Pemilik juga lihai dalam menjaga kualitas daging bebek. Bebek yang dipilih hanya yang berusia antara 45-50 hari dengan berat maksimal 1 kg, sehingga empuknya pas untuk 3 jam pengukusan. Bebek Songkem Pak Salim juga menyediakan menu selain bebek seperti burung dara dan ayam. Ini strategi bagus agar warung tidak tutup ketika bebek sedang langka. Pelanggan juga diberi pilihan untuk menikmati sajian kukusan maupun yang digoreng.
Selain unik, ramah kantong dan rendah kolesterol, saya rasa yang menarik dari bebek songkem  adalah kejelian pak Musalim, sang pemilik, untuk memilih hidangan ini sebagai menu andalan.
‘Songkem’ dalam bahasa Madura berarti sujud atau tanda hormat. Madura lekat dengan kultur yang relijius dan sangat menghormati pemimpin agama atau kyai mereka. Begitu pula di Kabupaten Sampang. Konon, ada tradisi kuno ketika orang-orang Sampang hendak songkeman atau berkunjung untuk memberi hormat pada kyai, mereka membawa buah tangan berupa masakan daging bebek.
Daging bebek ini disajikan utuh dengan posisi leher tertekuk seolah sedang menghaturkan songkem pada kyai yang dihormati. Ini pula yang sebabnya hidangan ini dinamakan bebek songkem.
Bagi pelanggan di luar Pulau Madura, mengingat gerai Bebek Songkem Pak Salim bahkan sudah sampai di Batam dan Denpasar, menyantap bebek songkem barangkali adalah menikmati citarasa bebek kukus yang unik sekaligus menyehatkan. Tapi melihat cerita di balik penyebutannya, menikmati bebek songkem kiranya sama juga dengan mengingat tradisi klasik antara warga Sampang dan kyai yang mereka hormati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H