Humor itu bisa menjadi obat yang menyembuhkan, bisa juga racun yang mematikan.Â
Humor bisa menghadirkan senyuman, bisa juga kepahitan. Membuat suka juga duka.
Saya termasuk salah satu makhluk bernama manusia di planet bumi ini yang menyukai humor. Mungkin orang yang pertama kali bertemu akan mengira saya orang paling serius di dunia. Tak akan menyangka kalau bisa membuatnya sepanjang malam tertawa.Â
Dengan humor ini saya bisa membuat suasana ceria. Yang cemberut terpaksa tersenyum juga. Ah, betapa bahagianya.Â
Humor bisa membuat orang tertawa itu selain bisa menjadi lahan mencari penghasilan dan menjadi kaya. Masih dapat pahala pula, kata ustaz tetangga.Â
Berapa banyak kali membuat orang gembira dengan humor saya sudah lupa. Tentu hal ini membuat saya ikut tertawa. Walaupun kadang dalam hati.Â
Namun, berapa kali dengan humor  menyakiti orang lain saya masih sangat  ingat. Tentu tidak termasuk yang tak mengakui. Yang diam-diam merasakan ketersinggungan dengan lontaran humor saya.Â
Acap kali dengan humor atau bercanda ingin menyenangkan, apa daya bila yang terjadi ketegangan. Gara-gara kejadian ini saya pernah menyesali sampai badan meriang. Benar-benar menyesal dan berjanji tak akan mengulangi. Istilahnya kapok untuk berhumor lagi.Â
Buat apa bercanda  apabila hanya bisa membuat sakit hati?
Ada perasaan tidak nyaman sampai otak berputar-putar mencari penyebabnya  dan bertanya. Ada yang memang akhirnya harus saya akui kesalahan ini, ada pula yang penasaran salahnya di mana?Â
Bisa jadi hanyalah masalah salah paham. Tetap akhirnya harus mengakui kesalahan yang terjadi. Tidak boleh membela diri. Salah ya salah.Â
Celakanya, tetap saja sesekali terpeleset juga mengulangi. Beginilah kalau sudah sifatnya suka humor. Padahal sudah hati-hati dan berjanji tidak mau bercanda lagi.Â
Apakah lantas pasrah dan berkata, "Ini sudah sifat saya tidak bisa berubah lagi." Â Saya tidak mau omong kosong.Â
Tentu saja  tidak. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan humor. Konon katanya Tuhan pun suka tertawa. Manusia yang tidak suka tertawa lebih baik tinggal di hutan saja atau bikin rumah di tengah gurun.Â
Semua orang pasti suka tertawa. Orang yang ompong saja berani tertawa, walaupun ketika sadar langsung menutupi mulutnya. Baru sadar tidak punya gigi, Â tetapi mau dipamerkan. Ya, malulah.Â
Humor itu memang ibarat dunia tanpa bunga-bunga. Makan tanpa minum. Humor adalah bagian kehidupan yang akan selalu ada sepanjang masa.
Apa masalahnya sehingga humor bisa menjadi racun membuat  terluka?Â
Sering kali maksud hati ingin menghibur menghadirkan senyuman di wajah, yang terjadi muka merah karena marah. Bisa-bisa jadi putus hubungan pertemanan dan saudara.Â
Ada terjadi, bukan?Â
Salah Paham Jadi Penyebab
Yang paling utama karena salah paham. Hal yang sejak dahulu sudah ada. Maksudnya mau begini, dipahami begitu.Â
Yang membuat keadaan semakin  parah adalah penjelasan  tidak paham-paham juga. Entah kenapa?Â
Salah paham juga karena selera humor yang berbeda dan belum saling mengenal dengan baik. Ini juga jadi penyebab.Â
Saya di tempat kerja dengan beberapa orang kadang bercanda agak kasar dan dengan gaya marah-marah, malah jadi tertawa. Karena memang paham hal ini dalam kondisi bercanda. Tidak ada masalah sama sekali.Â
Namun, orang lain yang melihat persepsinya bisa lain atau malah kaget. Karena memang takpaham gaya bercanda yang ada.Â
Memahami Kondisi dan Situasi
Seperti kata orang  bijak sering kali mengingatkan dalam bercanda juga perlu bijak memahami situasi dan kondisi.Â
Bisa saja orang yang biasa bercanda dengan kita akan berubah menjadi marah ketika kita bercanda pada situasi yang tidak tepat. Misalnya pas lagi ada masalah dengan pasangan, Â pekerjaan atau persoalan hidup lainnya.Â
Hal ini juga acap kali terjadi, bukan? Hingga membuat kaget dan takpercaya teman yang biasa diajak bercanda bisa marah.Â
Baru-baru saya berani menyindir seorang teman yang pernah mengambek karena candaan.Â
Saya mengatakan sekarang  takut kalau ingin bercanda dengannya, karena takut mengambek lagi. Namun, ia mengatakan minta dimaklumi mungkin karena sedang mumet ketika itu, sehingga ketika  maksud saya bercanda membuat ia tersinggung.Â
Jadi, kata kuncinya pandai melihat situasi dan kondisi. Bijak menyikapi. Namun, sering kali semua nasihat ini jadi omong kosong karena ketakmampuan mengendalikan diri kalau sudah bercanda. Lepas kontrol.Â
Spontanitas bercanda memang alami, tetapi perlu juga mengendalikan diri agar apa yang tidak diinginkan tak terjadi. Jangan sampai maksud baik berbuah sakit hati.Â
@cerminperistiwa, 2 Desember 2021Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H