Kebajikan yang tulus itu menyentuh. Menggugah jiwa untuk bercermin diri. Merasa malu akan kebajikan diri sendiri.Â
Kita  bisa membalas kebajikan orang lain dengan doa dan harapan. Karena ini pun sebuah kebajikan. Ketulusan adalah kebajikan.
Jangan berpikir diri sendiri sudah baik, sesungguhnya ada yang lebih baik dan tulus. Hal ini mestinya menyadarkan diri untuk melakukan kebajikan dengan lebih baik lagi. Bukan berpuas diri.
Kebajikan bukan sekadar untuk jadi cerita, tetapi jadikan sebagai permata.Â
Sebenarnya saya tak berniat menulis pengalaman ini, walaupun berkesan dan menyentuh. Karena ingat bahwa melakukan kebaikan itu cukup sendiri yang  tahu.
Jangan ceritakan sekalipun kepada rumput yang bergoyang. Takutnya ia pun akan bercerita kepada angin malam.
Lalu angin malam berbisik pada pohon-pohon. Hingga yang tahu jadi satu hutan.
Akhirnya bisa dianggap menjadi pameran kebajikan. Tentu tidak enak menjadi omongan.
Namun, tiba-tiba ada bisikan bahwa kebajikan boleh dikisahkan, agar bertumbuh menjadi kebajikan lagi. Bukan disimpan dalam laci.
Jadi, yang perlu menjadi pertanyaan adalah niat apa yang ada di dasar hati ketika bercerita.
Begini ceritanya.