Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Omong Kosong Berdebat

19 Agustus 2021   07:49 Diperbarui: 19 Agustus 2021   07:53 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apabila mau bicara perbedaan, maka akan ada perdebatan yang tidak selesai. Namun, bila hendak bicara kesamaan akan ada kesepahaman. 

Mengapa sering terjadi perdebatan? Jelas, karena ada berbeda paham  terhadap satu masalah. 

Sore itu mumpung santai, saya ajak anak diskusi ringan tentang agama. Bicara ini dan itu secara ringan saja. 

Akhirnya saya  bilang antara ilmu pengetahuan dan agama biasanya ada perbedaan paham. Apa yang  saya katakan sepengetahuan dari yang pernah dibaca. Tentu sudah lupa sumbernya. 

Misalnya keberadaan dunia ini dengan segala isinya. Menurut pengetahuan berdasarkan penelitian dunia ini sudah bermiliaran  tahun. Ada fosil dinosaurus umurnya ratusan juta tahun. 

Sementara menurut agama umur dunia dengan manusia sejak pertama diciptakan hanya puluhan ribu tahun. 

Anak saya serius menyimak, lalu saya bilang dari buku yang pertama dibaca ada penjelasan bahwa Tuhan sengaja menanam fosil-fosil itu untuk menguji keimanan manusia. Apakah mereka lebih percaya ilmu pengetahuan atau kitab suci?

Saya mengatakan, jawaban ini terlalu menyederhanakan masalah. 

Mendengar hal ini anak saya sedikit tersenyum. 

Sebenarnya saya mengharap ia mau memberikan pendapat mengenai hal ini agar terjadi sedikit diskusi. 

Namun, secara  sederhana pula anak saya menanggapi dengan pertanyaan. 

"Papi sendiri lebih percaya yang mana?" 

Lah, kenapa iman saya yang diuji sekarang? 

Karena pemahaman agama  sangat dangkal, apalagi menyangkut kehidupan bermiliaran tahun yang lalu  saya memilih memakai jurus politisi untuk menjawab hal ini. 

Saya mengutip perkataan Albert Einstein, "Agama tanpa ilmu pengetahuan  adalah buta dan ilmu pengetahuan  tanpa agama adalah  lumpuh."

Saya tidak mau berusaha mencari jawaban dari masalah ini. Was-was saja, sekali  bertemu malah dikatakan kalau begitu agama itu omong kosong. Karena ilmu pengetahuan itu sudah ada pembuktian melalui penelitian. 

Sebenarnya masih ada hal lain yang saya bahas lagi sebagai bahan diskusi, tetapi yang ingin saya bahas dalam tulisan bukan masalah itu. Bukan soal usia dunia menurut ilmu pengetahuan dan agama. 

Saya hanya bisa sekadar mengingatkan kepada anak bahwa dalam hal agama perlu kritis jangan asal yakin. 

Jangan asal percaya. Karena kadang jawaban yang ada hanya menggampangkan masalah. 

Kenapa kamu percaya Tuhan? Jangan hanya menjawab, "Percaya saja, karena yakin ada."

"Kenapa yakin ada?" 

"Percaya saja."

Ya, repot. 

Namun, kritis juga jangan  berlebihan atau mengada-ada. 

Seperti saya bervegetarian ada sampai  mengkritisi bahwa bervegetarian itu berbahaya. Gara-gara kamu tidak makan ayam, babi, sapi, dan teman-temannya nanti dunia penuh dengan binatang. 

Bicara soal agama memang riskan menjadi penyebab terjadi perdebatan tiada habis. Karena pasti masing-masing memiliki sudut pandang berbeda. Bahkan bisa bertolak belakang. 

Apabila hanya sekadar diskusi atau bertukar pikiran agar terjadi pemahaman  yang sama tentu takada masalah. 

Namun, memang terlalu naif bila berdebat soal keyakinan. Karena yang terjadi malah jadi saling melukai dan saling merasa dirinya yang paling benar. 

Sering merasa jengah bila melihat perdebatan yang terjadi selama ini. Apalagi terjadi secara terbuka. Tokoh agama A menantang berdebat tokoh agama B. Lalu meladeni. Ramai, yang menang bangga dan puas. 

Mereka yang mengaku paham soal agama bisa saling berdebat untuk menunjukkan mereka yang paling benar, lawannya yang salah. Lucu memang. 

Saya yakin, mereka yang benar-benar paham soal agama takkan tergoda masuk arena perdebatan  ditonton orang banyak. Bukan masalah takut kalah, tetapi bersikap bijak saja.

Anak saya juga mengatakan bahwa di sekolah atau  saat berkumpul  bersama dengan  temannya yang muslim juga adakala berdiskusi soal agama. 

Anak saya menyimpulkan, "Dede juga bilang sih ke teman kalau bicaranya soal perbedaan tidak ada habis, tapi kalau  bahas yang sama pasti banyak kesamaannya."

Wah, bijaksana juga anak saya ini ternyata. Siapakah yang  mengajarkan? 

Awas, jangan berpikir anaknya saja bijak, apalagi bapaknya. Salah itu. 

Saya bisa sedikit bijak justru karena belajar banyak dari anak. Ini kebenaran. 

Buktinya, saya pancing untuk berdebat dia kalem saja, padahal kami berbeda dalam keyakinan. 

@cerminperistiwa 18 Agustus 2021 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun