Tempat yang tidak aman justru akan menjadi  paling aman.Â
Salah satu tempat yang paling tidak aman dari aksi pencopetan adalah terminal. Biasanya tempat di mana para pencopet dan preman berkumpul.Â
Karena di terminal  banyak orang berdatangan dari mana saja  sehingga mudah mencari mangsa hanya dengan nongkrong dan mengamati sambil ngopi.Â
Saat pertama kali hendak ke Jakarta tahun 90-an saya selalu diwanti-wanti oelh teman yang sudah sering ke Jakarta agar berhati-hati. Apalagi kalau tahu tujuan saya mau ke Blok M.Â
Ada nuansa seram dihadirkan dengan kondisi terminalnya. Padahal zaman itu Blok M terkenal tempat nongkrong yang keren. Banyak artis di sana, katanya.Â
Saya yakin hal ini bukan untuk menakuti, tetapi mengingatkan agar selalu  waspada. Saya ke Blok M sekadar penasaran untuk melihat secara langsung suasananya bukan katanya.Â
Selanjutnya menjelajah ke Grogol dan Pasar Senen yang zaman itu sudah ada pusat perbelanjaannya. Cerita tentang kondisi terminal dengan aksi kriminal tak pernah lepas di kedua kawasan ini.Â
Ada rasa takut, tetapi tak pernah membuat saya gentar. Yang ada justru rasa penasaran untuk membuktikan kebenarannya. Biasanya saya selalu pergi sendiri.Â
Ternyata semua berjalan dengan baik. Hal yang menakutkan dan dikhawatirkan tak pernah terjadi.  Aman-aman saja. Puji Tuhan, saya tak pernah kecopetan atau diganggu  para preman.Â
Sejujurnya ada satu jurus sakti yang selalu saya pakai kalau berada di terminal yang membuat saya selalu aman. Entah dapat bisikan dari mana jurus ini saya peroleh.Â
Berdasarkan logika sendiri saja dengan asumsi tempat yang bahaya itu justru akan menjadi tempat yang aman kalau berani berada di sana.Â
Bukan hanya ketika berada di terminal yang ada di Jakarta, tetapi saat berada di Serang, Bandung, atau sewaktu ke Cirebon. Baik pada siang hari maupun ketika tiba menjelang tengah malam jurus ini selalu saya pakai.Â
Ketika berada di terminal ada waktunya tidak bisa langsung mendapatkan bus dengan jurusan yang menjadi tujuan. Namun  tak jarang harus menunggu cukup lama sampai bus itu.datang. Kadang pun sudah penuh sesak.Â
Nah, pada kesempatan ini jurus yang selalu saya pakai adalah nongkrong dengan preman-preman yang ada di terminal dengan percaya diri.
Pada kesempatan itu saya gunakan sekadar basa-basi atau tanya-tanya soal waktu kedatangan bus. Tak jarang malah saya ditawari rokok. Enak, toh? Mungkin dengan berani bergabung bersama, mereka malah merasa segan. Bisa jadi mereka berpikir saya preman juga.Â
Apabila kita takut-takut atau berusaha menghindari dari mereka justru akan menjadi sasaran empuk.Â
Dengan saya berani nongkrong bersama mereka, ketika  temannya ada  yang melihat saya malah dikira teman mereka juga  sehingga  saya saya naik bus  takkan berani diganggu. Benar, toh? Strategi ciamik, kan? Buktinya memang saya aman saja selama ini.Â
Apakah jurus yang saya pakai akan selalu berhasil juga bila orang lain yang menerapkan?Â
Tentu saya tidak berani menjamin, mungkin saya berhasil karena tampang saya lebih preman dari mereka. Jangan-jangan juga karena tampang saya malah lebih mirip copet?
Jadi, kebenaran pengalaman seseorang belum tentu akan menjadi kebenaran pula bagi orang lain. Dalam hal ini perlu selalu bijak menyikapi.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI