Sebuah perjalanan selalu saja ada menyuguhkan cerita, tergantung kita hendak memungutnya atau membiarkan terbang bersama angin tanpa tersisa.Â
Dalam sebuah bus umum seorang  ibu menatap  pria yang duduk  di depannya dengan berbagai macam pikiran  dan bertanya, "Anda umur berapa?"Â
Tanpa curiga sang pria dengan polos menjawab, "Tiga puluh lima tahun."
Ia tersenyum sambil mengangguk sebagai tanda hormat.Â
Seakan memandang rendah pria di depannya ibu ini berkata, "Anda sudah umur 35 tahun masih naik kendaraan umum, anak saya baru umur 26 ke mana-mana sudah naik mobil sendiri."
 Senyum tersungging di wajahnya.Â
Mungkin ibu ini hendak membanggakan anaknya karena di usia muda sudah pintar mencari duit. Sementara pria di depannya sudah berumur 35 tahun masih naik kendaraan umum. Kalah dengan anaknya yang baru berumur 26 tahun.Â
Entah bangga atau sombong. Kadang antara bangga dan sombong menang sulit dibedakan. Bisa jadi seperti kembar, Â tetapi taksama. Mirip-mirip saja.Â
Acap kali orangtua memang tergoda untuk membanggakan kelebihan anak-anaknya pada dunia. Namun, diam-diam di ujung hati menyembunyikan kesombongan.
Lupa atau tidak sadar, bahwa ada banyak anak-anak lain yang lebih baik dari anaknya. Tidak mau tahu. Kala tahu jadi malu sendiri. Hanya saja akan selalu mencoba menutupi.Â
Tidak ada salah membanggakan kelebihan anak sendiri, hanya saja tidak perlu sambil merendahkan  anak yang lain. Peribahasa menyelam sambil minum air tak perlu dibawa.Â
Lebih baik pakai peribahasa lain ladang lain belakang, lain anak lain kelebihannya. Setiap anak tidak bisa dibanding-bandingkan.Â
Karena punya kemampuan dan keunikannya sendiri. Membandingkan hanya akan memunculkan luka tanpa merasakan.
Kembali ke bus umum yang sedang melaju di keramaian jalan.Â
Jawaban sang pria  sungguh mengejutkan dan seketika membuat malu atau menjadi tidak enak hati  wanita baya itu.Â
Apa jawaban sang pria?
Ia mengatakan bahwa pada umur 25 tahun sebenarnya sudah membeli mobil, tetapi demi kenyamanan  ibunya bisa ke mana-mana naik mobil pribadi, ia lebih memilih naik kendaraan umum. Jadi, bukan takmampu beli seperti perkiraan.Â
Seakan-akan hendak mengatakan bahwa ia rela naik kendaraan umum demi kebahagiaan  ibunya. Sementara anak wanita baya itu malah enak-enak naik mobil pribadi, sedangkan ibunya harus repot naik kendaraan umum.Â
Sayang pembicaraan tidak berlanjut, bus sudah sampai tujuan. Saya pun mau ikut turun.Â
Berharap cerita ini juga bisa membawa kita pada tujuan masing-masing. Â Setiap cerita punya perjalanannya.Â
@cermindiri 07 Oktober 2021Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H