Mohon tunggu...
ephemeral
ephemeral Mohon Tunggu... Mahasiswa - siswi sma

wibu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bisikan Bunga [Fanfic Genshin//Donna,Diluc,Jean] - Part 1

19 November 2022   19:30 Diperbarui: 19 November 2022   19:32 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Minum ini. Kamu harus istirahat, pekerjaanmu udah cukup berat.", ucap Diluc sambil memberinya minuman Birch Sap yang dikatakan bisa menyembuhkan batuk ringan.

            "Ah Diluc, ini bukan minuman yang kupesan tadi...", balas Jean. Tetapi perkataan Jean berkebalikan dengan yang dilakukannya. Ia justru menghabiskan minuman itu sampai tidak ada yang tersisa. Melihat tingkah laku Jean, senyum tersimpul pada wajah Diluc diikuti dengan ekspresi lega.

            "Apa kamu bisa menjaga dirimu sendiri, Jean?", tanya Diluc sambil membersihkan mulut Jean secara langsung dengan sapu tangan miliknya. Perilaku Diluc yang memperlakukan Jean bagaikan porselen cantik, ia merawatnya dengan hati-hati. Seperti adegan di pertunjukkan teater yang sering dilihat oleh Donna. Berbeda dengan perilaku Diluc yang memperlakukan Donna selayaknya sebagai seorang pelanggan. Di saat itu juga, Donna langsung menyadari keberadaannya di dalam cerita ini. Ia bukanlah tokoh utamanya.

Seketika perasaan Donna mulai gundah. Daripada ia harus menonton adegan yang mematahkan hati ini lebih lanjut, Donna memutuskan untuk bangkit pergi dari tempat duduknya. Ia beranjak keluar dari pintu tanpa penjelasan apapun dengan kepala menunduk. Perjalanan dari kedai ke rumahnya terasa sangat jauh, kakinya terasa berat untuk digerakkan. Pertanyaan dari penduduk setempat yang menanyakan keadaannya pun tidak terdengar. Dirinya yang biasanya ceria ini terus menundukkan kepalanya sampai di depan rumahnya. Ketika pintu rumahnya sudah dikunci, ia menyenderkan kepalanya pada pintu dan akhirnya menatap langit kayu pada rumahnya. Seberapa keras pun ia menahannya, air mata itu sudah tidak tertampung lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun