta, yakni mereka yang menjaga arah, mendorong kereta dan menjaga tali. Baik yang turun langsung ke dalam pertunjukkan, maupun yang turut menyumbang dukungan dan tepuk tangan di barisan pengunjung. Jauh sebelum pentas, ketika satu kontingen berasal dari satu desa tertentu, seluruh warga desa sudah siap dengan iuran tenaga sekaligus patungan dana.

Perkara dana ini kiranya juga perlu kita perhatikan, terutama belakangan ini. Konon, dana tidak lagi berasal dari patungan warga. Seluruh biaya ditanggung beberapa orang tertentu saja, misal sang kepala desa, pemilik CV atau bahkan parpol tertentu. Di satu sisi warga memang tidak lagi dibebani tanggungjawab materi. Tapi, pertanyaan selanjutnya adalah, untuk siapa daul itu dipentaskan. Atau mungkin bisa juga, daul siapa yang tengah dipentaskan.

Sebab iuran dana, tenaga dan proses kreatif ketika merancang dan menyiapkan perlengkapan daul, sejatinya adalah pengikat warga, pengikat daul dan pengunjungnya. Sehingga mereka merasa memiliki sekaligus terwakili oleh kereta dorong yang diarak dalam pawai. Pengunjung tidak hanya bertepuk tangan untuk arak-arakan kontingen dari desa atau komunitas sebelah dimana mereka tidak tahu menahu proses pembuatannya, tapi pengunjung juga bertepuk tangan untuk kelompok daul dimana mereka ikut ambil bagian. Sebagaimana warga yang secara sukarela mengusung lumbung yang menyimpan bahan makanan untuk dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun