Spontan juga muncul tanya  akan kadar ketulusan pada diri. Memberi masih berharap pamrih. Mengapa tak bertumbuh kedewasaan rohani?
Ketulusan omong kosong saja. Memberi diam-diam jauh di lubuk hati berharap kembali.
Kenapa masih begini? Â
Kenapa masih belum bisa memberi dengan tulus apa adanya?
Memberi ya memberi saja dengan niat tulus apapun yang terjadi. Direspon atau tidak ketulusan tak tergoyahkan. Itu baru namanya ketulusan. Bukan tulus-tulusan.
Ada balasan terima kasih atau tidak ada, tiada mempengaruhi suasana hati. Fokus saja pada hal baik yang dilakukan. Bukankah ini yang lebih  baik dan berarti?Â
Begitu sederhana. Kenapa masih belum bisa?
@cermindiri, 04 Januari 2023Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H