Menunggu pesanan saya disajikan sambil menghirup aroma yang menguar dari tusukan daging yang baru setengah dibakar, lalu diangkat, dilumuri bumbu lagi, untuk kemudian dibakar lagi. Rasa-rasanya sate pesanan saya sudah mencapai lidah sebelum benar-benar melahapnya.
Tapi seporsi sate kambing dengan taburan irisan bawang merah saja kurang lengkap tanpa ditemani semangkuk gule. Layaknya petis ikan yang mengimbangi manisnya kecap, kuah gule juga mencapai mufakat untuk melengkapi pekatnya bumbu sate.
Bumbu sate dengan aroma yang sedap, daging yang empuk, ditambah dengan gurihnya kuah gule yang seolah tak akan habis disesap dari tulang-tulang kambing. Saya rasa tak berlebihan jika kita menyebutnya ‘mufakat’, atau kalau mau melafalkannya dengan lidah Madura ‘mopakat’, yang artinya kurang lebih ‘mantap’.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H