Akhirnya, teman ini mau mengakui memang benar apa yang saya katakan. Ingat, kata teman, bukan saya.Â
Namanya persepsi tak jarang memang menyesatkan. Karena satu pengalaman buruk berhubungan dengan suku tertentu lalu memersepsikan hal ini sebagai kebenaran. Bahwa semua orang suku ini memang demikian. Kemudian menjadi stigma  sepanjang hidup. Kasihan.Â
Yang lebih parah dan menyesatkan lagi apa yang dianggap sebagai kebenaran yang kemudian menjadi persepsi bukan karena pengalaman sendiri, tetapi hanya katanya.Â
Nah, ini yang pernah saya alami. Dalam perjalanan kehidupan  saya sendiri punya pengalaman dalam hal ini.Â
Katanya suku ini fanatik, suku itu sama juga demikian. Oleh sebab itu kemudian  menjadi persepsi sehingga ketika bertemu  suku yang dimaksud jadi ngeri-ngeri seram. Jangan-jangan, pikiran demikian bermunculan.Â
Dalam perjalanan hidup selanjutnya justru saya bisa bergaul  dengan berbagai suku yang ada di negeri ini. Dari Aceh sampai Papua dan dari Sulawesi Utara sampai NTT.Â
Yang kemudian  membuka mata dan hati saya bahwa suku yang katanya fanatik itu justru sangat toleran dalam pergaulan yang saya alami sendiri. Ini kebenaran, bukan katanya.Â
Bersyukur bisa kembali ke jalan yang benar dari ketersesatan.Â
Artinya jangan sampai punya stigma bahwa orang dari suku ini adalah begini, dari suku itu begitu.Â
Urusan kebaikan  dan tidak baik suku apa saja sama. Ada yang baik, ada yang tidak. Tidak ada yang semuanya baik dan semuanya jahat.Â
Dalam hal ini manusia itu baik atau jahat bukan ditentukan dari sukunya. Yang pasti setiap manusia dalam suku apapun pasti memiliki nurani dan ego.Â