Teman satu geng saya yang empat orang pun ikut memusuhi saya. Jadi, sejak itu mereka tidak pernah mau lagi menegur sapa apalagi mengajak main. Kalau disindir, iya. Saya diam seribu bahasa. Bila meladeni pasti saya kalah dikeroyok.Â
Sebenarnya saya tidak habis pikir juga, orang mau benar malah dimusuhi. Mungkin juga mereka tidak habis pikir teman satu  gengnya diajak bolos berani menolak. Apa tidak takut dijadikan sambal?Â
Ya sudah, apa mau dikata. Tentu saya tidak harus merengek-rengek atau memohon ampun  segala. Karena saya yakin dengan apa yang saya lakukan adalah benar. Sabar saja. Hampir tiap hari saya harus menerima perisakan  silih berganti.Â
Saya tidak takut? Takut juga. Karena takut jadi berani. Kalau sudah berani jadi tidak takut lagi. Seperti omong kosong ya?Â
Saya sendiri berusaha bersikap biasa saja. Tidak takut dan tertekan menghadapi semua ini dan tetap belajar seperti biasa. Biarkan waktu yang akan membuktikan. Ini keyakinan saya.Â
Pada waktunya memang terbukti. Mereka hanya kuat memusuhi saya sekitar tiga bulan. Padahal sudah saya siap dengan stok waktu yang lebih lama untuk dimusuhi.Â
Artinya kondisi kembali normal urusan permusuhan diakhiri begitu saja tanpa perjanjian gencatan senjata.Â
Lagi pula tidak perlu berpikir siapa yang menang siapa yang kalah. Keadaan damai itu sudah cukup.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI