Saat saya menginjakkan kaki di situs Makam ratu Ibu, saya merasa tidak berdiri di sebuah obyek wisata. Karena di situs tua yang berada di Kampung Madeggan, Kelurahan Polagan, Kecamatan Sampang Kota ini, sejarah Sampang terukir jelas. Situs Ratu Ibu sejatinya adalah jawaban dari pertanyaan tentang awal mula berdirinya Kabupaten Sampang.
Catatan sejarah menyebutkan jika di daun pintu Gapura Paduraksa yang berada di komplek situs Ratu Ibu terdapat relief berupa seekor naga yang tertembus panah sampai ekornya sebagai sangkala memet yang berbunyi “Naga Kapanah Titis Ing Midi”. Relief itu menyimpan arti sebuah tahun sakral ketika Raden Praseno diangkat sebagai penguasa Madura Barat oleh Sultan Agung. Naga Kapanah Titis Ing Midi merujuk pada angka tahun 1546 Caka atau 1624 Masehi.
Ahli sejarah Belanda HJ De Graff kemudian meneliti lebih jauh terkait relief itu. Dalam bukunya yang berjudul De Op Komst Vab R Trunojo (1940), De Graff bahkan menulis tentang momen pengangkatan Raden Praseno sebagai Raja Madura Barat lengkap dengan tanggal kejadian. Dia menyebutkan bahwa pada tanggal 12 Rabi’ul Awal 1039 Hijriyah yang bertepatan dengan 23 Desember 1624 Masehi adalah hari penetapan Raden Praseno yang bergelar Pangeran Cakraningrat I menjadi penguasa Madura Barat dengan Sampang sebagai pusat kerajaan.
De Graff juga menuliskan, dalam surat titahnya, Sultan Agung juga menegaskan bahwa Pangeran Cakraningrat I berhak menerima payung kebesaran kerajaan beserta upeti sebesar 20 ribu Gulden. Secara de jure dan de facto, surat titah tersebut merupakan bukti otentik dan sekaligus menjadi kebanggan bagi warga Madura Barat yang kala itu cakupan kekuasaan wilayahnya meliputi Sampang, Arosbaya, dan Bangkalan atas terpilihnya Raden Praseno.
Menentukan hari jadi Kabupaten Sampang ternyata bukan perkara mudah. Tim peneliti sejarah Kabupaten Sampang setidaknya butuh waktu sekitar 20 tahun untuk memutuskan tanggal 12 Robiul Awal 1045 H atau bertepatan dengan tanggal 23 Desember 1624 M sebagai hari jadi Kabupaten Sampang.
Laman lontarmadura.com menulis ulang tentang sejarah penentuan hari lahir Kabupaten Sampang yang bersumber dari JawaPos terbitan 31 Maret 2007. Di situ tertulis bahwa awal mula penelusuran hari jadi Sampang dilakukan pada pertengahan tahun 1973 silam. Kala itu, sekumpulan budayawan Sampang meminta lembaga legislatif untuk menulusuri hari jadi Sampang. Permohonan itu kemudian dikabulkan secara resmi bertepatan dengan sidang paripurna Pengesahan Pemakaian Lambang Daerah pada Oktober 1973.
Kala itu, semua fraksi di DPRD Sampang sepakat bahwa penelusuran hari jadi dianggap penting untuk memperkokoh jati diri dan melegitimasi status Kabupaten Sampang. Meski demikian, ternyata legislatif tidak bergerak cepat dalam merealisasikan rencana penelusuran hari jadi Sampang.
Dua tahun berselang, yakni pada Agustus 1975, legislatif membentuk Tim Perencana Penelusuran dan Penetapan Hari Jadi Kabupaten Sampang yang diketuai sekretaris daerah waktu itu. Tim tersebut di bawah koordinasi Ahmad Putrodihardjo dan beranggotakan Moh. Iksan Tohir, Drs Herman Effendi, Drs Moh. Yasid, Drs Ali Daud Bey, dan Drs Soetopo.
Meskipun tidak didukung tenaga pakar, mereka bertekad menerbitkan buku sejarah pemerintah di Sampang. Pengumpulan data-datanya dilakukan melalui wawancara langsung dengan pejabat pemerintah maupun tokoh ulama. Antara lain, RPH Moh. Noer (gubernur Jawa Timur saat itu), Soenarto (residen Madura), KH Zubair Abdullah, KH Nahrawi, dan Moh. Kurdi Adra’i.
Selain itu, mereka melakukan pengkajian terhadap sejumlah referensi. Antara lain, buku Sejumlah Pemerintahan di Madura, Madura Selayang Pandang, Pangeran Trunojoyo Panembahan Maduretno, dan Cerita Pangeran Bangsacara.
Setelah melalui penelusuran dan pencarian yang melelahkan selama 3 tahun, pada pertengahan tahun 1978, tim lima berhasil menerbitkan buku Sejarah Pemerintahan Kabupaten Sampang.