Ternyata sampai ke tempat tujuan di dalam gedung sudah ramai. Sementara di luar masih ada sekerumun orang. Saya berpikir bisa lama ini acaranya.Â
Saat itu ada petugas yang memberikan pengarahan dan saya juga bertanya untuk kepastian dengan menunjukkan  selembar kertas bukti vaksinasi pertama.Â
Kemudian kami diminta antre. Saat itu posisi saya bersebelahan dengan seorang ibu. Di belakang ada wanita bersama suaminya.Â
Kami sedikit mengobrol, lalu wanita itu mengatakan pada ibu yang di depan agar memberikan tempat pada saya saja di depan. Rupanya mereka satu keluarga.Â
Senanglah saya artinya posisi saya di depan dengan asumsi akan lebih cepat dapat kesempatan divaksin. Â
Siapa yang tidak mau lebih cepat dapat kesempatan?
Namun, sesaat  muncul rasa tidak nyaman. Kenapa bukan saya yang mengalah? Apa tidak malu?Â
Saya buru-buru. Ada bisikan membela diri. Lagi pula mungkin mereka mau bersama antreannya. Pikir saya lagi.Â
Sudah syukur dikasih lebih dahulu masih pikir macam-macam lagi. Omong kosong macam apa ini? Ya sudah. Namanya orang baik biasanya akan diberi kemudahan. Sekadar merasa dan membela diri. Diam-diam. Bisik-bisik dari dalam.Â
Setelah berdiri sekian lama, terdengar panggilan bahwa sepuluh orang yang antre di depan  boleh masuk. Lega, bisa duduk akhirnya. Lebih cepat lebih baik.Â
Ketika berada di dalam posisi duduk kami diatur oleh seorang petugas wanita. Setelah saya amati, ternyata sekarang posisi wanita yang memberi kesempatan agar saya di depan justru ada di depan saya. Apa pula ini ceritanya?
Ketika didata oleh petugas nomor antrean selisih 10 nomor. Kenapa bisa? Â Mau lebih cepat malah jadi lebih lambat yang didapat.