“Auuu..” Jerit Mik meraba kepala yang dijitak Garang.
“Jangan beriisiik..shuuut..!!” Garang melekatkan telunjuknya ke bibir, mendiamkan.
Mereka mengendap-endap. Diam-diam dan pelan. Takut si pemilik sawah mengetahui aksi mereka. Kebetulan bulan ini padinya belum masak. Satu per satu tiap tangkai padi yang masih hijau mereka petik dan dimasukan ke dalam kantong. Sesekali kepala mereka naik turun, mengawasi situasi.
“Demi burung kita..!!” Garang meyakinkan Mik dengan tatapan berani.
“Yah, de-mi..bu-ru-ng..kita..!!” Jawab Mik seperti membaca proklamasi.
“Rang..ada ular..” Desah Miko memberi tahu, karena ia takut kena jitak lagi.
Garang tak percaya. Ia pun melongok kebelakang, seperti yang di tunjukan bentuk wajah ketakutan Mik. Benar saja ular hitam melintas dibelakangnya. Tak kuasa menahan ketakutan, Garang berteriak. Menggemalah udara.
“Siapa itu..!?” Teriak seorang Petani dari saung[11].
Mendengar itu Garang dan Mik sepakat untuk lari terkial-kial.
“Ga-rang..!?” Teriak si petani dengan sedikit nada tanya.
“Maaf paman aku minta padinya sedikit ya.. dadah..” Jawab Garang terbirit bersama Mik dan melambaikan tangan ke arah si Petani.