Bosaaaaan! Ujung-ujungnya selalu disuruh diam. Ya, apa dayaku hanya sebuah diari. Rela gak rela diperlakukan semena-mena oleh manusia.Â
Hayo, mulai. Ini kok pintar ya kamu, Ri? Bisa ngeluh sambil kritik. Benarnya sih nyindir ini.Â
Cape deh, ngomong sama Abang.Â
Ya, udahlah. Abang mau nulis serius nih.Â
Tidak tahu ini keluhan atau kritikan bahwa kritikan sekarang ini memang menakutkan karena lebih condong kepada untuk menjatuhkan atau mempermalukan atas kesalahan seseorang.Â
Misalnya ada yang salah bicara atau salah mengeja kata bisa jadi bahan kritikan tiada habis. Padahal hal seperti ini kita sendiri bisa melakukannya.Â
Sejatinya kritikan itu untuk menunjukkan kesalahan atau kekurangan agar terjadi perbaikan di masa yang akan datang dengan memberikan solusi. Tentu dengan menjaga kehormatan dan harga diri orang yang dikritik dalam kerendahan hati.Â
Namun hari ini kritikan bisa menjadi kebanggaan untuk menunjukkan kepintaran diri bahwa orang lain bodoh dengan kesalahannya.Â
Repotnya kita selalu memakai tameng mengkritik atas kesalahan pihak lain. Padahal ada maksud lain yang tersembunyi dari apa yang dikatakan.Â
Sebenarnya dalam memberikan kritik itu ada seninya. Bukan semaunya yang berakibat bukan hanya kritikan tidak efektif, tetapi juga bisa menyakiti orang yang dikritik.Â
Misalnya memberikan kritik secara empat mata. Mendahului dengan kata "maaf" atau memberikan pujian terlebih dahulu sebelum mengkritik dan mengakhiri dengan pujian lagi.Â