Adakah kehilangan yang menyenangkan?
Dalam hal ini tentu maksudnya kehilangan sesuatu yang berharga. Orang yang dicintai atau uang misalnya.
Tentu berbeda kalau kehilangan utang. Ini pasti menyenangkan.
Baru-baru ini saya harus merasakan kehilangan dompet. Sesuatu yang  sangat berharga buat saya. Karena selain uang, ada kartu dan surat berharga.
Hal yang baru saya sadari setelah sekian lama. Siang keluar bepergian, malam baru menyadari benda ini tiada lagi.
Seketika dunia terasa gelap. Sesaat langsung panik. Â Mencari ke sana sini. Tidak ada.Â
Saya yakin benda ini jatuh ketika bepergian itu. Ya sudah. Mau apa lagi?
Takdir. Kalau sudah waktunya hilang, memang harus terjadi bisa apa?
Saat saya memberitahukan ke istri tentu saja ia sangat menyesali kejadian ini. Langsung sakit perut katanya. Ia bilang pasti tidak bisa tidur kalau mengalami kejadian ini.
Oleh sebab itu saya mengatakan kalau sampai seperti itu namanya rugi dua kali. Jangan sampai.Â
Hilang ya sudah. Mau menangis sampai keluar darah juga tak kembali. Lebih baik menerima saja sebagai takdir. Bukankah lebih baik?
Tentu sambil berharap yang menemukan mau mengembalikan. Paling tidak surat-surat dan kartu-kartu. Kalau uang ikhlaskan saja.
Saat otak dan perasaan berpikir dan penuh tanya. Kenapa bisa hilang? Langsung segera mengingatkan diri bahwa memang waktunya terjadi, terima saja.
Apa yang bukan menjadi milik kita lagi tetap akan hilang  bila sudah waktunya tiba. Apa yang masih  menjadi milik kita akan tetap bersama.
Saya mengingat kembali suatu kejadian. Saat itu dompet tertinggal di sebuah toko.
Karena teman yang ditunggu belum datang, saya ke sebuah toko untuk membeli beberapa roti. Saat hendak membayar saya mengeluarkan dompet. Setelah itu malah saya taruh di atas roti tersebut. Bukan memasukkan kembali ke kantong.
Kejadian ini saya sadari ketika hendak mengambil dompet tersebut yang sudah tidak berada di tempatnya.
Uang tersebut hampir dua jutaan dari bos yang hendak saya serahkan untuk pembayaran sewa alat berat.Â
Badan langsung lemas. Karena sudah setengah jam lebih kejadiannya. Mana mungkin masih ada dompet tersebut di tempatnya lagi? Ini pikiran yang pertama kali muncul.
Namun, namanya usaha tetap perlu ada. Saya segera kembali ke toko tersebut sambil berlari. Begitu masuk melihat ada beberapa orang yang sedang belanja badan makin lemas.
Akhirnya. Mata saya langsung bercahaya karena melihat dompet dengan uangnya masih utuh. Â Padahal posisi dompet tersebut hanya berjarak sekitar satu meter dari orang yang sedang belanja.
Dompet saya itu juga posisinya persis di depan pemilik toko yang hanya berjarak dua meteran. Aneh juga dia tidak melihat. Pikir saya waktu itu.
Tentu saya sangat bersyukur. Kalau sampai hilang  hancur hati saya karena harus mengganti uang tersebut.
Inilah yang dikatakan kalau memang sudah milik tak akan ke mana-mana.
Sebaliknya kalau bukan milik ada saja jalan untuk kehilangan. Karena pernah juga tertinggal HP. Tertinggal di meja, 10 menit balik lagi sudah tidak ada.
Sekali lagi kalau bukan miliki di dalam kantong saja bisa hilang.
Akhirnya saya sampai pada pemikiran bahwa kehilangan uang itu hanyalah kehilangan sebagian kecil rezeki. Namun, bila saat kehilangan masih bisa menerima dan tetap bersyukur inilah rezeki sepenuhnya.Â
Saat kehilangan sesuatu tidak kehilangan semangat dan akal sehat, bukankah juga merupakan rezeki terbesar?
Kehilangan sesuatu mungkin karena suatu kesalahan, tetapi jangan sampai terjadi lagi kesalahan berikutnya dengan saling menyalahkan. Jangan sampai juga kehilangan menjadi omong kosong.
Tidak juga sekadar pasrah sambil berharap ada gantinya yang lebih besar, tetapi ada usaha dan mencari solusi.
@cermindiri, 14 Juni 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI