Karena selain berharap akan menjadi salah satu nomine dan akhirnya jadi pemenang, setiap kompasianer pun memiliki kesempatan menominasikan jagoannya. Baik kompasianer lain maupun diri sendiri. Asyik.Â
Bukan omong kosong menominasikan  diri sendiri karena merasa pantas pasti akan menjadi godaan yang mudah melewati. Yang berat itu untuk menominasikan kompasianer lain. Pasti sangat membingungkan dan ada dilema tersendiri. Terlalu banyak pilihan dan layak.Â
Oleh sebab itu sejak awal ada ajang ini--kalau tidak salah ingat pada 2011--di FX Plaza di sekitar Senayan. Saya termasuk yang selalu menominasikan diri sendiri. Hanya pernah dua atau tiga kali absen berpartisipasi.Â
Apakah menominasikan diri sendiri sebagai peraih Kompasiana Awards termasuk dosa? Tentu saja tidak, karena Kompasiana sebagai panitia tidak melarang. Bahkan membolehkan.Â
Jadi, sah-sah saja menominasikan nama sendiri sebagai nomine. Siapa pun berhak menjadi pemenang di ajang ini melalui usaha dan doa. Termasuk saya tentunya.
Setelah 2011 dan 2012 masuk nomine dan gagal total, kecewa tentu saja. Apalagi ada perasaan merasa layak. Setelah itu hanya angin lalu bagai jadi debu. Karena itu sempat menghilang sekian lama dengan kesibukan lain.Â
Sampai 2020 ibarat bangkit dari kubur dengan masuk nomine kembali. Sedikit mengejutkan  sebenarnya. Apalagi masuk kategori "Best in Fiction", padahal saya sendiri menominasikan masuk "Best in Specific Interest". Takmungkin menolak, kan?Â
Ternyata memang sudah waktu dan jodoh. Akhirnya kali ini tidak melengkapi kegagalan sebelumnya menjadi tiga kali tentu menuai rasa syukur. Tuntas sudah rasa penasaran yang ada. Ibarat utang yang ada terbayar lunas.Â
Kemudian sempat berpikir untuk bertobat. Ada dosa apa gerangan?Â
Saya ingin bertobat pada ajang Kompasiana Awards 2021 tidak akan menominasikan diri sendiri  lagi. Apalagi masih  banyak kompasianer yang lebih layak. Saking banyaknya sampai bingung untuk memilih yang mana. Saya kira sampai  perlu bersemedi.Â
Oleh sebab itu sampai saat ini masih belum memilih, walaupun nama-nama sudah memenuhi kepala. Ada nama ..., ..., ..., dan.... Yang jelas nama Katedrarajawen takada.Â