Katedrarajawen _Diari buat saya bukan sekadar untuk mencurahkan isi hati, tetapi lebih dari itu. Mencatat peristiwa kehidupan, lalu menyelami dan mereguk makna pemelajarannya.
Rabu, 16.40 WIBÂ
Hari-hari ini mata selalu tertuju pada berita yang tersaji, baik di media sosial maupun di televisi. Tentang anak muda pemimpin sebuah partai. Anak dari mantan presiden.Â
Orang-orang menyebutnya AHY. Keren, kan? AHY ramai menjadi pembahasan karena mengumumkan tentang adanya rencana kudeta di partainya. Ia mencurigai ada peran orang dekat Presiden Jokowi maka--katanya--ia sudah berkirim surat ke Pak Jokowi mempertanyakan masalah ini. Makin keren, kan?Â
Awalnya mungkin berniat mau gagah-gagahan atau mau mencari perhatian agar seluruh negeri tahu sekalian promosi. Ternyata, yang didapat malah sebaliknya. Wah, ini tidak keren dong.Â
Orang terdekat Pak Jokowi dimaksud justru menuai hasil yang menyenangkan. Sepertinya salah perhitungan, salah feng sui atau salah jimat.Â
Apa yang dilakukan AHY, yakni membuka masalah internal partai ke publik sampai bawa-bawa nama presiden ibarat senjata makan tuan. Istilahnya mau bacok orang yang kena tangan sendiri. Berdarah, kan?Â
Jadi ingat pengalaman sendiri atas istilah senjata makan tuan ini. Pengalaman pahit dan menyakitkan.Â
Sebagai manusia namanya curhat pasti pernah. Apalagi kepada teman yang sudah dianggap dekat dan baik pula sehingga tiada rahasia lagi.Â
Saat lagi curhat ya apa adanya. Tidak ada yang ditutupi. Termasuk urusan pribadi. Percaya saja. Namanya teman baik. Jadi, tidak memikirkan hal macam-macam ketika curhat. Misalnya nanti akan ditusuk dari belakang.Â
Namun apa yang terjadi di kemudian hari? Duh, seorang teman yang sudah dianggap baik ternyata bisa berbalik menikam. Entah apa sebabnya.Â
Apa yang sudah diceritakan semestinya dikubur dalam-dalam hingga rumput bergoyang pun tak mengetahui rahasia ini. Akhirnya malah menjadi konsumsi orang lain untuk menjatuhkan. Parah, kan? Kalau tidak mau dikatakan kejam nian.Â
Benar-benar menyakitkan, orang yang diharapkan bisa menyimpan rahasia malah membuat kehilangan muka.Â
Itulah akibatnya gampang curhat masalah pribadi, walau kepada seorang teman. Lupa kalau seseorang bisa berubah mengikuti waktu. Ketika ada sedikit masalah bisa menjadi musuh.Â
Atas pengalaman ini jadi mengingatkan diri bila hendak curhat lebih baik kepada Tuhan saja yang tak akan membocorkan rahasia, walau pada rumput yang bergoyang.
Anehnya, zaman sekarang orang malah suka curhat ke media sosial agar rahasia hidupnya jadi viral sehingga diketahui banyak orang. Termasuk pemimpin partai pun tidak malu untuk curhat masalah partainya.Â
Mentang-mentang zaman keterbukaan. Mau buka apa saja semaunya tanpa memikirkan etika dan akibatnya. Tak sadar itu mempermalukan diri sendiri. Ah, apa itu malu?Â
Zaman keterbukaan sejatinya membuka pemikiran bahwa keterbukaan itu bukan hanya soal bebas buka rahasia pribadi dan semaunya buka pakaian. Benar, kan, Ri? Kok diam dari tadi?Â
@cerminperistiwaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H